Visi dan misi FPI yang tertuang di dalam Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ ART) tidak sesuai Pancasila dan UUD 1945. Pada AD/ ART juga tercantum kata "khilafah" dan "pengamalan jihad". Pemerintah meminta FPI memperjelasnya, sehingga tidak ditafsir liar masyarakat.
Dengan tidak punya SKT, berarti FPI untuk sementara ilegal. Walaupun Sekretaris Jenderal FPI, Munarman mengatakan pengajuan SKT bukan kewajiban, di mana mereka tetap beraktivitas tanpa surat itu. Namun karena sempat terdaftar, mestinya FPI harus memperpanjang SKT. Kecuali jika belum pernah didaftarkan.
Misalnya, ketika ke depan hendak berkegiatan macam-macam, apa pun jenisnya, tentu pemerintah dan pihak keamanan akan meminta syarat legalitas FPI. Umpamanya ingin berunjuk rasa. Mengatasnamakan ormas tanpa SKT, segala kegiatan FPI tidak sah.
Hampir satu setengah tahun tidak mengantongi SKT, akankah FPI mengajukannya kembali untuk diproses pemerintah? Bagaimana dengan prasyarat revisi kata "khilafah dan pengamalan jihad", mungkinkah dipertimbangkan oleh FPI?
Apakah dengan hadirnya HRS, segala keperluan legalitas dan sederet rencana kegiatan FPI menjadi lancar? Mari tunggu saja. Lancar atau tidak, yang paling penting diupayakan adalah negeri ini terus kondusif.
Hal penting berikutnya, pemerintah mesti konsisten pada pendiriannya dalam menegakkan aturan. Tidak boleh ada satu ormas pun yang diberi keleluasaan berbuat seenaknya. Semua ormas wajib tunduk pada hukum dan perundang-undangan yang berlaku.
***Â