Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies Kembali ke PSBB Transisi: Kasus Covid-19 Berkurang atau Buah Sindiran "Jangan Sok-sokan"?

11 Oktober 2020   17:02 Diperbarui: 11 Oktober 2020   17:05 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan | Sumber gambar: wartaekonomi.co.id

Setelah memberlakukan PSBB Ketat selama hampir satu bulan, terhitung sejak 13 September-11 Oktober 2020, akhirnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali menerapkan PSBB Transisi untuk kedua kalinya. PSBB Transisi Jilid II direncanakan mulai diberlakukan pada 12-25 Oktober 2020 atau selama dua pekan ke depan.

PSBB Ketat dicabut dan diganti dengan PSBB Transisi Jilid II karena Pemprov DKI Jakarta menilai kasus positif dan aktif Covid-19 sepanjang satu bulan terakhir cenderung melambat. Hal itu didasarkan pada hasil pemantauan dan evaluasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI Jakarta.

"Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Provinsi DKI-Jakarta, tampak adanya pelambatan kenaikan kasus positif dan kasus aktif meski masih terjadi peningkatan penularan. Melihat hal tersebut, Pemprov DKI Jakarta memutuskan mengurangi kebijakan rem darurat secara bertahap dan memasuki PSBB masa transisi dengan ketentuan baru selama dua pekan ke depan, mulai tanggal 12-25 Oktober 2020," ujar Gubernur Anies Baswedan, Minggu (11/10/2020).

Berlakunya PSBB Transisi Jilid II berakibat "positif" pada kegiatan masyarakat yang sedikit longgar dengan berbagai rambu-rambu yang masih ada, tidak seketat sebelumnya.

Antara lain, aktivitas perkantoran sektor esensial, penggunaan kendaraan umum dan pribadi, kunjungan ke pusat perbelanjaan, pembolehan makan di restoran, penyelenggaraan pesta pernikahan, pembukaan bioskop, pusat kebugaran, serta operasi salon dan tempat cukur.

Sementara yang masih dilarang aktivitasnya yaitu penggunaan RTH-RPTRA; tempat hiburan, spa, griya pijat, dan karaoke; dan kegiatan belajar-mengajar di sekolah.

Pertanyaannya adalah, benarkah pemberlakuan PSBB Transisi Jilid II karena menurunnya kasus Covid-19, atau jangan-jangan disebabkan faktor lain? Jika betul didasarkan pada hasil pemantauan Gugus Tugas, bukankah DKI Jakarta konsisten menjadi penyumbang kasus positif tertinggi di Indonesia, di mana jumlahnya saat ini sudah mencapai 86.963 kasus positif?

Hari ini (Minggu, 11/10/2020) misalnya, kasus baru di DKI Jakarta bertambah sebanyak 1.389.  Bahkan sepanjang pemberlakuan PSBB Ketat pun ternyata angka kasus positif tetap mencapai ribuan. PSBB Ketat dapat dikatakan tidak ampuh menekan peningkatan kasus.

Anies menyebutkan "adanya pelambatan kenaikan kasus meski terjadi peningkatan penularan" (baca kembali pernyataannya di atas), maksudnya apa? Apakah mirip dengan pernyataannya sebelumnya (Minggu, 13/9/2020), yakni "tingkat kematian menurun tetapi jumlah orang meninggal meningkat"?

Menurut penulis, alasan Anies dan jajarannya memberlakukan PSBB Transisi Jilid II belum kuat, sebab fakta dan data menyatakan sebaliknya. Mengapa ia tidak mengikuti arahan Presiden Joko Widodo dan para ahli untuk menerapkan PSBB Skala Mikro atau Lokal?

Jadi maksudnya, PSBB Ketat tetap diberlakukan, namun tidak digeneralisir di semua wilayah (lingkup provinsi), hanya di kawasan-kawasan yang mengkhawatirkan. Menarik kembali rem PSBB kiranya bukan langkah tepat bagi Anies. Ternilai tidak konsisten atau mencla-mencle.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun