Akhirnya satu dari tiga RUU Omnibus Law telah disahkan menjadi Undang-undang (UU) oleh DPR RI bersama pemerintah, pada Senin (5/10/2020).
RUU yang menjadi UU tersebut adalah RUU tentang Cipta Kerja. Sebanyak 7 (tujuh) fraksi di DPR RI sepakat setuju, sementara 2 (dua) fraksi lainnya yaitu PKS dan Partai Demokrat menyatakan menolak.
Seperti diketahui, di samping RUU Cipta Kerja, ada 2 (dua) RUU Omnibus Law lainnya, yakni RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian dan RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Secara singkat, yang dimaksud dengan Omnibus Law adalah metode atau konsep pembuatan regulasi yang menggabungkan beberapa aturan yang substansi pengaturannya berbeda, menjadi satu peraturan dalam satu payung hukum.
Di antara ketiga RUU di atas, RUU Cipta Kerja yang paling ditentang oleh sebagian pihak, khususnya para buruh. Mengapa? Sebab mereka merasa dirugikan dengan disahkannya RUU itu menjadi UU.
Kerugian para buruh yang dimaksud yaitu, pemerintah dan DPR RI dinilai lebih pro terhadap pengusaha daripada memihak nasib pekerja atau buruh. Sederet hak-hak buruh tidak lagi terakomodasi.
Antara lain terkait pekerja kontrak, upah, pesangon (sebelumnya maksimal 32 kali menjadi 25 kali upah), waktu kerja yang lebih panjang (6 hari kerja, 1 hari libur dalam seminggu), mekanisme PHK (perusahaan tidak harus memberi 3x surat peringatan), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.
Sebenarnya bukan cuma para buruh yang gelisah dan menolak UU Cipta Kerja, tetapi juga WALHI, sebab dianggap akan sangat membahayakan lingkungan. Dengan terbuka lebar keran investasi, eksploitasi alam bakal tidak terbendung.
Apa mau dikata lagi, nasi sudah menjadi bubur. Semoga motivasi di balik pengesahan RUU Cipta Kerja sungguh demi memperluas lapangan kerja, memangkas regulasi, dan mengefektifkan birokrasi, sesuai pengakuan pemerintah.
Menanggapi sikap pemerintah dan DPR RI, selanjutnya para buruh (yang diperkirakan sejumlah kurang lebih 5 juta orang) akan melakukan aksi mogok kerja dan berdemonstrasi selama tiga hari. Dilakukan terhitung mulai Selasa (6/10/2020).
Apakah aksi para buruh tersebut mampu mengubah keadaan? Apakah dalam waktu tiga hari ke depan pemerintah dan DPR RI mau menarik keputusannya? Tentu tidak mungkin. Sekali lagi, palu sudah selesai diketuk dan RUU menjadi UU.