Perlu dipahami kembali bahwa dampak buruk pandemi Covid-19 tidak hanya dialami oleh orang dewasa, melainkan juga anak-anak ataupun remaja, misalnya mereka yang sedang berstatus pelajar.
Betapa tidak, di samping menghambat orang dewasa (dalam hal ini orangtua) mendapat penghasilan, pandemi Covid-19 juga telah membuat para pelajar kesulitan memperoleh materi pelajaran akibat proses belajar-mengajar di sekolah belum dilangsungkan secara tatap muka.
Para pelajar terpaksa belajar dari rumah. Mereka harus mengikuti prosedur baru yang ditetapkan sekolah dan guru, yaitu proses belajar-mengajar dijalankan dengan menggunakan jaringan internet (online). Istilah lainnya disebut pendidikan jarak jauh (PJJ).
Bagi pelajar yang kondisi ekonomi keluarganya cukup mapan, tentu PJJ tidak menjadi masalah. Mayoritas dari mereka agaknya sudah memiliki alat elektronik (PC, laptop, gadget, dan sebagainya) serta masih mampu membeli kuota internet.
Namun bagaimana dengan pelajar yang kondisi ekonomi keluarganya pas-pasan, bahkan tergolong miskin dan tidak punya kedua sarana tadi? Atau anggaplah punya alat elektronik, bagaimana dengan biaya untuk membeli kuota internet supaya PJJ tidak terhambat?
Persoalan yang menimpa para pelajar miskin dan kurang mampu inilah yang wajib dijawab oleh semua pihak. Mulai dari orangtua, sekolah, guru, hingga pemerintah. Solusi harus dicari, ditawarkan dan diberikan.
Ketika orangtua (mewakili keluarga) terdampak dan memenuhi kriteria diberi bantuan sosial (bansos) dalam memenuhi kebutuhan pokok (sembako), lalu bagaimana dengan pelajar yang kesulitan mengakses materi pelajaran karena tidak punya alat elektronik dan biaya kuota internet?
Jangan sampai ada yang mengatakan, biarlah bansos yang diterima oleh orangtua sebagian disisihkan untuk membeli alat elektronik dan kuota internet. Sebab nominal dana tidak seberapa. Belum tentu juga cukup membiayai sembako, sedangkan PJJ terus dilangsungkan.
Adakah pihak yang peduli? Jawabannya, ada dan tidak. Ada, misalnya orangtua tetap memaksakan diri menyisihkan bansos untuk membeli alat elektronik dan kuota internet bagi anaknya. Cuma, bayangkan pula kalau jumlah anaknya yang sekolah lebih dari satu orang. Seberapa besar yang disisihkan?
Ada orangtua dan pelajar yang tanpa malu meminjam alat elektronik tetangga atau meminta izin mengakses WiFi gratis. Selain inisiatif orangtua dan pelajar sendiri, ada juga orang-orang yang berbaik hati mau menyediakan tempat sekaligus WiFi gratis bagi para pelajar yang membutuhkan.
Salah seorang yang berbaik hati itu adalah Husin Ghozali, pemilik Warkop Pitulikur yang berlokasi di Jl. Bagong Tambangan No. 32, Ngagel, Kecamatan Wonokromo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Bukan cuma WiFi, Husin bahkan menyediakan teh dan gorengan kepada para pelajar secara cuma-cuma.