Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Miris, Pelajar SMP Nekat Jual Diri demi Kuota Internet, Kenapa Tidak Jualan Cilok Saja?

29 Juli 2020   16:04 Diperbarui: 29 Juli 2020   20:50 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi prostitusi online | Gambar: KOMPAS.com/ZULLA

Pria yang akrab disapa Cak Cong ini termotivasi memberikan fasilitas WiFi gratis karena merasa prihatin melihat banyak pelajar yang kesusahan mendapatkan akses internet untuk belajar online.

"Saya kan juga wali murid, di group sekolah pada resah, kalau pembelajaran secara virtual mengalami sejumlah kendala, mulai pakai HP atau laptop, dan butuh kuota internet juga. Dari situ saya berpikir untuk bisa menyediakan WiFi gratis untuk adik-adik pelajar," ungkap Husin.

Apa yang dilakukan Husin sangat mulia. Semoga banyak lagi orang yang bertindak serupa. Lebih lanjut mengenai kisah Husin, sila klik ini: "Fakta Lengkap Warkop Penyedia Wifi Gratis, Berawal dari Keprihatinan hingga Pemilik Tak Takut Merugi".

Haruskah solusi kendala PJJ bagi para pelajar kurang mampu ini tetap digantungkan pada tindakan penyisihan dana bansos, inisiatif meminjam alat elektronik dan menumpang WiFi gratis? Sampai kapan? Bagaimana jika semuanya sulit diupayakan? Mestikah terus berharap hadirnya "Husin" baru?

Pelajar Jual Diri demi Kuota Internet

Bagaimana dengan nasib seorang pelajar SMP di Batam yang diberitakan telah nekat menjual dirinya menggunakan jasa prostitusi online untuk membeli kuota internet serta membiaya kebutuhan lainnya?

Perempuan yang masih berusia 15 tahun ini (tanpa insiial) mengaku kepada petugas bahwa selama pandemi Covid-19, dirinya sulit mendapatkan uang dari orangtuanya, ditambah lagi keluarganya sedang bermasalah, sampai-sampai membeli kuota internet pun tidak sanggup.

Untuk mendapatkan uang, pelajar tersebut akhirnya masuk perangkap seorang penyalur yang ia kenal dari jejaring sosial Facebook. Ia diiming-iming tarif Rp 500 ribu sekali kencan. Tidak hanya itu, ia juga sempat mempromosikan diri lewat akun aplikasi Michat. Lebih lanjut tentang beritanya, sila klik dan baca link KOMPAS.com (1, 2).

Barangkali betul, pelajar tadi berasal dari keluarga bermasalah, tidak punya uang membeli kuota internet untuk kebutuhan belajar gara-gara pandemi Covid-19, kurang inisiatif menumpang WiFi gratis, dan belum bertemu "Husin" lain di Batam.

Apakah kisah miris ini hanya "milik" si pelajar itu? Bukankah semua pihak berkepentingan wajib turun tangan untuk memberi solusi? Tidakkah terpikir bahwa pasti ada pelajar-pelajar lain yang nekat melakukan hal serupa?

Pihak berkepentingan yang dimaksud adalah orangtua, tetangga, sekolah, guru, dan pemerintah. Orangtua mesti peduli dengan masalah anaknya, tetangga diharapkan peka menawarkan bantuan, serta sekolah dan guru harus mencari solusi PJJ bagi pelajar yang kurang mampu.

Sekolah dan guru tidak boleh hanya mengandalkan metode belajar-mengajar secara online. Jika pun terpaksa demikian, maka sekolah dan guru wajib memberi bantuan khusus kepada pelajar yang tidak punya alat elektronik dan kuota internet. Entah menyediakan kedua sarana itu menggunakan dana sekolah untuk dipinjamkan atau dengan cara apa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun