Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Borok Jiwasraya Sudah 10 Tahun, Kenapa Raih WTP dan Sekian Penghargaan?

18 Desember 2019   15:48 Diperbarui: 16 Januari 2020   18:55 1041
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Tbk | Gambar: katadata.co.id

Jika ada pihak yang mengatakan bahwa kasus yang tengah membelit PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Tbk merupakan skandal terbesar, melampaui apa yang pernah dialami oleh Bank Century dan termasuk pula PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk belakangan ini, bisa dianggap benar adanya.

Bagaimana tidak, perusahaan asuransi milik negara tersebut makin diketahui sudah menyimpan borok menganga yang cukup lama setelah sejumlah nasabah mengajukan gugatan ke pengadilan karena tidak mendapat bayaran klaim asuransi, yang sedianya jatuh tempo pada Oktober-Desember 2019.

Tidak main-main, jumlah klaim nasabah mencapai Rp 12,4 triliun. Nasabah itu terdiri dari perseorangan dan perusahaan, yang berada di dalam dan luar negeri. Bahkan bos Samsung, Lee Kang Hyun ikut jadi korban.

Menjawab gugatan para nasabah, Jiwasraya berjanji akan melunasi pembayaran klaim dengan cara menyicil paling cepat pada 2020. Padahal, penundaan pembayaran sebenarnya sudah terjadi pada 2018. Artinya bukan yang pertama kalinya.

Langkah yang dilakukan Jiwasraya untuk melakukan pembayaran yakni mencari dana dari investor dengan menjual anak perusahaan (PT Jiwasraya Putera). Saat ini sedang menjalin kerjasama dengan 4 investor asing dan 1 perusahaan dalam negeri. Dan kalau pun terjual, hasilnya tetap belum cukup untuk membayar, karena valuasinya hanya berkisar Rp 9 triliun.

Persoalan apa yang membelit Jiwasraya sehingga tidak sehat dan mengorbankan para nasabah? Persoalannya defisit yang berkepanjangan, telah berlangsung sejak 2006 dengan jumlah Rp 3,29 triliun. Dua tahun kemudian, yakni pada 2008 sejumlah Rp 5,7 triliun. Di tahun-tahun berikutnya akhirnya membengkak tak terkendali.

Pada laporan keuangan tahun 2006 dan 2007, Jiwasraya pernah mendapat label disclaimer opinion (tidak menyatakan pendapat) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), karena berdasarkan audit, akuntansi perusahaan tidak dapat diandalkan untuk mendukung kewajiban manfaat polis (cadangan). Artinya penyajian informasi cadangan tidak diyakini kebenarannya.

Di samping persoalan defisit, masalah lain yang dihadapi Jiwasraya sehingga mengalami kesulitan keuangan dan gagal membayar klaim nasabah antara lain: produk-produk yang merugi (negative spread dan underpricing, harga kemurahan), kinerja pengelolaan aset yang rendah, kualitas aset investasi dan non investasi yang kurang likuid, sistem pengendalian perusahaan yang masih lemah, dan tata kelola perusahaan yang kurang baik.

Bukan cuma itu, Jiwasraya juga ternyata memiliki sistem informasi yang tidak andal, kantor cabang yang tidak produktif, biaya operasional yang tidak efisien, akses permodalan yang terbatas, kurangnya inovasi di bidang produk dan layanan, kualitas SDM asuransi yang terbatas dan budaya kerja, serta sarana dan prasarana kerja yang belum modern.

Melihat fakta-fakta di atas, artinya pengakuan terbaru dari Presiden Joko Widodo yang mengatakan bahwa masalah Jiwasraya sudah terjadi 10 tahun silam terkoreksi. Ternyata lebih lama lagi, yaitu 13 tahun. Maka pantas saja masalahnya kian memburuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun