Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Opan Mustopah, Buruh Pabrik yang Jadi Software Engineer Go-Jek

5 Juli 2019   00:08 Diperbarui: 5 Juli 2019   00:26 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Opan Mustopah (Gambar: detik.com)

Hidup ini seperti roda sebuah kendaraan, kadang berada di atas dan kadang pula di bawah. Hidup juga misteri, sulit diramal dan diterka. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi setelah saat ini, pada detak detik berikutnya pun demikian. Itulah kira-kira pemahaman sederhana tentang filosofi kehidupan.

Ringkasnya, tidak ada seorang pun di dunia ini yang mampu dan berhak menentukan peristiwa apa yang diinginkannya terjadi dalam hidupnya. Hari ini bisa terjadi A, besok atau hari lainnya bisa B dan C. Bahwa dengan usaha pribadi atau bersama orang lain turut berkontribusi, betul. Namun hal itu belum tentu terwujud persis sama dengan yang diinginkan.

Ya, kita tidak punya kendali penuh atas hidup kita. Yang punya itu hanyalah Tuhan, Sang Pemberi hidup. Kita tidak memiliki kuasa supaya tetap pada keadaan sekarang, atau memaksa agar segera berubah ke keadaan baru. Karena memang yang lebih tahu apa yang baik dan cocok bagi kita cuma Tuhan.

Lalu apakah maksudnya kita berhenti bergerak dan membiarkan hidup berjalan ke mana arah angin membawa? Tentu tidak juga. Berhenti bergerak sama artinya mati. Bukan dalam arti mati secara fisik, tetapi lebih kepada dinamika hidup itu sendiri. Hidup berarti menjalani dan menikmati segala dinamika yang ada di dalamnya.

Kok jadi makin panjang ringkasannya? Kita berhenti membahas filosofi hidup. Biarkan para filsuf yang berwewenang menguraikannya panjang-lebar. Mari kita simak salah satu kisah inspiratif pendek seseorang berikut:

Nama lengkapnya Opan Mustopah. Sering dipanggil Opan. Laki-laki berusia 25 tahun ini dulunya seorang buruh pabrik kue yang membuat wafer-roll. Di pabrik tersebut Opan bekerja sambil belajar. Semua orang juga pasti begitu, hitung-hitung suatu saat bisa punya usaha serupa.

Namun karena merasa jenuh, di mana harus bekerja selama 12 jam setiap hari dari pukul 19.00 malam sampai dengan pukul 07.00 pagi, akhirnya Opan mencari pekerjaan baru, yaitu di bidang teknologi sebagai programmer. Dan dia diterima.

Pekerjaan baru Opan ini didapatkan berkat bantuan temannya satu kampus. Dan ternyata rasa jenuh muncul lagi. Opan kemudian berpindah kerja dari satu tempat ke tempat yang lain. Alasannya, hasil yang dia peroleh belum memuaskan.

Akhirnya pada suatu kesempatan Opan tertambat di sebuah perusahaan software, tempat di mana dia bekerja sampai sekarang, yakni Go-Jek. Bagi Opan, bekerja sebagai software engineer di Go-jek merupakan mimpi.

"Bekerja di Go-Jek, salah satu unicorn di Indonesia, sebagai software engineer masih terasa seperti mimpi bagi saya. Saya tidak pernah berharap untuk bekerja sebagai perangkat lunak setelah lulus dari perguruan tinggi," tutur Opan.

Menjadi software engineer telah mengubah hidup Opan. Perubahan itu dirasakannya ketika menjadi semakin sadar kalau masih banyak hal yang harus dipelajari. Mulai dari budaya kerja sampai teknologi yang digunakan. Opan mengaku hampir 90 persen sesuatu yang baru baginya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun