Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Beberapa Petitum Prabowo-Sandi Ngawur, Ini Buktinya

16 Juni 2019   17:23 Diperbarui: 19 Juni 2019   01:14 2254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim Kuasa Hukum BPN Prabowo-Sandiaga di Sidang Perdana Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (Jumat, 14 Juni 2019). (KOMPAS.COM/ KRISTIANTO PURNOMO)

Berkas permohonan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga telah disidangkan perdana oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi pada Jumat, 14 Juni 2019. Berkas PHPU tersebut setebal 146 halaman. Sidang lanjutan untuk mendengarkan keterangan pihak termohon dan pihak terkait akan digelar pada Selasa, 18 Juni 2019.

Apakah ada di antara pembaca yang punya dokumen tersebut? Bila ada maka itu sangat bagus, artinya Anda bisa membacanya di waktu senggang.

Saya tidak perlu menguraikan panjang lebar mengenai ulasan permohonan, namun saya agak bingung dengan 15 poin petitum (tuntutan untuk dikabulkan majelis hakim). Mengapa?

Saya sadar bukan seorang ahli hukum, dan bukan pula orang yang pernah belajar di Fakultas Hukum. Saya hanya menggunakan logika yang menurut saya sederhana, bahkan bisa dilakukan oleh mereka yang berpendidikan rendah.

Pada seluruh poin petitum Prabowo-Sandiaga, saya memahami bahwa terlalu banyak, tidak beralur, dan terpisah-pisah. Di sana terbagi tiga bagian, yaitu poin 1-7, poin 8-10, dan poin 11-15.

Saya sendiri kurang mengerti apa maksud dari petitum poin 1 yang berbunyi: "Mengabulkan permohonan pemohon seluruhnya". Kalau seluruh petitum dikabulkan, maka artinya poin petitum tertentu berpotensi menggugurkan petitum-petitum lainnya. 

Screenshot PHPU
Screenshot PHPU

Umpamanya adalah permohonan agar hasil penghitungan internal (Prabowo-Sandiaga) diakui majelis hakim (petitum poin 2), tapi di petitum poin 11-15 justru tidak mendukung perhomonan tersebut.

Makanya saya mengatakan petitum poin 1 tidak mungkin dikabulkan oleh majelis hakim. Baiklah bahwa maksudnya sebagian saja petitum yang bakal dipertimbangkan, namun bukankah seharusnya uraian petitum dibuat beralur? Mengapa mesti dibuat menjadi tiga bagian dengan menggunakan kata "atau"?

Saya menduga penyusunan petitum dilakukan terburu-buru sehingga beberapa di antaranya saling bertentangan. Petitum yang jelas sangat bertentangan itu terdapat pada petitum poin 13 dan poin 14.

Screenshot PHPU
Screenshot PHPU

Petitum poin 13 berbunyi: "Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekruitmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU". 

Dan petitum poin 14 berbunyi: "Memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang".

Bagaimana mungkin bisa dilakukan penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan ada permohonan pemecatan terhadap seluruh komisioner KPU? Siapa yang akan menetapkan DPT kalau bukan KPU? Apakah komisioner baru KPU?

Belum lagi dengan petitum poin 15 berikut: "Memerintahkan KPU untuk melakukan Audit terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara, khususnya namun tidak terbatas pada Situng". Lah komisionernya dimohon agar dipecat kok malah berharap ada audit?

Saya kira cuma saya yang merasa aneh dengan uraian petitum Prabowo-Sandiaga. Ternyata setidaknya ada 2 pakar yang sudah menilai itu. Mereka adalah Bivitri Susanti (pakar hukum tata negara) dan Feri Amsari (Direktur Pusat Studi Konstitusi/ PUSaKO).

Bivitri menilai permintaan pemberhentian komisioner KPU tidak biasa masuk dalam PHPU.

"Pemungutan suara ulangnya lazim sekali diletakan dalam petitum. Tetapi yang tidak lazim, dia minta ganti dulu anggota KPU," ujar Bivitri (16/6/2019).

Senada dengan ucapan Bivitri, Feri menegaskan bahwa bila majelis hakim menerima apalagi mengabulkan dua petitum tadi (poin 13 dan 14), maka itu amat berbahaya.

"Petitiumnya meminta ada PSU (pemungutan suara ulang) dan minta komisioner KPU diberhentikan. Pertanyaan saya kalau komisioner dihentikan, siapa yang akan menyelenggarakan PSU? Kalau dikabulkan besok pagi, berat itu," kata Feri.

Petitum tidak beralur, saling bertentangan, tidak lazim dan berbahaya. Apakah majelis hakim memiliki pandangan yang sama? Mungkinkah mereka mengabulkan sebagian atau seluruh petitum Prabowo-Sandiaga? Atau barangkali majelis hakim akan punya putusan yang lain?

Mari kita percayakan kepada majelis hakim. Semoga mereka bijak dalam menimbang dan mengambil keputusan.

***

Referensi: kompas.com dan PHPU Prabowo-Sandiaga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun