Sidang perdana atas permohonan sengketa Pilpres 2019 yang diajukan oleh tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga saat ini sedang berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Beberapa orang kuasa hukum BPN sebagian sudah membacakan berkas dan lampiran permohonan mereka di hadapan para hakim. Selain itu mereka juga menyampaikan beberapa pelanggaran Pilpres yang diduga dilakukan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin.
Fokus pada dugaan pelanggaran, beberapa di antaranya disebut misalnya keterlibatan aparatur sipil negara (ASN), penyalahgunaan fasilitas dan keuangan negara, hingga ajakan untuk menggunakan atribut tertentu. Mengenai dugaan-dugaan tersebut tentu para hakimlah yang akan menilai apakah betul pelanggaran atau bukan.Â
Ada sebuah poin dugaan pelanggaran yang menurut saya kurang pas dijadikan sebagai materi permohonan dan terlihat mengada-ada, yakni mengenai ajakan capres Jokowi kepada para pendukungnya untuk menggunakan atribut "baju putih" sebelum pencoblosan surat suara pada 17 April 2019 dilangsungkan.
Ajakan menggunakan pakai baju putih itu dianggap sebagai sebuah pelanggaran Pemilu yang serius. Pelanggaran yang dimaksud terkait asas pemilu yang bebas dan rahasia.
"Bukan hanya melanggar asas pemilu yang rahasia, ajakan memakai baju putih untuk menyoblos di tanggal 17 April itu juga adalah pelanggaran serius atas asas pemilu yang bebas. Karena, amat boleh jadi menimbulkan tekanan psikologis dan intimidatif bagi pemilih yang tidak memilih paslon 01 dan karenanya tidak berkenan memakai baju putih," tutur Bambang Widjojanto, Ketua Tim Kuasa Hukum BPN (14/3/2019).
Tidak hanya itu, Bambang juga menyampaikan bahwa ajakan menggunakan baju putih yang dinilai menekan psikologis dan mengintimidasi para pemilih, sangat mungkin mempengaruhi hasil Pilpres.Â
Bambang dan timnya keberatan karena ajakan dilakukan oleh Jokowi, yang tidak hanya berstatus sebagai capres namun juga presiden aktif. Dan oleh sebab itu disebut pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM).
Sekali lagi dikatakan terstruktur karena dilakukan presiden, sistematis karena direncanakan matang, dan masif karena dilakukan seluruh wilayah Indonesia.
Menurut saya, ajakan menggunakan baju putih bukanlah sebuah pelanggaran karena siapa pun kandidat pasti berharap pendukungnya punya atribut khas, dan kebetulan yang diminta adalah baju putih. Baju yang dimaksud pun sifatnya bebas, tidak dipaksakan harus kemeja atau kaos.
Pun tidaklah membawa tekanan psikologi apalagi sampai intimidatif karena ajakannya hanya kepada para pendukung, bukan kepada seluruh rakyat Indonesia. Adakah pendukung Prabowo-Sandiaga dimintakan hal yang sama?