"Hasil rapatnya, akan dievaluasi tarif batas atasnya. Saya diberi waktu seminggu untuk menetapkan batas atas baru, untuk penerbangan kelas ekonomi," kata Budi Karya Sumadi (Senin, 6/5/2019).
Tiga hari sebelum rapat bersama tadi, Budi Karya Sumadi juga telah mengajukan permintaan kepada Rini Soemarno agar berkenan memberi harga khusus dari Garuda sepanjang mudik Lebaran, walaupun sesudahnya ditanggapi penolakan dengan alasan tidak mau intervensi.
"Saya mengimbau kepada Ibu Menteri BUMN untuk meminta Garuda memberi harga khusus selama Lebaran. Kalau (harga tiket pesawat) Garuda turun, diikuti maskapai lain," ujar Budi Karya Sumadi (Jumat, 3/5/2019).
Baiklah, saya dan publik berharap arahan dari Darmin Nasution segera membuahkan hasil. Namun apa pun hasilnya nanti, menurut saya sudah terlambat. Seharusnya koordinasinya sudah dilakukan jauh sebelumnya, bukan saat liburan mepet. Sebagian calon penumpang tentu sudah terlanjur memesan dan membayar tiket, lalu apakah dengan perubahan harga cukup adil buat mereka?
Di samping itu, akan muncul alasan susulan lagi dari pihak maskapai bahwa momen Lebaran sangat dekat, akan sulit membuat perubahan harga baru. Dan seperti yang dipahami, justru di saat liburan panjanglah kenaikan harga tiket pesawat kerap ditolerir.
Sangat disayangkan, kebijakan TBA sepertinya tanpa pertimbangan dan perhitungan matang. Efek buruknya tidak dikaji rasional. Kebijakannya muncul tiba-tiba dan drastis. Semoga publik paham, sabar dan menerima.
Kenaikan Harga Tiket Pesawat Bukan Hanya Persoalan Libur Lebaran
Wajib dipahami bahwa penentuan kebijakan TBA tidak dirancang cuma untuk urusan angkut-mengangkut orang dan memperlancar aktivitas libur Lebaran atau liburan sejenisnya. Efek dari TBA ikut menyasar kepentingan lain, di samping urusan individu, yaitu bisnis.
Beralasan demi keberlangsungan bisnis maskapai semata amat mengesampingkan kehidupan bisnis di sektor lainnya. Umpamanya bisnis pariwisata. Bukankah dengan naiknya harga tiket pesawat menurunkan frekuensi dan jumlah wisatawan domestik? Bukankah pula akhirnya bisnis perhotelan ikut redup? Bagaimana pula dengan nasib para pekerja di sektor tersebut?
Buat apa dilakukan pembangunan belasan bandara jika ujung-ujungnya tidak berfungsi maksimal?