Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jadi Ibu Negara Itu Berat, Biar yang Berpengalaman Saja

14 April 2019   16:46 Diperbarui: 14 April 2019   16:56 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: tribunnews.com

Siapa bilang menjadi isteri seorang presiden itu gampang? Menjadi seorang isteri dengan status biasa saja sangat susah, apalagi mendampingi seorang presiden.

Betul bahwa segala aktivitas seorang presiden diatur, difasilitasi dan dipermudah oleh pihak protokoler istana. Namun mengatur dan memikirkan hal-hal yang lebih berat daripada itu tetap menjadi tugas seorang isteri, ibu rumah tangga. Seorang ibu rumah tangga yang merangkap sebagai ibu negara akan memperhatikan banyak hal, mulai dari yang terkecil hingga terbesar.

Tugas seorang isteri dengan status biasa setidaknya ada tiga, yaitu memperhatikan perkembangan anak-anaknya (bila punya), mengurus kebutuhan rumah tangga, dan melayani sekaligus membantu menyelesaikan tugas suaminya.

Artinya, dengan mendapat status tambahan sebagai ibu negara, maka seorang isteri akan mendapat tugas tambahan pula untuk ikut mengurus negara.

Ikut mengurus negara itu maksudnya apa?

Anggapan bahwa tugas mengurus negara merupakan tanggungjawab seorang presiden, itu benar. Seorang presiden akan bekerja keras siang dan malam hanya untuk memikirkan rakyatnya. Akan tetapi apakah peranan isteri presiden tidak ikut dilibatkan di sana?

Jangan lupa, justru peranan seorang ibu negara sangat besar dan penting. Ibu negara bukan cuma memikirkan kebutuhan presiden, membantu pihak protokoler, supaya bisa beraktivitas normal dan lancar, tetapi juga ikut campur tangan dalam memberi pengaruh dan masukan kepada presiden terkait kebijakan yang diterapkan di dalam negara. Pengaruh dan masukan keliru dari ibu negara akan fatal buat negara.

Sekali lagi bayangkan negara dikondisikan layaknya rumah tangga, di mana di dalamnya ada ratusan juta anak (warga) dengan pikiran dan kebutuhan masing-masing yang berbeda-beda. Betapa rumitnya mengurus anak-anak sebanyak itu.

Bayangkan pula jika anak-anak (warga) suka berselisih dan berantam gara-gara memperebutkan sesuatu, bukankah pada akhirnya yang selalu jadi sasaran amarah adalah isteri (ibu negara), misalnya disebut lalai mendidik (salah memberi pengaruh dan masukan) oleh suami (presiden)?

Anggapan lain bahwa wakil presiden adalah orang kedua yang mengurus negara, jadi semua hal yang menjadi tugas dan tanggungjawab seorang presiden juga menjadi urusannya, itu pun benar. Namun peneguhan terakhir terkait hal itu diambil alih oleh ibu negara. Ibu negara lah yang berhak yang mengatakan "yes" atau "no", bukan wakil presiden. Sekali lagi ini bukan dalam arti urusan administrasi langsung, ini masalah pengaruh. Pengaruh ibu negara lebih besar dibanding wakil presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun