Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Apatisme dan Pesimisme Kok Dipelihara?

26 Maret 2019   19:42 Diperbarui: 26 Maret 2019   19:45 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: lenteraswaralampung.com

Tahukah kita bahwa bukan cuma persoalan korupsi, narkoba, terorisme, intoleransi dan sebagainya yang bisa membuat bangsa kita ini semakin lemah, tetapi juga karena sikap apatis dan pesimis yang masih terus kita pelihara sampai sekarang?

Apatis dan pesimis terhadap apa? Ya terhadap proses perubahan dan harapan besar negeri ini kelak.

Sebagian dari kita sepertinya ada yang lebih memilih ogah, cuek serta tidak mau tahu atas kondisi dan kepentingan di luar diri kita. Kita cenderung egois dan berharap tetap terbebas dari urusan orang banyak, meski hal itu sesungguhnya berdampak pula pada urusan pribadi kita.

Kadang kita berpikiran bahwa buat apa ikut campur tangan pada urusan negara, itu sebaiknya ditangani mereka yang punya kepentingan saja, misalnya oleh para politisi atau pejabat pemerintahan. Kita merasa kontribusi terhadapnya tidak akan berdampak apa-apa, jadi lebih baik menghindar dan fokus terhadap urusan pribadi. Entah mengutamakan bisnis, pekerjaan, rumah tangga serta urusan pribadi lainnya.

Contoh sederhananya adalah mengenai keterlibatan untuk menyukseskan pesta demokrasi di Pemilu 2019 yang segera dihelat pada 17 April 2019 mendatang. Ada sebagian orang yang berusaha menarik diri dan tidak mau terlibat membicarakan tentang siapa sosok terbaik yang kelak memimpin negeri ini lima tahun ke depan. Bahkan termasuk memikirkan siapa saja yang akan mewakili kita untuk memperjuangkan kepentingan bersama di parlemen.

Lihat saja beberapa data yang diungkap oleh lembaga-lembaga survei yang menyatakan bahwa angka "golongan putih" (golput) atau jumlah populasi yang ogah menggunakan hak pilih pada Pemilu 2019 mencapai 30 persen dari total jumlah pengguna hak pilih. Salah satu lembaga yang mengungkap ini yakni Lembaga Survei Indonesia (LSI). Angka tersebut lebih tinggi dibanding pada Pemilu 2014 lalu yang berkisar 29,01 persen.

Berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada sebanyak 185.732.093 orang yang seharusnya menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019 nanti. Ratusan juta orang ini otomatis masuk dalam daftar undangan supaya meluangkan waktu sehari saja untuk ikut memilih secara langsung (mencoblos kertas suara di TPS) calon presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPD RI, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota.

Karena prediksi angka golput sebesar 30 persen, maka artinya ada sebanyak 55.719.627 orang yang berpotensi tidak akan menggunakan hak pilih. Jumlah ini bukan angka kecil, lebih seperempat dari jumlah DPT.

Ada apa dengan orang-orang apatis ini? Mengapa mereka susah meluangkan sedikit waktu untuk ikut menentukan arah bangsa ini? Apakah keputusan mereka berdasarkan pilihan hati nurani atau karena ajakan pihak lain? Atau jangan-jangan karena faktor pesimisme?

Berdasarkan hasil penelitian melalui Laboratorium Big Data Analytics Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, sebanyak 1 dari 10 percakapan di media sosial berisi ajakan golput. Artinya di sini ada pihak-pihak yang dengan sengaja mempengaruhi psikologi para pengguna hak pilih supaya tidak mencoblos di TPS.

"Kita catat ada 2.840 percakapan ditemukan 9,5 persen percakapan yang mengkampanyekan golput," ungkap Arya Budi, Dosen Fisipol UGM (25/02/2019).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun