Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Berkubang di Jalan Rusak, Kritik Menarik tapi Tidak Mendidik

9 Maret 2019   18:54 Diperbarui: 10 Maret 2019   12:49 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak bermain lumpur di jalanan rusak (Gambar: facebook.com/muadz.chalik)

Beberapa waktu setelah calon presiden (capres) petahana Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan kinerja pemerintahannya membangun jalan sepanjang 191.000 kilometer di acara debat ke-2 pada Minggu, 17 Februari 2019 yang lalu, ada fenomena menarik yang terjadi di tengah masyarakat, yang merupakan wujud aksi kritik atas apa yang diutarakan oleh capres petahana.

Fenomena tersebut adalah "berkubang" di tengah jalanan rusak di beberapa tempat. Seakan kompak, aksi unik dan lucu itu dilakukan di berbagai tempat yang hampir dalam waktu berdekatan, dan mungkin bersamaan.

Tidak hanya orang dewasa, aksi kotor-kotoran yang terdokumentasikan dalam bentuk foto dan video di atas, juga turut dilakukan oleh anak-anak. Kalau orang dewasa, barangkali bisa dianggap sudah paham maksud dari aksi tersebut, namun jika anak-anak ikut melakukannya, anggapan serupa tidak tepat diberikan.

Aksi mandi lumpur di jalan rusak (Gambar: facebook.com/muadz.chalik)
Aksi mandi lumpur di jalan rusak (Gambar: facebook.com/muadz.chalik)
Diakui atau tidak, para pelaku aksi mandi lumpur tersebut merupakan mereka yang belum puas atau sedang mengkritik kinerja pemerintah saat ini. 

Wujud kritik mereka seolah memuncak selepas debat capres ke-2. Artinya, mereka ini sebenarnya adalah orang-orang di luar kubu capres petahana, dan ingin Indonesia punya pemimpin baru. Sikap mereka sah-sah saja, karena mereka punya hak untuk menentukan pilihan.

Namun yang tidak wajar adalah cara mereka dalam menyampaikan kritik atau sindiran. Mungkin ungkapan penulis berikut cocok untuk mengkritik balik mereka bahwa, "kalau lapar, cukup membuka mulut dan mengeluarkan suara, tidak perlu membongkar isi perut". Atau ungkapan lain, "jangan mengolok-olok diri sendiri hanya karena keterbatasan yang dialami".

Seorang perempuan sedang berpose di jalan yang tergenang air (Gambar: facebook.com/muadz.chalik)
Seorang perempuan sedang berpose di jalan yang tergenang air (Gambar: facebook.com/muadz.chalik)
Setidaknya ada dua fakta terkait kinerja pemerintah dalam membangun infrastruktur jalan. Yang pertama, data jalan yang dibangun sepanjang 191.000 kilometer benar adanya, dan ini bisa diklarifikasi lebih lanjut. Mengkhayalkan jalan sepanjang itu sama dengan ukuran lima kali lintasan keliling dunia, tidak perlu dilakukan.

Yang kedua yakni, jalan-jalan yang dibangun pemerintah tidaklah berbentuk lurus dan tersambung utuh seperti yang dibayangkan. Selain berkelok-kelok, jalan-jalannya juga tersebar di ratusan dan bahkan ribuan tempat. Pandangan seperti ini harus dipahami. Ketidaksukaan terhadap pemerintah seharusnya tidak membuat logika menjadi sesat, dan kemudian menyesatkan.

Entah, acara apa yang sedang dilakukan di tengah jalan rusak ini (Gambar: facebook.com/muadz.chalik)
Entah, acara apa yang sedang dilakukan di tengah jalan rusak ini (Gambar: facebook.com/muadz.chalik)
Hal tidak wajar lainnya adalah ketika anak-anak juga turut dilibatkan dalam aksi yang jauh dari mendidik. Di samping anak-anak belum paham apa yang mereka lakukan, cara berpendapat dan mengkritik yang baik sejatinya diajarkan tepat di usia mereka. Dan ini adalah tanggungjawab orang-orang dewasa atau orangtua mereka. Jangan sampai persoalan politik membuat pola asuh terhadap anak rusak dan mengacaukan pola pikir mereka.

Sebenarnya ada banyak cara positif dan edukatif yang bisa dilakukan dalam menyampaikan kritik, termasuk ketika sasarannya adalah pemerintah dan kinerjanya yang dianggap belum maksimal. Contohnya, demonstrasi, mimbar publik, diskusi, menulis surat terbuka, menulis artikel di media massa, meminta bantuan liputan wartawan, dan sebagainya.

Sebebal-bebalnya pemerintah, jika di antara beragam cara di atas sudah maksimal dilakukan warganya, tentu pasti akan ditindaklanjuti atau ditanggapi.

Sekali lagi, mari bijak berpendapat dan menentukan aksi sikap. Salam bijak!

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun