Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Daerah, Warisan Leluhur yang Terancam Punah

14 Februari 2019   17:37 Diperbarui: 14 Februari 2019   17:47 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: potretonline.com

Kementerian Pendidikan dan Kebudayan (Kemendikbud) mencatat, jumlah bahasa daerah di Indonesia mencapai 652 bahasa. Jumlah ini dipastikan akan terus bertambah seiring dengan upaya pendataan yang terus dilakukan. Dari jumlah tersebut, paling banyak ada di Provinsi Papua, yakni sekitar 400 bahasa. Pendataan jumlah bahasa daerah bermanfaat sebagai sumber sejarah dan pelengkap pengetahuan.

Di samping upaya mendata, pemerintah dan beberapa lembaga berkepentingan juga menerbitkan kamus sebagian bahasa daerah, lengkap dengan cara penulisan dan pelafalannya. Artinya ada sebagian lagi yang perlu didokumentasikan dalam bentuk tulisan. Ini tugas yang tidak mudah dan butuh waktu yang cukup panjang.

Apakah upaya-upaya di atas sudah cukup disebut sebagai langkah maksimal dalam melestarikan bahasa daerah? Tentu tidak. Masih butuh upaya lanjutan agar data dan kamus terbitan tidak sekadar menjadi barang koleksi atau pajangan. Bahasa daerah harus dipelajari dan dipraktikkan.

Fakta menunjukkan bahwa penggunaan bahasa daerah di Indonesia kian berkurang. Ada beragam faktor penyebabnya, antara lain pengaruh bahasa asing, dominasi penggunaan bahasa resmi atau yang berlaku nasional, perpaduan  etnis dan sebagainya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa beberapa bahasa asing tertentu sudah menjadi kebutuhan. Misalnya saja bahasa Inggris, yang sekarang merupakan salah satu bahasa resmi internasional. Bahasa ini wajib dikuasai  dalam jalinan relasi serta kepentingan dengan pihak luar. Apakah itu untuk urusan bisnis, politik, studi, pergaulan, penguasaan teknologi modern dan sebagainya.

Selain bahasa asing, bahasa nasional yang merupakan sarana pemersatu bangsa ternyata ikut pula menurunkan frekuensi penggunaan bahasa daerah. Tidak hanya di ruang formal, bahasa Indonesia bahkan sudah menjadi alat tutur komunikasi sehari-hari sebagian besar keluarga, khususnya di wilayah perkotaan.

Perpaduan etnis juga turut menyumbang potensi punahnya bahasa daerah. Perpaduan tersebut misalnya hubungan perkawinan silang antar wilayah, yang masing-masing memiliki bahasa daerah. Demi menjaga komunikasi seragam, akhirnya bahasa Indonesia menjadi pilihan utama dalam keluarga yang kemudian diteruskan kepada keturunan. Dan seandainya pun tetap mempertahankan penggunaan bahasa daerah, salah satu di antaranya pasti tereliminasi atau dinomorduakan.

Lalu apa upaya yang dapat dilakukan supaya bahasa daerah tetap lestari atau sekurang-kurangnya tidak terjadi kepunahan secara cepat?

Ada banyak, dua di antaranya telah diuraikan di atas. Pengaruh bahasa asing dan bahasa resmi nasional cukup sulit dihindarkan karena memang sudah menjadi kebutuhan. Akan tetapi usaha untuk turut menonjolkan penggunaan bahasa daerah wajib dilakukan, terutama di masing-masing wilayah, tempat lahirnya bahasa daerah. Mulai dari usaha menambah tulisan bahasa daerah di ruang publik hingga mengaktifkan kembali pelajaran muatan lokal di kurikulum pendidikan yang berlaku di sekolah.

Semua upaya yang dilakukan akan berhasil jika generasi sekarang dan yang akan datang punya "sense of belonging" terhadap bahasa daerahnya. Bahasa daerah adalah satu di antara sekian banyak warisan kebanggaan yang patut dilestarikan. Bahasa daerah merupakan identitas unik yang wajib dijaga agar tidak menjadi kenangan masa lalu di masa depan.

***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun