Mohon tunggu...
Try Kusumojati
Try Kusumojati Mohon Tunggu... -

selalu ingin tahu lebih

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mirna dan Dosa (gang kupu-kupu)

27 Februari 2011   05:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:14 2162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hari ini aku hanya melayani tiga orang pelanggan saja, termasuk om Jerry. Badanku masih terasa letih, aku tak ingin terlalu memaksakannya. Apalagi, malam ini aku masih harus melayani para pria hidung belang lainnya.

Om Jerry tidak menempati janjinya untuk kembali datang. Ia meneleponku dan mengatakan bahwa kesibukkan menghalanginya untuk datang menjemputku dan mengajakku makan seperti biasa. Aku sedikit kecewa, tapi aku tak terlalu memikirkannya. Kejadian yang menimpa Emak sedikit banyak memberiku pelajaran. Aku menjadi  bersikap hati-hati terhadap para lelaki yang mencoba merayuku, dan berkata cinta padaku. Om Jerry tentu berbeda dengan pria asal Kalimantan yang telah meninggalkan emak begitu saja. Aku yakin om Jerry adalah seorang yang jujur dan tulus. Atau mungkin saja aku sudah terlanjur jatuh cinta kepadanya, sehingga membuatku begitu yakin terhadapnya.

Jarum jam di dinding kamar kecil, tempat aku melayani nafsu pria-pria busuk itu sudah menuju ke angka delapan. Itu artinya aku harus bergegas. Kulangkahkan kakiku menuju lantai atas, tempat menjemur pakaian. Kuambil sebuah handuk berwarna merah muda dengan motif hati. Handuk ini juga merupakan pemberian dari om Jerry. Aku suka menggunakan handuk ini, kainnya sungguh lembut dan tebal. Bukan handuk murahan pastinya.

Sebelum meninggalkan salon, aku selalu mandi agar nanti di tempat kerjaku selanjutnya, badanku kembali segar dan wangi. Aku termasuk tipe perempuan yang suka berlama-lama di kamar mandi, bagiku, mandi adalah sebuah ritual penting. Dimana aku dapat membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel di tubuhku. Daki-daki dari bermacam-macam pria hidung belang yang keringatnya telah bercampur dengan keringatku. Apalagi tadi, ada salah seorang pelanggan yang mungkin sangat terobsesi dengan film porno. Dia menumpahkan spermanya di atas dadaku. Aku sungguh jijik, tapi apa daya, dia telah membayarku dan dia bebas melakukan apapun yang dia mau.

Kugosok bagian dadaku berulang kali dengan sabun, kemudian kubilas dengan air. Jari-jari lentikku bermain-main di antara lekukkan payudaraku yang masih terlihat kencang. Bagian tubuhku yang paling diminati oleh pria-pria hidung belang. Putingku terasa sedikit perih ketika aliran air jatuh di atasnya, sepertinya salah seorang pelangganku tadi menggigit puting payudaraku yang mungil ini. Sialan, orang itu benar-benar maniak.

**

Selesai mandi, kulanjutkan ritual mempercantik diri dengan memberi riasan pada wajahku. Aku memberi warna merah pada bibir tipisku. Kuganti pakaianku dengan yang lebih seksi. Kaos ketat berwarna putih, dengan bra hitam di dalamnya. Sengaja kuperlihatkan belahan dada dan pusarku, agar semakin menggoda nantinya. Kaos ketat berwarna putih itu kupadukan dengan rok mini berwarna hitam dan celana dalam yang tipis. Sempurna sudah aku menjadi badut malam ini. Aku bahkan  menggunakan farfum yang wanginya dapat tercium dari jarak 5 meter.

Wajah emak masih ceria, uang yang ia dapat hari ini sangat banyak. Dia sedikit acuh ketika aku pamit untuk pulang. Tangannya yang tak lagi halus terlihat lihai menghitung keuntungan hari ini. Aku tersenyum melihatnya. Wajahnya sungguh berbeda jika dibandingkan dengan hari-hari biasa, ketika salon sedang sepi. Kunyalakan sepeda motor mio berwarna merah muda. Kendaraan yang menemaniku sehari-hari. Kuberi pak Parjo uang secukupnya. Ia menolaknya, tetapi aku memaksa. Ia-pun menerimanya sambil tersenyum.

“Makasi mba, semoga rejekinya makin lancar..” Pak Parjo memberiku do’a.

“Amin, sama-sama pak. Bapak juga ya, semoga rejekinya lancar..” Jawabku.

Sungguh baik orang tua ini, batinku dalam hati. Akupun melaju menuju pusat keramaian kota Jogja. Sepanjang jalan aku mengalami kemacetan, pemandangan yang lazim terlihat ketika malam minggu tiba. Muda-mudi yang kasmaran, anak-anak ABG yang sedang mencari jati dirinya, mahasiswa-mahasiswa kaya dengan dandanan mentereng dan mobil yang mewah, rombongan keluarga yang sedang menikmati liburan akhir pekan, semua berkumpul jadi satu di jalan raya. Banyak pria yang memperhatikanku. Mata mereka tertuju pada payudara dan rok mini-ku yang sesekali terbuka karena tertiup angin sehingga celana dalamku terlihat. Pernah sekali waktu, ada kejadian yang menggelikan. Seorang bapak-bapak tua terjatuh dan menabrak tiang lampu yang terdapat pada trotoar pembatas jalan. Posisi bapak tersebut persis di sebelahku. Sebelumnya, ia memang terus-terusan memperhatikanku, matanya terus tertuju padaku. Mungkin konsentrasinya menjadi hilang, dan secara tidak sadar, sepeda motornya berbelok arah dan menabrak tiang lampu tersebut. Aku selalu tersenyum setiap kali mengingat kejadian tersebut. Aku sedikit merasa berdosa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun