Mohon tunggu...
Yoshua Reynaldo
Yoshua Reynaldo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Seorang : Kristen, Filsuf Stoa amatir, penikmat sejarah era tengah dan modern, dan manusia yang terbiasa menganalisis dan kritis pada banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kesalahan Besar Ahok Dalam Solusi Penggusuran

26 April 2016   20:58 Diperbarui: 26 April 2016   21:27 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya saya mengkritik para 'Tong Kosong' dan 'Avatar' kubu anti penggusuran DKI, maka untuk fair, saya akan mengkritik Gubernur Ahok dalam menerapkan 'solusi' bagi relokasi orang-orang yang tidak mampu.

Saya tidak banyak akan mengkritik pak Ahok dalam masalah HAM, karena saya tidak tahu secara jelas, konsep HAM yang berlaku di Jakarta apa.

Untuk pertamanya, perlu diapresiasi sedikit dalam solusi Ahok yang sebenarnya sudah membelok ke arah yang lebih baik dalam beberapa hal. Tetapi sebenarnya, Ahok memberikan solusi yang 'fatal' dalam kehidupan orang-orang yang kurang mampu ini. Dengan kata lain, solusi Ahok ini berpotensi dapat mengganggu empowerment orang yang kurang mampu dengan memberikan pendidikan ini.

Kunci dalam empowerment orang kecil ada pada budaya kolektif mereka, yang cenderung bersifat kedaerahan dan erat, sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fitria dan Niken, 2014 dalam studi mereka meneliti lingkungan perumahan kumuh, saya mendapat budaya yang hilang dalam individualisme kota : GOTONG ROYONG. 

Anda pasti sudah mendengar 'Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.' Ini adalah tipikal hidup orang-orang yang ada di lingkungan tersebut, budaya kolektif erat yang diprakarsai oleh ikatan saling membantu, saling peduli yang kuat adalah kunci kuat untuk empowerment orang-orang yang secara ekonomi kurang kuat ini.

Memang, perlu diakui, solusi a la Ahok ini dapat mengikis budaya gotong royong dan internal bonding mereka sehingga menghilangkan herd mentality mereka yang menurut saya jadi alasan mengapa orang-orang di tempat ini tidak mementingkan pendidikan selama 20 tahunan mereka hidup, dan hidup yang lebih sulit dan individualistik dapat menggembleng mereka untuk menerima nasihat pentingnya pendidikan dan mengeluarkan mereka dari jerat kemiskinan dan kebodohan, tetapi hal ini sebenarnya hanya menimbulkan problem yang akan banyak keluar.

Pertama, problemnya adalah, biaya hidup. Biaya 'pemeliharaan' rusun yang terbilang masih cukup tinggi (sekitar 300.000) dapat mencekik dan mengurungkan niat mereka untuk menjalani pendidikan, yang pasti tetap membutuhkan biaya. Ditambah lagi, dengan kehidupan mereka yang tepisah-pisah, sistem gotong royong yang mengikat hidup mereka  dan menjadi solusi kesulitan hidup mereka sudah hilang, ini membuat mereka dalam posisi yang sangat sulit. Solusi yang dapat diterapkan satu-satunya adalah mungkin mengurangi biaya pemeliharaan Rusunawa yang diberikan (hingga sekitar 50.000-100.000 seperti contoh harga-harga rusun lainnya), mengingat anggaran APBD DKI punya SILPA yang tinggi, tidak ada salahnya mengalokasikan tambahan 200.000-250.000 lagi ke hidup orang kecil ini. Ini juga bisa sebagai penghormatan mereka yang tinggal lama di lokasi itu. Rusunawa pun, sebenarnya adalah pemenuhan kebutuhan pokok (Papan), dan sebenarnya tidak ada salahnya diberikan biaya yang sangat rendah. Solusi yang lain kemungkinan adalahmembebaskan biaya selama periode tertentu secara total untuk meredam 'shock' mereka, ditambah mereka dapat menabung dengan kualitas hidup mereka yang lebih baik. Ini pun juga bisa digunakan sebagai 'ganti rugi' mereka atas harta benda (rumah) mereka.

Kedua, problem yang ada adalah hidup individualis mereka akan membuat mereka mungkin lebih sulit diraih. Dalam masyarakat kolektif, kehidupan homogen mereka sebenarnya memungkinkan penyebaran ide dan empowerment yang lebih mudah dengan mempengaruhi lynchpin yang menjadi 'paku' pemersatu mereka; Ulama, LSM, Pastor/Romo (di Kampung Pulo, menariknya ada seorang Pastor/Romo yang membimbing mereka), Kepala Kampung, Sesepuh, dan lainnya. Mungkin anda pernah mendengar kepala suku yang memeluk agama Kristen di Batak, membuat 'anggota sukunya' memeluk agama yang sama juga. Meskipun hal seperti ini sulit, tapi sebenarnya dalam jangka waktu yang lebih besar, akan lebih ampuh ketimbang anda mengetuk satu pintu kamar mereka dan memberikan wejangan pentingnya pendidikan dan planning bagi hidup mereka.

Seperti yang bahas di artikel saya yang sebelumnya, hal ini sebenarnya idealnya dilakukan para 'Tong Kosong' itu SEBELUM adanya penggusuran seperti ini. Mencegah dan Mengempower mereka akan memberikan signifikanagar orang-orang ini tidak dieksploitasi kembali.

Ketiga, problem dari solusi yang diterapkan Ahok yang berkaitan dengan penjelasan terakhir saya adalah problem dalam kekumuhan berupa sanitasi yang rendah, tingkat kemiskinan yang tinggi, dan kriminalitas yang tinggi dapat kembali. Hal ini berkaitan juga dengan problem yang pertama, dimana kalau mereka 'keluar' dari tempat itu, tidak menutup kemungkinan, mereka akan kembali membuat 'perkampungan kumuh' lagi atau akibat yang paling parah adalah menjadi gelandangan, meskipun ini kemungkinannya kecil, ini akan membuat masalah kembali lagi di area perkotaan Jakarta.

Entah apa yang ada di pikiran Ahok pada saat menerapkan solusi ini, tapi saya tidak dapat menolak pemikiran saya bahwa Ahok tampaknya tidak mengkaji secara cermat masalah yang terjadi, bagaimana solusi yang baik dan cermat dalam mengatasi masalah ini. Solusi yang diterapkan Ahok, tidak bisa dipungkiri memiliki bolongan yang banyak sekali dan jauh dari konsep pemberdayaan orang kecil yang baik. Hal ini diperparah dengan pendukungnya yang tidak mengkaji problem dan masalah yang akan berlanjut dan membela Ahok secara buta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun