Panggilan menjadi seorang guru.
Bermula dari sebuah panggilan keprihatinan untuk mengajar Pendidikan Agama Kristen Sekolah Dasar dan Akademi Komputer di satu wilayah Jawa Timur  karena  tidak ada gurunya dan juga keterbatasan anggaran penyediaan guru.Â
Interaksi saya dengan siswa dalam mengajar telah membawa saya kedalam penghayatan dunia baru sebagai guru Pendidikan Agama Kristen (pendidikan spiritual) satu panggilan yang tidak boleh diabaikan pada usia dini untuk menanamkan  kebenaran rohani yang bersumber dari Allah didalam Alkitab.Â
Tanggungjawab yang penting dan juga tugas yang berat. Pelayanan sebagai guru saya hayati sebagai  pelayanan yang sangat  istimewa karena memiliki dimensi  ilmu pengetahuan yang  bersifat akademis dan dimensi spiritualitas (Rohani) ketaatan dalam keayakinan hidup yang hormat dan takut akan Tuhan (Amsal 1:7)Â
Jadi kerohanian bukanlah soal rutinitas tata cara keagamaan melain menjadi perilaku pendengar dan pelaku firman Tuhan. Pelayanan sebagai guru juga memiliki dimensi sosial dimana  ilmu, kerohanian akan nampak dalam praktik sosial dalam mengasihi dan menghormati sesama manusia serta kepedulian terhadap lingkungan hidup.Â
Doa kita bersama janganlah seorang guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan spiritualitas justru akan menjauhkan dirinya sendiri  atau siswa dari kepedulian sosial. Pengalaman mengajar makin menambah pengalaman dan penghayatan. Mengapa ?. Dari semunya itu sekarang saya melayani penuh waktu menjadi seorang guru.Â
Saya berterima kasih kepada institusi yang  beberapa tahun lalu mengundang  untuk menjadi  dosen paroh waktu disebuah seminari yang semuanya ini tidak kebetulan. Semuanya ini ada maksud Tuhan untuk  turut melengkapi kepekaan saya menjadi seorang guru . Guru adalah panggilan Tuhan sebagai alat bagi kemuliaanNya. . Mungkinkah manusia bisa menciptakan tujuan hidupnya sendiri ?
Guru yang mengenal konteks zaman.
Meminjam istilah dari Mark Slouka dalam bukunya yang berjudul  War of the Worlds: Cyberspace  and the Hight-Tech Assaults and Reality yang menyatakan bahwa kita sedang menghadapi konteks zaman: Realitas telah mati dengan munculnya Republik Ilusi. Dalam dunia maya manusia telah menciptakan bagi dirinya dan bagi orang lain sebuah angan-angan besar dan dahsyat, kalu tidak disadari itu adalah proses pembodohan dan membuat  jurang bunuh diri secara masal. Â
Dunia maya telah menjadi ruang bebas dalam melakukan apa saja sesuai dengan keinginan. Bebas berbicara termasuk yang tidak sopan, hoaks menjadi sebuah propaganda yang tidak sehat.Â
Dunia maya telah meruntuhkan kebanggan gelar akademis, status kemasyarakatan yang selama ini dihormati, Â meruntuhkan gelar rohaniwan karena rohaniwan tidak lagi memakai teks Kitab Suci sebagai kebenaran justru tergiring dalam praktik politik praktis yang memihak pribadi atau golongan tertentu.Â
Munculnya  virtual sex atau cybersex telah menjadi tayangan gratis yang bisa diakses oleh anak-anak TK dan SD dalam waktu 24 jam tanpa pengawasan orang tua dengan alasan sibuk bekerja. Dunia maya telah menjadi pengasuh untuk  menemani anak-anak kita supaya tidak mengganggu maka lebih baik main HP.Â
HP telah mnyediakan berbagai pilihan menu permainan  mau gaya boxer, menembak, satu lawan satu. Inti dari semuanya itu adalah harus menang dengan berbagai cara, semua musuh harus mati. Beberapa kali kami nonton siaran TV bersama dengan anak-anak dengan berbagai macam kasus berita misalnya : Korupsi pejabat, perceraian, saling memaki , pemalsuan obat , dll.Â
Dalam waktu 24 jam  semua tayangan media HP,TV sebenarnya sedang menggambarkan kerisauan konteks zaman kita tanpa memikirkan bagaimana pergumulan seorang guru disekolah untuk bijak dalam memberikan nasihat. Dapatkah kita mengidentifikasi ganasnya zaman yang dapat mengancam jiwa dan raga kita ?
Pendidik yang mengenali kebutuhan siswa.
Panca indra seorang guru yang menghayati panggilanNya , ia  tidak akan pernah berhenti  bekerja  untuk melihat, tidak akan bosan, malas dalam usaha merasakan dan menghayati setiap perilaku murid-muridNya.Â
Seorang pendidik kristen  disekolah negri atau swasta  jika dihayati memiliki ruang gerak yang sangat luas dalam mengajarkan kebenaran. Sebagai guru kristen seharusnya berkaca dan terus meneladani Tuhan Yesus sebagai guru Agung selalu mengaitkan pengajaran dengan  konteks dan kebenaran.Â
Tuhan Yesus mengajar di pantai, dipasar, dirumah ibadah, diladang. Tuhan Yesus mengajar dekat dengan anak-anak, disentuh bahkan ada yang dipangku atau di gendong.
Mengenali kebutuhan siswa adalah satu hal yang penting. Bagaimana menemukan keutuhan siswa ? Buku kecil berjudul : Mengajar Untuk Mengubah Kehidupan Karya Leila Lewis menolong saya untuk memahami kebutuhan siswa seperti Tuhan Yesus mengenali kebutuhan Nikodemus dan Perempuan Samaria  (Yohanes 3, 4) .Â
Apa sajakah kebutuhan siswa ? Saya  membenarkan pendapat  William Glaser bahwa kebutuhan primer setiap individu adalah "to love,to be love and to feel worthwille" bukankah ini merupakan kesimpulan dari apa yang Tuhan Yesus lakukan sebagai guru, gembala yang baik ?
Indah sekali lau pujian sekaligus menjadi doa adalah : Brikanku hati...sperti hatiMu ..... Â Refleksi: Berdasarkan firman Tuhan dapatkah kamu menemukan kebutuhan dasar hidupmu dan orang lain ?
Pendidik yang memiliki impian besar.
Salah satu keistimewaan nilai jual seorang  guru adalah roh spiritualnya, doanya, pengharapannya,sapaan tulusnya kepada anak didiknya, spiritnya  tetap hidup sekalipun fisiknya telah terkubur ditanah.
Dengan kejujuran dan keberanian saya sebagai guru memiliki harapan, mimpi besar bahwa suatu saat nanti mereka akan bertumbuh menjadi pelaku kebenaran ilahi dalam setiap bidang profesinya disegala waktu dan tempat.  Saya selalu teringat akan sebuah kalimat  yang ditulis oleh Pdt.Yakub B.Susabda dalam sebuah pegantarnya buku yang berjudul :Pastoral Konseling.Â
Kalimat itu berbunyi  " semua kebenaran (kalau itu kebenaran) adalah kebenaran ilahi"( all truth is God's truth) entah itu kebenaran yang diketemukan oleh ahli sejarah, kedokteran sosiologi, maupun psikologi, dsb". Atau kita bisa menambahkan pada bidang lain suatu saat ada yang menjadi ahli hukum, ahli keuangan, anggota dewan perwakilan rakyat, petani, pedagang, pegawai negeri. Mereka akan membawa identitas ilahi Amsal 1:7;Yeremia 29:7.
Akhirnya, ditengah-tengah suasana hiruk pikuknya  parlemen dan para pemimpin negara  dalam semua jenjangnamun  kita tetap memiliki keyakinan seperti yang diyakini dalam pengajaran Kaum Calvinis yang mengatakan" Seorang Calvinis  bukan saja ingin mengikutsertakan Allah dalam tujuan kehidupan- hidup bagi kemuliaan Nya-tetapi Allah adalah juga pemikirannya yang pertama yang providential atas segala sesuatu.(H.Henry Meeter : Pandangan-Pandangan Dasar Calvinisme). Refleksi : Apakah impian terhadap murid-muridmu ? ( @T22919)