Mohon tunggu...
Triyono Abdul Gani
Triyono Abdul Gani Mohon Tunggu... -

Deadly combination dari Jawa dan Sunda

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Penaklukan Bukan Pembinasaan

12 Juni 2018   21:14 Diperbarui: 12 Juni 2018   21:34 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Ramadhan ini adalah saat yang tepat untuk mentadaburi banyak hal. Selain itu, mempelajari sejarah Islam juga menarik untuk dilakukan. Banyak pelajaran dan pengajaran dari hal tersebut. 

Salah satunya adalah tentang perang Badar yaitu perang besar pertama bagi umat Islam yang terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke 2 Hijriah (624 Masehi). Badar adalah sebuah oase Padang pasir yang terletak di rute perjalanan dagang dari Suriah ke Makkah. 

Peperangan tentu memerlukan tenaga dan upaya yang sangat besar dan berat. Apalagi di bulan Ramadhan ketika umat Islam sedang menjalani puasa. Hal ini yang selalu menjadi penyemangat umat Islam, bahwa bulan puasa itu tidak berarti harus bermalas-malasan. Kerja keras tetap harus dilakukan. 

Dengan strategi yang sangat baik, perang tersebut dimenangkan oleh pasukan Muslim. Padahal jumlah pasukan Muslim sangat sedikit. Hanya sepertiga dari jumlah tentara kaum Quraisy. Tapi karena semangat dan taktik yang jitu, akhirnya pasukan Muslim bisa memperoleh kemenangan secara gemilang. 

Peperangan merupakan hal yang banyak terjadi di masa lalu. Bahkan ada kesan bahwa penyebaran agama Islam itu menggunakan pedang dan darah. Padahal banyak sekali peperangan terjadi di seluruh dunia. Jadi pada masa itu, peperangan merupakan solusi dari penyelesaian masalah. 

Ada yang menarik pada saat pasukan Muslim menerangkan perang Badar dan beberapa perang lainnya. Pasukan Muslim di bawah pimpinan Rasulullah SAW memiliki adab dan etika berperang. Adab dan etika itu adalah: jangan membunuh orang tua, wanita, anak kecil. Tidak boleh melalukan mutilasi dan apabila akan membunuh tidak boleh menganiaya. Serta adab lainnya yang masih banyak disampaikan. 

Yang lebih menarik lagi adalah bagaimana tentara Muslim memperlakukan tawanan. Ada kisah Aziz bin Umar yang mengungkapkan bahwa dia ditawan oleh tentara Muslim dan ditawari roti dan kurma yang paling enak. Padahal tentara itu sendiri makan roti dan kurma yang biasa saja. 

Ada nilai luhur yang bisa diambil dari kisah ini. Bahwa sejatinya peperangan yang ada bukan untuk melakukan pembinasaan bahkan genosida. Kalau memang ditegakkan atas dasar semangat pembinasaan, pasti tidak ada tawanan. Bahkan tawanan tidak akan diperlakukan dengan baik. Tidak ada pengecualian bagi istri dan anak-anak. Semua akan dibumi hanguskan. 

Peperangan berdasarkan adab dan etika Islam, bukan dalam rangka pembinasaan, tetapi dilakukan untuk merebut pengaruh dan sikap penundukan diri. Bahkan diberikan contoh sikap dan teladan yang baik kepada para musuh yang dijadikan tawanan. Tawanan yang sudah menundukkan diri pun tidak dipaksa untuk berpindah keyakinan. Tetap mereka dapat memeluk keyakinan masing-masing. 

Begitu luhur nya nilai perjuangan Islam. Dan jauh sekali dari kesan darah dan angkara murka. 

Penerapan prinsip ini dalam ilmu manajemen juga sangat relevan. Bahwa dalam reformasi organisasi "hard approach" tentu bisa dilakukan. Tapi tentu tidak dengan cara pemaksaan dan semangat bumi hangus (compulsary surrender). Misi utama untuk bisa memperoleh dukungan adalah adanya penundukan (voluntary surrender). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun