Mohon tunggu...
Triyono
Triyono Mohon Tunggu... Pendidik

Menjadi murid, belajar sepanjang hayat untuk mencintai kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Apa Artinya Hidup Bertetangga Dalam Kebhinekaan ?" Refleksi Acara Halal Bihalal Warga RT 06/RW 05 Perumahan Aster 3 Pagedangan Kabupaten Tangerang.

13 April 2025   15:56 Diperbarui: 13 April 2025   16:06 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa arti hidup bertetangga di tengah masyarakat yang beragam latar belakang sosial, budaya, dan agama? Apakah cukup dengan tinggal berdekatan, ataukah lebih dari itu: hadir, terlibat, dan merajut persaudaraan?

Pertanyaan ini muncul seiring dengan kehadiran saya dalam masyarakat majemuk. Pertanyaan ini menemukan jawabannya di lingkungan tempat saya tinggal: Perumahan Aster 3 RT 06/RW 05, Pagedangan, Kabupaten Tangerang. Kami hidup berdampingan dengan masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Meski sederhana, suasana rukun dan damai sangat terasa di antara kami. Setiap warga punya peran dan keterlibatan, baik dalam menjaga kebersihan lingkungan, keamanan bersama, hingga komunikasi lewat grup WhatsApp yang aktif dan ramah.

Salah satu kegiatan sederhana namun bermakna adalah undangan ngopi malam minggu. Lewat pesan WA, seseorang akan menulis, "Ngopi yuk di saung depan rumah..." Tak perlu formal. Warga pun datang membawa pisang goreng, tempe goreng, atau sekadar cerita dan tawa. Duduk bersila di atas tikar, bercerita tentang kehidupan, dan saling mendengar menjadi bentuk paling nyata dari persahabatan dan kebersamaan.

Sabtu malam, 12 April 2025, adalah malam yang istimewa. Meski hujan gerimis menyelimuti, warga tetap antusias menghadiri acara Halal Bihalal RT 06. Di halaman balai warga yang sederhana, kami berkumpul anak-anak, orang tua, hingga remaja. Acara diisi dengan penampilan seni Marawis dari anak-anak muda, ceramah agama yang menyejukkan, dan tentunya saling berjabat tangan. Seorang anggota DPRD Tingkat 1 Provinsi Banten turut hadir, didampingi Babinsa yang dengan ramah menyapa warga dan menegaskan pentingnya menjaga kerukunan dan keamanan lingkungan.

dokpri Ketua RT Yusuf Mubarok
dokpri Ketua RT Yusuf Mubarok

Sambutan Ketua RT 06, Bapak Yusuf Mubarok, menjadi salah satu momen yang menyegarkan. Dengan gaya banyolannya yang khas, beliau mengajak warga untuk terus menjaga kerukunan, saling sapa, dan tidak mudah tersulut isu-isu yang memecah belah. Disambung dengan sambutan dari Ketua RW 05, yang akrab disapa "Pakde Dodit," suasana terasa makin hangat. Pakde Dodit mengajak warga untuk "saling bergandengan tangan, bukan hanya dalam acara, tapi dalam kehidupan sehari-hari."

Bagi saya, Halal Bi Halal bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan simbol kebhinekaan. Momen ini mengajarkan kita bahwa toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, tetapi ikut hadir dan menyapa dalam ruang yang sama, tanpa syarat. Di sinilah nilai luhur Pancasila hidup dan tumbuh, bukan di seminar-seminar megah, tapi di antara gelas kopi, gorengan hangat, dan tawa warga kampung.

Dokpri ngopi yuk....
Dokpri ngopi yuk....

Di tengah dunia yang mudah dipecah-belah oleh hoaks dan ujaran kebencian, kegiatan seperti ini menjadi tembok pertahanan terakhir bagi Indonesia. Saat dunia digital menawarkan isolasi, dunia nyata di kampung kami menawarkan pelukan persaudaraan.

Saya percaya bahwa merawat dan menghidupi kebhinekaan tidak harus dimulai dari panggung besar. Ia bisa tumbuh dari teras rumah, dari saung kecil, dari undangan ngopi di WA grup. Dan dari sinilah Indonesia yang damai dan bersatu dibangun, setapak demi setapak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun