Mohon tunggu...
Triwibowo Probo Sukarno
Triwibowo Probo Sukarno Mohon Tunggu... Guru - Konselor Sekolah

Bimbingan dan Konseling | SMPN 1 Jatirogo, Tuban | Pernah ditugaskan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai Pendidik daerah 3T di Kabupaten Boalemo, Gorontalo

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saya Seorang Guru, Bagaimana Cara Memperingati Hari Kebangkitan Nasional?

20 Mei 2019   14:16 Diperbarui: 20 Mei 2019   14:41 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pembinaan bagi siswa dengan kemampuan baca dan tulis yang rendah (dokumen penulis)

Usia kebangkitan Indonesia tak lagi muda. Bahkan jika ditarik mundur dari sejarah 1908 (sebelum peristiwa lahirnya organisasi Boedi Oetomo), semangat kebangkitan telah ada di darah nenek moyang kita. Lihat saja bagaimana Patih Gadjah Mada yang 'nekat' punya ide menyatukan negeri-negeri. Meskipun ia harus mengorbankan jiwa dan raganya, melalui sumpah palapa yang ditemukan pada kitab Pararaton ia mampu merangkul beberapa negeri untuk menjadi satu negeri yang sampai saat ini kita kenal dengan sebutan Nusantara.

Sebagai negeri yang diwarisi keberanian dan semangat 'gotong royong', momentum hari kebangkitan nasional sudah selayaknya menjadi gelaran yang tidak hanya bersifat seremonial dan retorika semata, lebih dari itu bangsa ini membutuhkan karya dan kerja nyata dari kita semua. Perlu kedewasaan untuk menyingkirkan segala bentuk primordialisme dan etnosentrisme yang akhir-akhir ini mudah nampak di sekitar kita, baik yang nampak nyata maupun di social media.

Saya teringat sekaligus sepakat dengan apa yang pernah disampaikan salah seorang tokoh politikus Indonesia, Moreno Soeprapto, yang mengajak generasi muda berjuang sesuai bidang. Sama halnya dengan kemajuan, bangkit tidak dapat diukur hanya dengan perekonomian saja. Secara holistik kita bisa mengukurnya dari bidang ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.

Sebagai seorang guru, tentu saja saya selalu antusias menyambut datangnya Harkitnas ini-selain memang 20 Mei bertepatan dengan hari lahir ibu saya. Bagaimana seorang guru memperingati hari kebangkitan nasional?

Pendidikan adalah salah satu sektor utama pembangunan sumber daya manusia. Ki Hajar Dewantara (Raden Mas Soewardi Soerjaningrat kala itu) selain dikenal sebagai tokoh pendidikan juga terlibat sebagai pelopor kebangkitan nasional. Semangat itu yang baiknya direnungkan sekaligus diteladani, bahwa seluruh unsur pendidikan baik di lingkup yang luas hingga satuan terkecil perlu bangkit.

Ada hal-hal khusus yang menjadi pembeda antara potensi sekolah satu dengan lainnya, termasuk ancaman-ancaman di dalamnya.

Semasa menjadi pengajar di daerah 3T dua tahun silam, saya menyadari satu ancaman yang muncul di sekolah saya. Di saat daerah-daerah lain menggerakkan literasi dan menjadikannya sebagai budaya pendidikan, anak-anak saya di pedalaman merasa tak punya sumber belajar selain bapak dan ibu gurunya. Mereka belajar tanpa buku bacaan di perpus, tanpa lembar kerja siswa, tanpa internet, tak ada museum, taman baca, atau tempat belajar yang menarik. Beruntung, masih ada koran bekas yang dibeli kepala sekolah saat turun ke 'kota', itupun kondisinya sudah amburadul karena para siswa saling rebut.

Bangkit melalui literasi. Agaknya semangat itu relevan dengan kondisi di sekolah tersebut. 5 hari berturut-turut kami menggelar hajatan yang bertajuk "Pekan Literasi" dengan tema 'Bangkit dan Berkarya lewat Aksara'. Tidak mewah, tidak ada euphoria. Lomba-lomba seperti baca puisi, cipta cerpen, cerdas cermat kebahasaan, story telling, serta kegiatan inspiratif seperti sosialisasi pentingnya membaca, bedah film inspiratif, dan menulis surat untuk Pak Menteri, cukup untuk menarik siswa agar terlibat. Tentu saja hal itu dikaitkan dengan problematika yang ada di sekolah tersebut.

Memperingati Hari Kebangkitan Nasional sebagai salah satu hari besar bagi guru perlu dimanifestasikan dalam bentuk karya. Buku, bahan ajar, media, atau model pembelajaran adalah beberapa hal yang bisa diwujudkan. Termasuk menemukan alternatif penyelesaian masalah bagi siswa yang mengalami hambatan belajar, belajar hal-hal baru, serta memahami perkembangan peserta didik. Guru perlu pandai-pandai mengikuti perkembangan informasi dan teknologi informasi yang saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan para siswa.

Bukan pekerjaan yang mudah, memang. Tetapi juga bukan hal yang mustahil. Secara subjektif saya menyukai apa yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun