Pertanyaan ini yang sering saya lontarkan kepada publik untuk dapat mengetahui pola pikir dari orang-orang yang menganggap perusahaan sawit membakar lahannya sendiri. Untuk diketahui, kelapa sawit ditanam untuk diambil buahnya bukan untuk dibakar. Proses berbuah kelapa sawit dimulai ketika memasuki usia 3 - 5 tahun.Â
Jumlah investasi per Ha untuk penanaman kelapa sawit berkisar 60-80 juta rupiah (tergantung jenis tanah dan kondisi area). Lalu apa benar perusahaan yang telah mengeluarkan dana yang besar dan mengharapkan produktifitas kelapa sawit tersebut tanpa alasan yang jelas membakar lahannya?.Â
Kebakaran perkebunan juga merupakan bencana dan musibah bagi para pelaku perkebunan atau perusahaan. Seluruh karyawan juga siaga siang dan malam untuk memadamkan api yang masuk ke area perkebunan mereka.Â
Penulis pribadi pernah merasakan betapa susahnya memadamkan api yang masuk ke lahan perkebunan perusahaan. Dalam hal ini kita coba berfikir sejenak, bukankah perusahaan juga adalah bagian dari korban atas bencana karhutla yang terjadi hampir setiap tahunnya.Â
"lalu mengapa lahan perkebunan bisa terbakar?"Â
Banyak faktor yang bisa menyebabkan lahan perkebunan kelapa sawit diperusahaan bisa terbakar, salah satunya adalah:
1. akibat adanya anak api (latu) yang jatuh diarea perkebunan yang kondisi daun dan rumputnya kering akibat kemarau sehingga mengakibatkan adanya titik api. Hal ini biasa terjadi apabila lokasi perkebunan berdampingan dengan ladang masyarakat.
2. adanya rumpukan rumput/daun(pelepah) kering yang terpapar sinar matahari yang terik juga dapat mengakibatkan munculnya api pada lahan perkebunan.Â
3. prilaku membuang puntung rokok juga dapat menimbulkan terjadinya kebakaran lahan.
Kesimpulan dari tulisan saya di atas adalah, apabila ada perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran lahan baik saat LC ataupun saat perkebunan telah berdiri, maka segera lakukan penindakan dan tanpa menjatuhkan perusahaan perkebunan lain yang telah berusaha komitment membangun perkebunan dengan konsep sustainability. []