Mohon tunggu...
Tri Wibowo
Tri Wibowo Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Amatir

Contac IG: wibowotri_ email: the_three_3wb@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Cinta Pandangannya

14 Januari 2019   23:28 Diperbarui: 14 Januari 2019   23:34 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: drawinglics.com

Panas terik hari itu mengantarkan aku dan ketiga teman ku pada sebuah kedai es tebu di pertigaan Jl Jendral Soedirman. Siang itu panas nya sangat berbeda dari hari-hari yang lain, sangat menyengat membuat serasa ingin mandi dengan satu bak air es dari kutub utara. 

Tak sadar sambil bersenda gurau khas anak kuliahan, es tebu kami tinggal menyisakan gelas dan es batu tanpa ada setetespun air tebu didalamya. Seperti biasa kebiasaan anak muda maunya pasti yang gratisan, siapa yang mempunyai ide pertama kali biasanya itu yang akan membayar semua es tebu yang telah kita pesan. Kebetulan gagasan itu berawal dari ide ku, dan Alhamdullillah aku baru saja dapat rezeki dari honor ku mengajar les privat disalah satu lembaga bimbingan belajar....

"Kalau ada yang mau tambah, pesan aja lagi...." Ucap ku untuk memuaskan dahaga rekan karib ku... dengan reflek ala film Jekie Chan, ketiga gelas mereka serentak diangkat ke atas sembari berkata "Tambah satu lagi ya mbak"....

Perlahan ada seorang wanita yang menghampiri kami, sambil tersenyum kecil nan ramah dan sopan ia mengambil 4 gelas kosong yang ada di meja kami.... Tatapan dan lirikan kecilnya kehadapan ku seolah menyejukan hati yang siang itu telah terbakar panasnya terik matahari, terlebih suara lirihnya yang lembut itu benar-benar seolah menggelitik palung hati. Tak heran aku tersentak beberapa detik... sebelum ketiga rekan ku yang jahil itu menyadarkan ku dengan teriakan mereka...

"Kenapa kau?" Tanya Irwan pada ku....

"Cewek itu beda...." Sahut ku....

Mereka lalu tertawa kecil seolah menyindir diri ku... maklum setahu mereka, aku jarang sekali memberikan penilaian pada wanita, apa lagi membicarakan masalah wanita lebih dalam. ya... aku memang cendrung aneh dimata teman-teman, biasanya kalau para jejaka sudah ngumpul bareng, bisa dipastikan kalau hal yang dibicarakan oleh mereka adalah masalah wanita... tapi aku memang jarang membahas masalah wanita, hal terebut bukan karena aku HOMO, GUY, atau PENYUKA SESAMA JENIS atau apalah sebutanya itu, yang pasti prinsip ku adalah wanita itu adalah nilai yang berharga bagi ku, dan aku menghargai mereka seperti aku menghargai Ibu ku sendiri, dan menurut ku itu adalah prinsip ku... itu yang menyebabkan aku jarang sekali membahas masalah wanita bersama rekan-rekan.

Beberapa menit berlalu, aku sudah tak sabar menunggu kehadiran es tebu yang kami pesan, sebenarnya aku juga tidak sabar menunggu kehadiran sosok wanita yang kelak mengantarkan es tersebut....

"Akhirnya datang juga", gurau ku pada wanita itu sembari memandang wanita itu.....

"Maaf kalau menunggu lama mas.... Es Batunya baru dipecah" jawab wanita itu tersipu malu"...

"Ow... ndak masalah Mbak, dua jam lagi juga sanggup Thomas nunggunya... hahahah" ucapan jahil si Benny... sambil menyindir diriku yang sedikit merasa malu waktu itu....

Huh.... Luar biasa... perasaan ku semakin tak tentu arah, bagai balon udara yang bocor dan terbang ke timur lalu ke barat, ada perasaan sejuk, geli di ulu hati, dan juga perasaan seolah bangku yang ku duduki terbang melayang, bagai Spiderman yang menggantung dengan jaring laba-labanya.

Sepulang dari kedai es tebu itu pikiran ku terus saja terfokus pada wanita itu. Tak ku sangka separuh dari malam pada hari itu telah kuhabiskan untuk memikirkannya, sampai-sampai aku lupa dengan agenda rutin malam ku di dunia maya, (update Status FB, Mention Tweet, Update klasmen liga inggris, dll).

Benny si jahil memang handal dalam mencari informasi, tidak lain dan tidak bukan informasi yang ia berikan adalah informasi terkait dengan profil dari Mbak penjaga kedai es tebu yang dua hari yang lalu kami singgahi. Namun ceritanya kurang sedap didengar, entah dari mana berita itu iya dapat.... Putri Dian Puspita Sari, begitulah namanya... usianya 25 Tahun, 2 tahun lebih tua dari ku, memang ketika aku melihat postur tubuhnya prediksi ku tidak salah, Teh Putri memang terlihat lebih dewasa, dengan tutur katanya yang halus nan lembut, dan dengan jilbab panjang yang menutupi hingga bagian perutnya, ia terlihat anggun seperti orang yang berpendidikan.

Benar saja, Benny mengungkapkan pada ku bahwa Teh Putri adalah seorang sarjana pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Aku memanggilnya "Teh"karena memang ia berasal dari kota Bandung. Rupanya Teh Putri Juga mengajar di SD Muhammadiyah Samarinda, menjual es tebu adalah kegiatan yang ia lakukan untuk membantu Ibunya selepas jam mengajar.

Kabar yang diberikan Benny ialah bahwa Teh Putri adalah seorang janda dari suaminya yang mantan seorang Dosen di Universitas yang sama dengan Teh Putri, mungkin mereka berjodoh ketika proses belajar mengajar kali ya.... Heheh.... Itu hanya asumsi ku....

Entah karena apa mereka berpisah, menurut ku... aku tidak perlu tau sejauh itu... semakin hari singkat cerita, aku semakin dekat dengan Teh Putri, karena minum es tebu selepas pulang kuliah kini menjadi aktifitas rutin ku. Sering kali aku pergi ke kedai itu tanpa teman-teman ku yang jahil, karena menurut ku kelak mereka akan menjadi benalu dalam rencana pendekatan ku padanya....

Suatu ketika percakapan ku dan Teh Putri sangat cair, karena kami sering kali membahas terkait dunia pendidikan, jelas saja aku adalah mahasiswa semester 4 jurusan Pendidikan Fisika, sedangkan Teh Putri adalah alumni UPI Pendidikan Bahasa Indonesia. 

Sesuai dengan jurusannya, Teh Putri bertutur kata sangat halus dan tertata rapi, seolah-olah SPOK (Subjek Predikat Objek Keterangan) selalu terstruktur dalam setiap olah katanya, dengan nada dan penekanan pada setiap kalimat yang berirama menyempurnakan kalimat. Sepertinya ia benar-benar paham kesempurnaan dalam bertutur kata, namun ia tetap tidak bisa menyembunyikan dialek Khas orang sunda, tapi menurut ku itu malah menambah keindahan dalam caranya berbahasa. 

Entah kenapa seketika ia memandang lekat segerombolan orang yang melintas menggunakan motor dan membawa atribut seperti bendera partai politik,

"mereka lagi kampanye ya....?"

Tanya Teh Putri pada ku....

"Ia..." sahutku singkat.....

"jadi ingat mantan suami saya....." ucap Teh Putri lirih.....

Waktu itu aku tidak melanjutkan pertannyaan ku lebih jauh pada Teh Putri, kerena mungkin itu adalah privasinya, bahkan aku sudah ingin beranjak dari kedai Es Tebu itu, namun Teh Putri melanjutkan ceritanya....

Entah apa yang terjadi hari itu, aku sepertinya menemukan sosok wanita yang sangat memegang prinsip dalam hidup. Teh Putri menceritakan terkait pemasalahan rumah tangganya yang baru saja ia jalani selama kurang lebih satu tahun setengah, walau hal tersebut harus kandas di tengah jalan. 

Sesuai dengan perinsip ku bahwa aku tidak mau membahas permasalahan rumah tangganya lebih jauh, akupun takut orang mengira bahwa aku orang yang suka ngegosip atau apa lah itu. Walaupun secara tidak langsung aku sudah mengetahui status Teh Putri dari dari rekan ku. Namun entah mengapa seolah Teh Putri ingin bahwa aku mengetahui hal tersebut. 

Untuk menjaga perasaannya niat ku untuk pulang dari Kedai Es tebu itu pun aku urungkan. Pikir ku, aku sudah melaksanakan Sholat Zuhur, dan tidak ada lagi aktifikas di Kos-Kosan ku, selain tidur siang.

Teh Putri menceritakan bahwa sesungguhnya kehidupan rumah tangganya sangat harmonis, apa lagi Teh Putri dan Suaminya adalah sama-sama orang terpelajar, dan sama-sama paham Agama. Sampai perlahan suatu saat kondisi tersebut berubah 180o, Teh Putri merasa komunikasi diantara mereka sudah tidak efektif lagi, ada sebuah prioritas dalam sesuatu yang mengatas namakan loyalitas. Mungkin maksudku itu adalah terkait dengan profesi suaminya yang menjadi Dosen di salah satu Universitas ternama di Indonesia, entah karena padat mengajar atau hal lain. Menurut pengakuan Teh Putri, ia hanya mengabdi kepada suaminya ketika mereka berumah tangga.

Singkat cerita Teh Putri mengungkapkan kegagalannya dalam berumah tangga karena unsur politik, entah apa maksudnya aku pun tidak begitu mengerti. "Apa hubungannya politik dengan rumah tangga?" itu adalah pertanyaan pertama ku sepanjang ceritanya sejak rombongan kader partai itu melintasi dengan yel-yel andalan partai mereka.

"ya... Suami saya memutuskan untuk berhenti mengajar di UPI dan memilih bergabung dengan salah satu partai politik nasional untuk bertarung di pemilihan legislatif tahun lalu.... iya tidak pernah jujur pada saya semenjak memilih menjadi politisi" ungkap Teh Putri.

"Tapi bukannya sama saja ya Teh... toh jadi politisi juga mempunyai penghasilan dan juga bisa menjadi perubah di masyarakat kan...." tutur ku sedikit memperjelas...

"tapi apakah kita bisa merubah hal yang besar tanpa memperhatikan hal yang kecil..? sesungguhnya para politisi itu hanya mengatasnamakan perubahan dan mengorbankan proses dalam perubahan itu, banyak orang yang berkompeten, namun ditempatkan pada posisi yang salah, begitu pula sebaliknya, banyak yang tidak memiliki kapasitas namun di anggap pantas, politik sering kali membuat manusia hanya berfikir singkat, untuk memperoleh kemenangan mereka mencari sosok yang dianggap pantas, menurut saya itu hanya topeng yang mengatas namakan perubahan, andaikan ia paham bahwa sesungguhnya ia telah berada dalam proses menuju perubahan, mungkin ia sekarang sudah dalam penyesalan besar karena meninggalkan profesi mulianya sebagai seorang pengajar" singgung Teh Putri yang menceritakan mantan suaminya....

"saya juga sudah tidak nyaman lagi ketika melihat suami saya yang intelek itu, bersanding, menari dan bernyanyi dengan penyanyi dangdut yang justru mungkin tidak mengetahui apa arti etika di atas pentas politik, yang mereka pikirkan hanya bagaimana membuat para peserta kampanye senang dengan menggunakan segala cara. Saya sudah melihat bahwa mereka kehilangan jati diri, sosok intelektual itu sudah tidak lagi kita kenal. Sejak kejadian itu bahkan perlahan harta yang suami saya punya kandas untuk dijadikan mahar politik, bahkan nasihat saya padanya menjadi awal perpisahan kami. Berat memang memutuskan untuk berpisah, dengan waktu yang masih sangat singkat dalam menjalin rumah tangga, apa lagi saya sangat mencintai Kang Haikal, tapi saya yakin yang kuasa punya jalan terbaik" ungkap Teh Putri sembari menunduk dengan tatapan hampa.

 Teh putri menceritakan bahwa menurutnya makna dari politik itu memiliki tujuan akhir yaitu merubah ke arah yang lebih baik,

"Bukankah jika ia tetap mengajar, tetap menulis dimedia masa, tetap menjadi suami yang baik pada anak-anaknya kelak, itu merupakan bagian dari caranya dalam merubah dunia....? walaupun itu dalam aspek yang sangat kecil. Banyak cara untuk merubah dunia jika kita memandang semua secara holistic (Menyeluruh)"..... tutur Teh Putri

Semenjak perpisahan mereka, Haikal Sastra Wijaya yang merupakan mantan Dosen UPI dan mantan Caleg dari salah satu partai politik itu hanya menjadi bagian dari pengurus partai di daerah, karena menurut informasi yang saya terima dari Teh Putri, saat itu suara yang ia peroleh tidak cukup mengantarkan dirinya untuk menjadi wakil rakyat di Provinsi Jawa Barat.

Setelah itu teh putri yang merupakan anak satu-satunya mendapatkan tawaran untuk mengajar disalah satu sekolah swasta Islam di Samarinda. Dan untuk melupakan apa yang terjadi pada dirinya, ia membawa ibunya yang juga sudah sebatang kara untuk pindah ke Kalimantan.

Huh.... sejak kejadian panjang itu aku menjadi seolah mendapat motifasi baru, perlahan rasa simpatik ku pada Teh Putri berubah menjadi rasa segan karena prinsip dan komitmentnya dalam menjalani hidup. Aku seorang Thomas Saputra seperti mendapat pengalaman baru dari pembicaraan kami, yang pasti satu hal yang bisa aku sebarkan pada rekan-rekan ku yang jahil di kampus atas kedekatan ku dengan Teh Putri, bahwa:

Aku Cinta "Pandangannya".....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun