Mohon tunggu...
Tristan Faiq Bariklana
Tristan Faiq Bariklana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Jakarta (Komunikasi dan Penyiaran Islam)

Suka hal-hal yang baik, ga toxic dan rajin menabung.

Selanjutnya

Tutup

Diary

About Me

26 September 2022   06:00 Diperbarui: 26 September 2022   06:19 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Jujur, saya tidak tau bagaimana cara memperkenalkan diri dengan baik, dan dari mana saya harus memulainya. Mungkin saya akan menceritakan sedikit kisah hidup saya selama ini sehingga kalian para pembaca bisa mengetahui sedikit banyak tentang saya.

Hai! saya Tristan Faiq Bariklana, saat ini saya berusia 20 tahun.  Semua orang yang mengenal saya kerap memanggil saya dengan sebutan "Arik", Saya yang mengenalkan julukan itu kepada mereka. Saya memiliki satu saudara kandung laki-laki yang bernama Muhammad Nafee, dan saya tinggal di Pondok Pinang, Jakarta Selatan. 

Saya hanyalah seorang mahasiswa yatim dengan kapabilitas rendah yang memiliki semangat tinggi untuk membahagiakan kedua orang tua. Sungguh, saya berharap ini bisa menjadi kenyataan. Entah bagaimana mewujudkannya nanti, saya tetap berharap petunjuk sang ilahi.

Setelah lulus dari SMP Negeri 87 Jakarta, saya melanjutkan studi di Pondok Pesantren Modern Islam Al Khair Ponorogo, Jawa Timur sampai selesai. Banyak ilmu, pendidikan, dan pengalaman berharga yang saya dapatkan dari sana. Semua orang, guru, teman, dan kerabat yang saya temui disana adalah orang-orang baik.

Pada masa-masa akhir saya mengabdi terhadap pondok, saya mulai memikirkan akan kemana saya setelah ini. Kuliah, bekerja, atau kembali mengabdi di pondok?; benar-benar pilihan yang sulit. Besar sih keinginan untuk lanjut kuliah, tetapi lebih besar lagi kesadaran saya akan keadaan ekonomi keluarga sehingga saya lebih memilih untuk bekerja pada saat itu. 

"Kenapa rik kok nggak lanjut ngabdi di pondok?, kan bisa juga sambil kuliah disana?" banyak orang yang bertanya seperti ini kepada saya. Jawabannya ialah karena cukup bagi saya menetap disana selama lima tahun, saya butuh suasana dan teman baru agar saya bisa lebih berkembang.

Setelah memantapkan diri untuk bekerja, saya mengajukan rencana saya kepada orang tua. panjang lebar berbicara, hasilnya tidak sesuai ekspektasi, saya diharuskan untuk kuliah. Mereka mengatakan saya tidak perlu khawatir dengan masalah biaya dan dananya darimana, karena rezeki selalu datang kepada hambanya yang mau berusaha.

Dengan sebatas ilmu yang saya punya, saya nekat mendaftarkan diri ke Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta supaya beban orang tua tidak terlalu berat (pada saat mendaftar saya masih berada di pondok). Kenapa saya bilang nekat? karena saya sama sekali tidak tau informasi apapun mengenai pelajaran-pelajaran formal. Sehingga usaha saya agar dapat diterima masuk di UIN Jakarta hanyalah berdoa.

Kemudian setelah selesai saya mengabdi kepada pondok, saya pulang ke rumah (Jakarta Selatan). Kami sekeluarga bahkan tetangga-tetangga merasa senang karena saya dan keluarga bisa berkumpul utuh kembali setelah saya meninggalkan mereka untuk menimba ilmu agama di tempat yang jauh dan dengan waktu yang cukup lama.

Banyak sekali kegiatan yang akan kami lakukan sebelum saya sibuk di dunia perkuliahan. Kami sekeluarga berencana seperti ini hanya demi merayakan kepulangan saya.

Singkat cerita, akhirnya saya dinyatakan lulus masuk di UIN Jakarta. Kami sekeluarga sangat senang. Ayah saya yang berbahagia langsung memeluk saya dan berbisik "hebat, semoga sukses terus dan jadi anak sholeh ya". Kemudian saya menjawab "aamiin yah, doain ya..".

Senang saya tidak berlangsung lama. Karena beberapa hari setelah pengumuman, ayah meninggal dunia. Ayah meninggal karena Henti Jantung, yaitu terganggunya ritme detak jantung. Insyaallah ayah saya tidak memiliki riwayat penyakit apapun. 

Ayah meninggal dunia sehari sebelum adik saya masuk ke SMP untuk pertama kalinya. Ibu saya sedih bukan main, sampai-sampai selama satu minggu ia tidak makan sama sekali. Demikian rupa halnya dengan saya dan adik saya. Hnya saja kami berdua tidak terlalu terganggu mentalnya seperti ibu.

Sebenarnya masih banyak sih yang mau saya tulis di laman ini, tentang bagaimana saya mendapat dana sehingga saya bisa kuliah selama 4 semester kedepan, bagaimana prosesi pemakaman ayah dan apa yang terjadi pada saat itu, bagaimana keadaan hidup kami sepeninggal ayah, dll. Tapi mungkin dari sedikit tulisan ini kalian sudah dapat mengetahui siapa saya.

Harapan saya ialah semoga saya bisa menjadi pribadi yang sukses dan berguna bagi bangsa, benar dan baik budi pekertinya, dapat membahagiakan kedua orang tua, dan mendapat ridha dari Allah Swt. di dunia maupun di akhirat. Mungkin cukup sekian, saya ucapkan terima kasih.

Ayah, sekarang anakmu ini berjuang demi keluarga dan masa depannya. Semoga ayah bahagia disana, dan semoga juga kita bersama-sama lagi nanti dalam keadaan yang baik, aamiin. Al Fatihah..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun