Mohon tunggu...
Trisnayanti Ayu
Trisnayanti Ayu Mohon Tunggu... -

Jurnalis amatiran di media online, Guru, Perempuan Sangat Biasa, Selalu punya ambisi bisa membawa perubahan di dunia, ASTUNGKARA

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pagi Terlalu Indah dengan Menyaksikan Kepanikan dan Kepulan Asap

25 Mei 2017   17:06 Diperbarui: 25 Mei 2017   17:20 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semalam, Rabu (24/5/2017) sekitar pukul 23.00 WITA aku masih asyik bermain smartphone diatas tempat tidurku, meskipun TV mungilku masih menyala di dalam kamar kos ku yang sederhana. Jadi lah TV yang menonton aku bukan aku yang menonton TV J

Sampai akhirnya, sebuah Breaking News di salah satu stasiun TV swasta mengalihkan konsentrasiku. Ternyata ada ledakan bom di Kampung Melayu, Jakarta. Dengan smartphone masih ditangan, fikiranku melayang pada kejadian di tahun 2002 lalu, dimana benda serupa juga pernah menghancurkan Bali, Pulau Dewata, Pulau Seribu Pura, Pulaunya Para Dewata…

Ketika itu tepatnya 12 Oktober 2002, adalah rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali, sedangkan ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan. Rangkaian pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang kemudian disusul oleh pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga bertempat di Bali pada tahun 2005. Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai peristiwa terorisme terparah dalam sejarah Indonesia.

Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang telah dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang digunakan berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50–150 kg. (sumber:Wikipedia)

Keesokan harinya, aku bangun pagi seperti biasa, aku masih ingat saat itu aku masih SD (Entah aku lupa kelas berapa). Ketika itu aku lihat Bapak sudah duduk di ruang tamu dan menonton TV dengan wajah yang serius. Lalu dia bilang “Ade Bom di Kuta,” yang artinya “Ada Bom di Kuta,”. Mendengar hal itu aku hanya bisa ikut menatap layar TV, tanpa tahu pasti apa yang disebabkan oleh bom itu. Sedangkan Ibu yang sedang asyik memasak di dapur langsung menghampiri kami di ruang tamu untuk ikut menyaksikan tayangan berita di TV.

Saat itu yang aku lihat di TV adalah puing bangunan yang menghitam, dan orang-orang berlarian, anggota polisi, petugas medis, relawan hingga para korban. Mulai lah aku tahu kalau dampak dari bom itu sangat keji, ada yang terluka bahkan ada yang meninggal dunia. Parahnya lagi saat itu, aku dengar keluargaku berbicara dengan tetanggaku jika bom yang meledak membuat ratusan orang meninggal dunia, ada yang tubuhnya hancur, kakinya ditemukan disini, tangannya ditemukan disana, bahkan ada orang yang menemukan potongan kepala korban yang dikiranya helm.

Aku langsung membayangkan hal tersebut, sampai malam harinya aku tidak bisa tidur saking kuatnya imajinasiku. Aku pun mulai mengutuk orang yang tega berbuat keji dengan meledakkan bom di Bali. Dan semakin aku paham akan dampak bom Bali yang terjadi, malah kembali terjadi bom Bali II. Meskipun ledakannya lebih kecil namun cuplikan video amatir detik-detik ledakan terjadi hingga kini masih terbayang cukup jelas diingatanku.

Aku adalah perempuan yang cukup sensitif, ketika aku melihat sesuatu yang menyedihkan aku selalu membayangkan jika aku ada diposisi itu.Sehingga ketika dulu cuplikan video amatir bom Bali II diputar berulang di TV, mataku selalu berkaca-kaca namun segera aku usap agar tidak ada yang tahu karena mereka kenal aku adalah orang yang kuat dan cuek.

Pahit dan getir dampak Bom Bali I dan Bom Bali II semakin aku rasakan ketika aku mulai menjadi seorang jurnalis freelance. Beberapa narasumber atau orang yang aku kenal ternyata mengalami langsung dampak Bom Bali. Kebanyakan mengalami kebangkrutan dan penurunan ekonomi akibat Bom Bali. Ada yang usaha pembuatan sepatunya bangkrut, ada yang usaha pembuatan Rindik (alat musik khas Bali dari bambu) menurun pasca bom Bali, ada yang harus menutup usahanya di Kuta dan pulang kampung, dan sebagainya.

Aku yakin masih banyak cerita kegetiran yang akan diceritakan oleh orang-orang yang berdampak langsung dengan Bom Bali, terutama mereka yang masa depan dan harapannya direnggut paksa, terutama mereka yang orang-orang terkasihnya direnggut dan tak pernah bisa kembali.

Jujur saja, dengan adanya beberapa aksi terorisme yang terjadi belakangan ini di Indonesia dan di luar Indonesia, membuat aku bergetar. Aku tidak ingin Bali kembali jadi sasaran, aku tidak ingin Bali kembali jadi incaran, aku ingin Bali selalu aman dan nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun