Mohon tunggu...
Tri NilaSari
Tri NilaSari Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Nothing impossible. Never give up!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Stigma Baru Peningkatan Kurikulum

1 Desember 2019   00:50 Diperbarui: 1 Desember 2019   00:55 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Dr. Daniel Carleton Gajdusek, pemenang hadiah Nobel Kedokteran 1976 pernah berkunjung ke Jakarta pada 29 November 1994 mengungkapkan bahwa setelah melihat keadaan pendidikan di Indonesia dia tampaknya berkesimpulan bahwa proses pendidikan yang dijalani anak-anak Indonesia tidak memberi kesenangan dan kesejukan yang dengannya timbul gairah mereka untuk berimajinasi melahrkan pemikiran-pemikiran besar dan gagasan-gagasan baru.

Majalah The Economist pada edisi 29 Maret 1997 menurunkan laporan The Third International Maths and Science Study (TIMSS) antara lain mengemukakan bahwa diantara 41 negara sampel, ternyata anak SD dan SMP di Singapura, Korea Selatan, Jepang dan Hongkong berada pada urutan teratas mengungguli USA dan Inggris yang mempunyai wajib belajar lebih lama.

Namun pada studi internasional lainnya yang dilakukan oleh International Association For Evaluation Achievement (IAEA) pada anak SD dalam Reading Liferacy Study. Indonesia ternyata berada pada urutan keduan terendah dari 23 negara sampel dalam hal memahami bacaan (reading comprehension). Anak-anak kita ternyata hanya mampu memahami sekitar 30% dari materi bacaan.

Dari data diatas bisa disimpulkan bahwa kurikulum di Indonesia masih sangat lemah karena faktor anak-anak di Indonesia yang belajar tentang pengetahuan tidak menjalankan dengan senang hati atau bisa dibilang terpaksa karena tuntutan.

Kurikulum di Indonesia memang harus dirubah yang dimana kurikulum memberi kesenangan dan kesejukan dalam belajar sehingga akan melahirkan imajinasi, pemikiran dan gagasan-gagasan besar yang lahir dari dalam diri pelajar itu sendiri.

Pembelajaran di Indonesia juga harus dibiasakan menggunakan nalar jangan hanya menghafal karena jika dihafal tapi tidak memahami sama saja ilmu itu tidak akan berguna, anak-anak Indonesia terbiasa menggunakan soal pilihan ganda jarang sekali diberi soal dalam bentuk uraian yang padahal dengan soal uraian kita bisa tahu seberapa anak itu memahami apa yang telah dipelajari.

Jika saran tersebut atau selanjutnya tetap seperti ini maka pendidikan Indonesia tidak akan ada kemajuan, belajar hanya akan menjadi kewajiban bukan kebutuhan sehingga penerus bangsa belajar atau tidak sama-sama tidak menghasilkan sesuatu yang hebat karena mereka belajar karena tuntutan dan kewajiban bukan keinginan dan kebutuhan. Bahkan jika pendidikan di Indonesia tidak ada kemajuan maka kita akan menjadi negara terbelakang akan pendidikan atau buta pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun