Mohon tunggu...
trimanto ngaderi
trimanto ngaderi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Pendamping Sosial diKementerian Sosial RI;

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemiskinan Kultural, Penghalang Utama Pemberdayaan KPM PKH

5 November 2021   13:47 Diperbarui: 6 November 2021   05:08 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://mr.id

KEMISKINAN KULTURAL: PENGHALANG UTAMA PEMBERDAYAAN KPM PKH

Salah satu tugas utama seorang Pendamping Sosial adalah melakukan pemberdayaan melalui Program Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau disebut juga Family Development Session (FDS) kepada Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH). FDS ini terdiri dari 5 modul, yaitu modul pendidikan, kesehatan, perlindungan anak, ekonomi, lansia-disabilitas.

Dalam modul ekonomi, KPM potensial diharapkan mampu merintis sebuah usaha. Usaha yang akan dirintis disesuaikan dengan kemampuan KPM dan sumber daya yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal KPM. 

Potensi sumber daya terkait dengan bahan baku  apa yang paling banyak dimiliki. Misal, singkong, pisang, melinjo, bambu, obyek wisata, dll. Sehingga bahan baku tidak perlu membeli dari tempat lain, syukur bisa diproduksi sendiri.

Potensi juga terkait apa saja yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat. Jika merintis sebuah usaha mengetahui betul apa yang sedang dibutuhkan, sudah barang tentu tidak akan mengalami kesulitan dalam memasarkan produk atau jasa, mudah untuk mendapatkan pelanggan.


Proses Penggalian Minat dan Bakat

Langkah awal yang dilakukan oleh seorang Pendamping Sosial adalah melakukan penggalian minat dan bakat terhadap KPM dampingannya. Ia melakukan pendataan siapa saja yang berminat merintis usaha dan kendala-kendala yang dihadapi.  Pada awalnya, KPM yang berminat merintis usaha mengeluhkan permasalahan permodalan. "Belum punya modal, Pak", begitu jawab mereka.

Pendamping Sosial pun menjelaskan bahwa modal bisa diperoleh lewat menabung atau mencari pinjaman ke perorangan maupun lembaga keuangan. Ia juga menekankan bahwa setiap tiga bulan sekali, KPM menerima bantuan uang via ATM. Nah, sebagian dari bantuan itu bisa disisakan untuk ditabung sebagai modal usaha.

Setelah didesak bahwa modal bisa diperoleh dengan cara menabung atau mencari pinjaman, KPM pun berkata, "Belum punya tempat usaha atau kios Pak", begitu keluhnya. Pendamping Sosial pun menjelaskan bahwa buka usaha tidak harus menyediakan tempat khusus atau menyewa kios. Berwirausaha bisa dilakukan di rumah. Untuk pemasaran bisa memanfaatkan teknologi digital via media sosial atau marketplace.

Setelah dijelaskan demikian, mereka pun masih beralasan, "Saya tidak punya keahlian atau keterampilan tertentu", keluhnya kemudian. "Kalau mau kursus biayanya mahal", kata KPM di sebelahnya. Lagi-lagi Pendamping Sosial menyampaikan sekarang ini cukup banyak kursus yang diadakan oleh pemerintah, LSM, ormas, atau lembaga nirlaba lainnya secara GRATIS.  Termasuk juga kursus online yang tak berbayar.

"Walah Pak, tidak ada waktu lagi" keluh yang lainnya. Kali ini si Pendamping Sosial mulai tidak sabar dan sedikit emosi. KPM dampingannya banyak sekali keluhannya. Tapi ia mencoba bersabar dan tetap memberikan pengertian kepada mereka. Berbisnis itu tidak harus fulltime, bisa parttime, atau bahkan sebagai pekerjaan sampingan. Usaha bisa dilakukan sambil bertani, momong anak, mengurus keluarga, mendampingi anak sekolah, dll. Terlebih jika bisnis online, bisa disambi apa saja dan dilakukan kapan saja dan di mana saja. Tapi ya namanya saja orang malas, walau menganggur tidak ada pekerjaan sama sekali pun dia masih tidak segan-segan untuk berkata "tidak punya waktu". 

Kemiskinan Kultural

Pendamping Sosial terus menggali minat dan kendala yang dihadapi KPM. Setelah terus didesak untuk mengungkapkan kendala-kendala, akhirnya sebagian mereka menjawab dengan polos dan tanpa rasa bersalah, "Sebenarnya kami ini cuma MALAS saja kok, Pak!".

Pendamping Sosial sontak kaget sekaligus kesal dengan pengajuan jujur para KPM itu. Seketika itu juga mukanya mendadak pucat, badannya lemas, dan keringat dingin bercucuran di tubuhnya.

MALAS. Penyakit laten yang melekat pada orang-orang prasejahtera. Mereka bukannya tak bisa, mereka bukannya tak mampu, hanya tidak mau. Malas untuk bergerak lebih banyak, malas untuk melakukan hal yang lebih besar, malas untuk melakukan hal yang berbeda. Mereka juga punya keyakinan bahwa kaya-miskin itu sudah nasib (takdir), atau menjadi kaya itu adalah keturunan.

Sifat malas sepertinya telah menjadi adat, kebiasaan, perilaku, bahkan keyakinan. Intinya malas telah menjadi budaya (kultur). Inilah yang disebut dengan kemiskinan kultural. Ini sangat sulit penanganannya, amat sulit pengobatannya. Jika kendala terkait modal, tempat usaha, keterampilan, atau waktu lebih mudah dicari solusinya, maka sifat malas ini nyaris tidak ada solusinya kecuali si pemilik malas itu sendiri punya keinginan yang kuat untuk menghilangkannya. Inilah kendala terbesar dalam pemberdayaan KPM.

Trimanto,

Pendamping Sosial Kecamatan Andong (Boyolali)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun