Mohon tunggu...
trimanto ngaderi
trimanto ngaderi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Pendamping Sosial diKementerian Sosial RI;

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kemerdekaan Jiwa

31 Agustus 2021   12:36 Diperbarui: 31 Agustus 2021   12:56 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source: https://news-medical.net

Oleh karena itu, isilah jiwa dengan sifat-sifat ketuhanan: welas-asih, cinta-kasih, amal kebaikan, dzikir, dll. Itulah kelak yang akan kita bawa ketika mati.

Ada pepatah mengatakan: "tempatkanlah harta-beda di tangan, bukan di hati (jiwa)".

Energi Negatif

Jiwa juga tak seharusnya diisi oleh energi-energi negatif. Kemarahan, kebencian, iri-hati, kesombongan dan semacamnya hanya akan merusak jiwa. Energi-energi negatif akan membuat jiwa menjadi hitam dan gelap. Jika sudah gelap, maka cahaya Tuhan tidak akan bisa masuk ke dalamnya.

Jiwa yang gelap adalah jiwa yang masih terbelenggu. Jiwa yang masih dikuasai oleh nafsu, yang masih mengikuti bujuk-rayu setan, belum menjadi jiwa yang merdeka. Oleh karena itu, energi-energi negatif itu harus dihilangkan dan diganti dengan energi-energi yang positif: memaafkan, rasa cinta, rendah hati, dll. Inilah yang akan membawa kepada ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan.

Ego Diri

Ego diri adalah sikap merasa paling benar sendiri, merasa paling berkuasa, sikap mementingkan diri sendiri, keserakahan, keakuan. Segala yang kita miliki, semua yang kita raih, kita anggap murni hasil usaha dan jerih-payah sendiri, tanpa mengakui peran Tuhan di dalamnya.

Jiwa yang demikian harus dibebaskan. Diganti dengan jiwa yang mengakui akan kekuatan dan kebesaran Tuhan.

Masa Lalu dan Masa Depan

Selanjutnya, untuk meraih kemerdekaan jiwa adalah "melepaskan". Melepasakan semua yang terjadi di masa lalu. Mengikhlaskan, tidak menyesali, tidak menyalahkan. Melepaskan semua kesedihan dan kekecewaan. Kemudian mengisi jiwa dengan menerima. Menerima sepenuhnya, menerima apa adanya. Menerima sebagai takdir Allah (rukun iman ke-6).

Juga merdeka dari kecemasan, kekhawatiran, dan ketakutan akan masa depan. Padahal, masa depan bersifat misteri. Tidak seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi esok. Masa mendatang adalah ghaib, tiada seorang pun mampu meramalkannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun