Mohon tunggu...
trimanto ngaderi
trimanto ngaderi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Pendamping Sosial diKementerian Sosial RI;

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mencintai Israel, Mungkinkah?

19 Mei 2021   06:06 Diperbarui: 19 Mei 2021   06:10 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: https://suaramuhammadiyah.id)

MENCINTAI ISRAEL, MUNGKINKAH?

Konflik antara Israel dengan Palestina sebenarnya sudah berlangsung ratusan tahun lamanya. Sejak zaman para nabi, benih-benih konflik itu sudah bersemi. Ibarat percikan api dalam sekam, bara api mencapai puncaknya di tahun 1948 dan 1967. Entah kapan konflik tersebut akan berakhir. Bisa jadi itu adalah konflik abadi, hingga kiamat tiba.

Kalau ditelusuri secara genealogi, konflik Israel-Palestina adalah konflik antarsaudara sepupu, atau lebih tepatnya saudara satu ayah beda ibu. Konflik antara keturunan Ishaq (Yahudi-Nasrani) dengan keturunan Ismail (Arab-Islam). Keduanya sama-sama memiliki ayah yang sama, yaitu Ibrahim. Hanya beda ibu, Ishaq beribukan Sarah, sedangkan Ismail beribukan Hajar.

Konflik keduanya tidak melulu persoalan agama, juga persoalan politik, ekonomi, social-budaya, dan sebagainya. Pemicu konflik yang cukup menarik adalah berhubungan dengan TAHTA kenabian. Ketika beratus-ratus tahun lamanya "mahkota" kenabian dipegang oleh anak-cucu (dinasti) Bani Israel, mulai dari Ya'qub, Yusuf, Dawud, Sulaiman, Zakariya, Yahya, dan terakhir Isa ibn Maryam. Setelah itu, tahta kenabian berpindah Dinasti Ismail, yaitu Muhammad saw.

Tidak hanya sampai di situ, kini mereka memperebutkan sepotong tanah (Baitul Maqdis) yang di atasnya berdiri Masjidil Aqsha. Juga memperebutkan kota kuno Yerusalem dan beberapa wilayah lainnya, tentang perbatasan Negara, permukiman, dan berbagai klaim lainnya.

Bagaimana Sikap Kita?

Secara umum, masyarakat internasional mengecam dan mengutuk tindakan pemerintah Zionis terhadap warga Palestina. Agama apapun dan Negara manapun tentu takkan setuju dengan segala bentuk kekerasan dan pelanggaran HAM. Termasuk pula Indonesia yang selama ini begitu gigih mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk memiliki Negara berdaulat dan memperoleh kemerdekaannya (sesuai amanat UUD 1945).

Akan tetapi, pada kenyataannya, sekalipun penduduk dunia mengecam/mengutuk perbuatan Israel, tetap saja kita tidak mampu berbuat banyak. Kejadian itu terus berulang dan berulang hingga hari ini. Kekuatan besar dunia seperti PBB, OKI, GNB, Uni Eropa belum bisa melakukan upaya yang berarti. Pun Negara-negara Arab sendiri pun ibarat seorang kasim yang dikebiri.

Apakah kita tidak mencoba berpikir dengan paradigma yang berbeda. Dalam arti, bagaimana jika kita tidak membenci dan memusuhi Isael, tetapi mencoba mendekati mereka, merangkul mereka untuk kita jadikan teman, sahabat (baca: binaan) kita; dengan tujuan agar mereka tak lagi menindas dan menyakiti bangsa Palestina?

Kalau kita sedikit membaca kisah para salafush-shalih, sufi, darwis, juga Walisongo, ada hal yang patut kita cermati di sini. Sebagian dari mereka justeru bersikap simpati terhadap para pelaku maksiat, pendosa, atau penjahat. Ia mendekati mereka, bahkan berteman dengan mereka. Tujuan utamanya adalah untuk membina mereka, agar kembali menjadi orang baik, agar kembali ke jalan yang benar.

Mereka berpikir, kalau kita membenci dan menjauhi mereka, lalu siapa yang akan membimbing mereka, siapa yang akan merubah perilaku mereka, dan siapa yang akan membawa mereka dari kegelapan menuju terang-benderang. (kalau mau masuk surga ya ajak-ajaklah, jangan masuk surga sendirian, mungkin begitu kali, hehehe...)

Tidak mudah memang untuk melakukan hal itu. Tidak sembarang orang bisa menjalankan misi berat dan berisiko seperti itu. Jika tidak memiliki modal yang cukup, bukannya mengajak mereka ke jalan yang benar; bisa-bisa kita malah ikut meniru perbuatan buruk mereka.

Para nabi pun demikian. Biasanya mereka diutus kepada ummat yang kondisi moral dan akhlaknya benar-benar telah rusak berat. Sebut saja Nabi Musa, Isa, dan Muhammad. Dari usaha keras para nabi, tidak sedikit yang membuahkan hasil yang gemilang. Seorang pelacur yang menjadi ahli ibadah, seorang pembunuh yang berubah menjadi orang yang penyayang, seorang perampok yang kemudian menjadi seorang dermawan, seorang yang bengis dan kejam menjadi orang yang lembut hatinya, dan masih banyak lagi.

Lantas, apakah mungkin kita bisa bersimpati (bahkan mencintai) bangsa Israel? Jika mungkin, siapa yang bisa melakukannya? Lalu, bagaimana pula caranya?

Entahlah..... (wallaahu a'lam bish-shawab).

Boyolali, 19-05-2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun