Mohon tunggu...
Lindawati
Lindawati Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis

Setiap orang unik, Setiap orang istimewa, Setiap orang berharga, Jadilah diri sendiri :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hari Keluarga Nasional: Mengoptimalkan Fungsi Afeksi dalam Keluarga

29 Juni 2021   07:49 Diperbarui: 29 Juni 2021   07:55 849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://creazilla.com/

https://creazilla.com/nodes/35036-family-of-four-clipartHari Keluarga Nasional yang diperingati setiap tanggal 29 Juni menjadi momen agar masyarakat tetap menghidupkan fungsi keluarga. Keluarga tidak hanya memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pakaian (fungsi ekonomi); mempertahankan generasi keluarga (fungsi reproduksi); mengajarkan anak-anak berperan sesuai dalam lingkungan sosial (fungsi sosialisasi), dan fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan. Tetapi terdapat salah satu fungsi yang sangat vital bagi pembentukan dan kelanjutan keluarga, yaitu fungsi afeksi (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2018) .

Fungsi afeksi merupakan pemenuhan kebutuhan kasih sayang dan rasa memiliki dari setiap anggota keluarga. Pada dasarnya, keluarga adalah tempat individu mengekspresikan perasaan dan pikiran yang sesungguhnya tanpa rasa takut untuk ditolak. Individu merasa dicintai pertama kali oleh keluarga. Selanjutnya, mereka belajar saling menerima, memberi serta memelihara kasih sayang. Hanya saja, kebutuhan emosi dan perasaan ini cenderung diabaikan. Terutama saat anggota keluarga mengalami emosi atau perasaan yang negatif, seringkali masalah tersebut kurang ditangani dengan memadai.

Kejadian kecil sehari-hari yang mengganggu di tempat kerja ataupun saat bersama dengan anak-anak di rumah berkontribusi pada suasana hati negatif orangtua (mis. marah, frustasi, stres, merasa bersalah). Meskipun situasi tersebut terjadi secara singkat, suasana hati negatif mengakibatkan orangtua berkomentar yang kurang menyenangkan dan waktu berkomunikasi dengan anak menjadi berkurang.

Dalam proses pengasuhan anak sehari-hari, terdapat dua kategori pemicu suasana hati negatif orangtua, yaitu (1) rutinitas mengasuh anak seperti merapikan barang-barang yang berantakan, perubahan rencana keluarga, usaha memenuhi kebutuhan anak secara terus-menerus, (2) tantangan menangani perilaku anak yang menjengkelkan seperti teriakan, perkelahian kakak-adik, permintaan yang terus-menerus. Emosi atau suasana hati negatif dapat membiaskan relasi orangtua dengan anak, seperti mengingat perilaku anak di waktu lalu, membentuk penafsiran orangtua terhadap perilaku anak saat ini, dan menerapkan pendisiplinan yang lebih keras (Brooks, 2011).

Saat emosi negatif (khususnya kemarahan) telah mengarah pada perilaku mengkritik, mengomel, berteriak, dan memukul, maka orangtua maupun anak sama-sama menderita. Anak merasa terluka dan patah semangat. Orangtua merasa bersalah dan merasa kurang memadai menjalankan perannya. Selain itu, stres akan semakin meningkat pada orangtua yang cenderung menghindar dan berharap masalah segera lenyap tanpa adanya penyelesaian yang tepat. Apabila kondisi ini berkepanjangan dan tidak segera ditangani dengan tepat, maka kebutuhan emosi anggota keluarga kurang terpenuhi. Kekurangan ini membuat kondisi dalam diri menjadi tidak seimbang. Selanjutnya, kondisi yang tidak seimbang tersebut menimbulkan perasaan tidak nyaman.

Langkah-langkah Menangani Emosi Negatif Orangtua pada Anak 

Berikut ini merupakan beberapa langkah yang dapat dilakukan ketika orangtua merasa marah, frustasi, atau terganggu dengan perilaku anak:

  • Keluar dari situasi atau menunggu. Hal ini bertujuan mengambil waktu jeda untuk menenangkan diri dan cara menjaga pengendalian diri. Apabila ingin keluar dari ruangan, orangtua perlu mempertimbangkan apakah perilaku anak mengarah pada kekerasan/bahaya (mis. melukai diri sendiri atau saudara) atau tidak. Setelah merasa lebih tenang, diharapkan orangtua kembali menyelesaikan masalah.
  • Menggunakan pernyataan "saya" untuk membantu anak memahami sudut pandang orangtua. Contoh pernyataan "saya": "Saya (ayah) perlu situasi yang tenang saat bekerja". Tanpa disadari penyataan "kamu" lebih sering digunakan orangtua. Contoh pernyataan "kamu": "Kamu berteriak-teriak, mengganggu ayah bekerja!" Pernyataan "saya" menyampaikan kebutuhan atau keinginan orangtua lebih jelas pada anak, sedangkan pernyataan "kamu" menunjuk pada perilaku anak yang mengganggu.
  • Fokus pada hal-hal yang penting (mendasar) dan bertanya pada diri sendiri, "Apakah saya marah pada hal/masalah yang benar-benar penting?" Sebaiknya, menghindari untuk mempermasalahkan hal-hal kecil.
  • Membicarakan inti masalah yang terjadi dengan tenang. Pembicaraan mencakup sebab, akibat, dan solusi. Sebaiknya, pembicaraan berlangsung dua arah, tidak meluas (ke masa lalu, masa depan), dan tidak terlalu panjang. Hal ini membantu anak fokus untuk memahami inti masalah.
  • Menggunakan pendekatan yang positif ketika berbicara dengan anak. Sebaiknya, menghindari kekerasan verbal maupun fisik.
  • Untuk sebagian orang tidaklah mudah mengungkapkan perasaan secara lisan. Oleh karena itu, penggunaan bentuk tulisan (catatan kecil, surat) dapat menjadi alternatif. Contoh: Ibu merasa kuatir kalau kamu pulang melewati batas waktu yang kita sudah sepakati"
  • Memulihkan perasaan antara orangtua dan anak, seperti memeluk atau ungkapan lainnya yang menandakan bahwa masalah sudah diselesaikan dengan baik.

Yuk.... mulai menangani masalah emosi dengan tepat untuk mencapai keluarga yang bahagia. 

Selamat Hari Keluarga Nasional Indonesia.

 Referensi:

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (2018). Sejarah dan Peringatan HARGANAS Setiap Tahunnya.

Brooks, Jane B. (2011). The Process of Parenting. Eighth Edition. New York, NY: McGraw-Hill.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun