Kasidi 611 -- PJKA vs KAI -- Antara Bumi  dan LangitÂ
Tri Budhi Sastrio -- Kasidi
     Mungkin terlalu berlebihan jika perbedaan antara keduanya ini, PJKA di masa lalu dan KAI di masa sekarang dikatakan seperti bumi dan langit, tetapi memang itulah yang bisa dirasakan oleh semua orang. Transportasi kereta api di era KAI sekarang tidak saja nyaman karena fasilitas yang diberikan termasuk gerbong yang nyaman, tempat duduk empuk, berpendingin ruangan, bersih, toilet bagus, tv ok, restorasi nyaman, tetapi juga ketepatan waktu berangkat dan tiba yang nyaris tepat sampai kemenit-menitnya. Pokoknya penumpang dimanjakan, harga terjangkau, dan semua revolusi ini tampaknya dimulai ketika Dirut KAI dikomandani oleh pak Jonan. Bravo untuk pelopor revolusioner yang bersih dan anti korupsi  ini. Semua pendapatan pasti masuk ke kas negara. Tidak ada yang bocor.
     Dibandingkan dengan kondisi dulu, perbedaannya benar-benar seperti bumi dan langit, jauhnya seperti dari barat ke timur. Pokoknya beda dan jauh sekali, sampai kadang ya tidak percaya juga.  Â
     Semasa masih remaja dulu, pernah beberapa kali naik kereta api dari Surabaya ke Jakarta. Yang hebat, ternyata bisa naik tanpa harus ke luar biaya.  Jika harus keluar biaya ya paling-paling sesuai dengan uang yang ada di saku dan masuk ke saku sang kondektur. Negara seakan menggratiskan penumpang yang termasuk golongan kami-kami ini.
     Yang lebih hebat lagi setelah membayar biaya seadanya atau bahkan gratis adalah kondisi di dalam gerbong. Penuh sesak. Koridor penuh lantai penuh. Satu atau dua jam pertama ya masih tahan berdiri tetapi setelah itu ya harus memaksakan diri untuk duduk atau tidur berdesakan dengan orang lain, di lantai dengan alas koran atau bahkan tanpa alas.
     Yang lebih hebat lagi, badan dan kepala ini hampir setiap saat dilangkahi oleh para penjaja makanan yang lalu lalang meneriakkan dagangannya. Berar-benar tanpa henti. Sepanjang perjalanan dari Surabaya ke Jakarta. Yang satu turun di stasiun tempat kereta berhenti, penjaja yang baru datang dan melakukan hal yang sama. Melangkahi badan dan kepala para penumpang di lantai.
     Bisa membayangkan ini bukan? Di tengah kantuk dan bahkan mimpi, teriakan pisang dan nasi bungkus, teh dalam plastil, dan yang sejenisnya, terus berkumandang mengisi kantuk dan mimpi. Tanpa jeda dan benar-benar tanpa jeda. Hanya jika kantuk sudah benar-benar sampai di puncaknya, suara yang sangat mengganggu itu terasa menjauh, bukan karena jeda atau tidak ada tetapi karena otak ini dipaksa untuk lelap. Â
     Panas, bising, tidak nyaman, belum lagi jika ada bayi atau anak menangis, lengkap sudah penderitaan sepanjang malam para penumpang PJKA waktu itu. Belum lagi jika keretanya terlambat, dan biasanya sih terlambat, maka derita dilanjutkan siang hari. Sekarang, gerbong milik KAI benar-benar seperti firdaus. Nyaman dan tepat waktu.
Dengan membandingkan kondisi yang sangat bertolak belakang ini masihkah ada keluhan yang bisa diceritakan masa kini? Rasanya sih tidak ada. Sekarang semuanya ok, dulu semuanya tidak oke. (Kasidi nomor 611 -- tbs/sda/12052025 - 087853451949}