Essi 273 -- Mencoba Menerangi Malam Hanya Dengan Bara Sekam
Tri Budhi Sastrio
Entah mengapa orang yang ini memilih nama
     samaran Jilbab Hitam,
Yang jelas tulisannya membuat banyak orang
     panik plus naik pitam.
Jenis kelamin belum jelas benar, hanya kesan
     kuat mencengkeram
Penulisnya tentu wanita lembut tetapi api lidah
     serta penanya tajam.
Membara membakar ... jantung Tempo pun
     dihunjam dalam-dalam.
Malu, terhina, marah lalu keluarkan jurus sakti
     untuk membungkam,
Akibatnya tulisan pemilik nama samaran seram,
     sang Jilbab Hitam,
Setelah berkibar paling tidak tiga hari tiga
     malam, segera saja karam
Lalu tenggelam, lalu disangka hilang, diam di
     dasar samudera hitam.
Tetapi, entah lupa entah kehilangan akal, di
     jaman semua satu talam,
Kan tidak mungkin menghilangkan catatan yang
     terlanjur beri salam.
Hilang dari Kompasiana, malah muncul di mana-
     mana bagai pualam.
Yang memberi komentar juga semakin banyak,
     berita makin dalam.
Semua ikut bicara, ikut mengupas, akibatnya
     usaha membungkam
Bukan saja semakin kelam malah rasa ingin
     tahulah yang terperam.
Â
Majalah Tempo suka benar melaporkan hasil
     investigasi mendalam,
Dan hasilnya kadang mampu mengubah banyak
     hal dalam semalam.
Singkat kata ini majalah mingguan luar biasa,
     kenyang asam garam
Jadi masalah reputasi, komitmen, dan idealisme
     bak lapisan malam.
Tahan air, teruji segala jaman, etika kebenaran
     dijaga siang malam.
Data ya data, fakta ya fakta, berita ya berita,
     bisa ramah bisa seram,
Yang penting semua ada landasannya, dan
     semua dianggap kalam
Yang ditulis untuk dibaca, yang dirajut untuk
     disimak dalam-dalam.
Berita di Tempo bisa buat banyak orang ciut
     nyali, lalu ia bungkam.
Kebenaran terpendam manakala digali memang
     dapat buat geram,
Tetapi itulah tugas penggali kebenaran, lalu
     memberitakan ke alam,
Agar semua yang berkepentingan paham bahwa
     ada hal terpendam
Yang harusnya diungkap demi kebenaran, dan
     itulah misi terdalam,
Yang diemban sang pembawa kebenaran, pagi,
     siang dan malam.
Lalu sedang asyik-asyiknya jalankan ini peran,
     muncul Jilbab Hitam,
Menyeruak angkasa malam bawa amanat
     menyerang perajut kalam.
Dia yang katanya mengundurkan diri karena
     muak, ya bagian dalam,
Walau mungkin kelas teri dan figuran, tetapi jika
     dianggap tak paham
Mungkin agak berlebihan, juga apa susahnya
     ungkap jati diri si hitam,
Bukankah jika benar wartawan angkatan 2006,
     buka saja data rekam,
Satu menit kemudian pasti segera dikenal siapa
     itu wartawan kelam.
Tetapi yang disuguhkan hanya segudang
     bantahan, betapa si hitam
Sebarkan fitnah, kabar bohong, rekayasa,
     Tempo bersih luar dalam.
Ya ... Tempo itu bersih luar dalam, semua berita
     terang, tidak guram.
Wartawannya lurus, jujur, beretika, sedangkan
     pimpinan lebih dalam,
Mereka penjaga benteng berita kebenaran,
     bebas jasa tempel salam,
Jadi bagaimana berita dikupas dalam-dalam
     atau dibiarkan terbenam
Semata-mata karena adanya uang milyaran ...
     bah, ini tambal sulam.
Tambal sulam kebohongan dan dusta campur
     fitnah yang bikin geram.
Sejak 2006 kata si Jilbab Hitam, tidak terbilang
     berita halaman depan.
Sebagian dari berita itu diangkat secara murni
     karena hasil penelitian,
Tapi tidak kurang yang masuk ke bagian depan
     karena kesepakatan.
Ini semua mengingatkan pada sebuah iklan yang
     kocak sungguhan.
Digambarkan jin sakti hadir untuk mengabulkan
     sebuah permintaan,
Sang pemuda yang percaya dengan lugu
     sampaikan satu keinginan,
Apakah mungkin korupsi serta penyuapan sama
     sekali dihapuskan?
Dengan ringan dijawab, tentu bisa, tetapi berani
     bayar berapa tuan?
He ... he ... he ... itulah jika otoritas dan
     kekuasaan ada di tangan.
Media ecek-ecek saja mampu membalikkan
     banyak situasi keadaan,
Apalagi media sekaliber Tempo yang
     pendekarnya dunia persilatan.
Otoritas dan kekuasaan ada di tangan, yang
     menolak ikut permainan
Ya rasakan saja akibat formal dan informal,
     sekarang atau kemudian.
Bakri, Sinar Mas, Medco, Garuda, Krakatau
     Steel, tulis si wartawan,
Pernah merasakan para pimpinan mingguan
     jadikan mereka korban.
Ini baru jurus satu mingguan, sementara yang
     disebut media harian,
Tak jauh berbeda, bahkan mungkin lebih
     dahsyat memainkan peran.
Kompas, Jawa Pos, Bisnis Indonesia, serta
     beberapa ikut berjualan.
Yang mau menari ikuti irama gendang, boleh
     berlega sambil tiduran.
Yang menolak dan mau berjalan sendirian,
     silahkan saja dirasakan
Bagaimana ada di halaman depan sambil
     memamerkan kesalahan.
Goresan ujung pedang Jilbab Hitam memang
     masih di permukaan,
Perlu waktu untuk membuktikan apa saja di
     bagian dalam lapisan,
Tapi menilik sasaran yang hendak dikuliti bukan
     ular sembarangan,
Jilbab Hitam ibaratnya bara sekam coba terangi
     malam sendirian,
Bara dengan cepat menghilang sedang malam
     menari kegirangan.
Media raksasa tak bisa dibungkam karena
     tugasnya menyuarakan
Tak hanya kebenaran terpendam tapi juga
     kebenaran permukaan,
Dan inilah sedang mereka kerjakan, akibatnya
jangan terlalu heran
Jika bara-bara sekam bak yang ditunjukkan oleh
     mantan wartawan
Hanya sekilas menjadi sinar terang selebihnya
     kembali kegelapan.
Kecuali ... ya kecuali ... Â walau mungkin tidak
     akan jadi kenyataan,
Tak hanya satu Jilbab Hitam yang berani
     menyuarakan kebenaran,
Melainkan ada belasan orang dalam berani ke
     luar guna suarakan,
Ini dengan asumsi apa yang dikatakan Jilbab
     Hitam punya pijakan.
Itu skenario kecuali yang pertama, sedangkan
     kecuali yang kedua,
Walau jelas sekali, sama tidak mungkinnya
     dengan yang pertama,
Pucuk pimpinan tertinggi Tempo membentuk tim
     pendongkel fakta,
Yang tugas utamanya bebas bergerak dan
     membuka data apa saja
Guna mengetahui seberapa dalam rombongan
     penjaga etika berita
Telah terjebak dalam lingkaran maut bagi
     pemilik otoritas dan kuasa.
Komputer, telepon seluler, rekening bank, buku
     pribadi, semuanya,
Boleh diakses, boleh dibuka, bisa ditelaah, guna
     membuktikan etika
Tetap terjaga dan terpelihara sampai pada
     tingkatan maksimumnya.
Setelah semua rampung, si Jilbab Hitam pun
     menjadi laporan utama.
Wajah, cerita, kisah, dan tulisan bersanding
     dengan investigasi etika,
Dengan simpulan yang mungkin saja
     menjungkalkan para kuli tinta.
Tetapi ini semua ... ha ... ha ... ha ... menilik
     raibnya berita pertama,
Jangan pernah mimpi yang seperti ini menjadi
     nyata, ini fatamorgana.
Korup ketika berkuasa bukan milik politisi atau
     pejabat publik semata,
Bahkan sang pengawas kerja mereka, dapat ikut
     terjebak didalamnya.
Itu sebabnya mengapa dulu sering ditanya pada
     para pengawas etika,
Yang bisa awasi pengawas dari pengawas dari
     pengawas yang media?
Bak Jilbab Hitam coba terangi malam dengan
     bara sekam, mana bisa?
Essi 273 --tbs/kas - Â POZ17112013
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI