Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kasidi Nomor 301: Membunuh dengan Teriakan

17 Juni 2021   10:23 Diperbarui: 17 Juni 2021   10:24 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://myfairdiva.blogspot.com/2015/09/the-empress-of-china-c-drama-review.html

Kasidi 301 - Membunuh Dengan Teriakan

Meskipun jurus 'membunuh dalam sepuluh langkah' telah sampai pada titik kesempurnaannya sehingga tidak mungkin gagal tetapi pada akhirnya sang pendekar membiarkan Kaisar Chin tetap hidup, sama seperti yang dilakukan  pendekar lain yang selama ini diburu oleh seluruh kerajaan sebagai orang yang pernah berusaha membunuh Kaisar. Tahu penyebabnya? Karena yang pertama sangat yakin, yang kedua berhasil diyakinkan, bahwa kaisar yang dicap sangat lalim ini adalah orang yang akan mampu menyatukan negeri.

Kepentingan negeri yang lebih besar harus didahulukan dan kepentingan individu harus dikemudiankan bahkan kalau perlu dihilangkan. Sejarah mencatat harapan dua pendekar ini menjadi kenyataan dan dinasti Chin terbentuk pada sekitar 231 SM ditandai oleh bersatunya negeri dan pembangunan Tembok Raksasa Cina dimulai guna membendung serbuan musuh. Yang luar biasa seperti yang digambarkan dalam 'Hero', teriakan ribuan pengawal Kaisar 'Paduka harus memberi keadilan ... bunuh dia ... bunuh dia ... bunuh dia ...', padahal pembunuhan Kaisar nyata-nyata tidak dilakukan walau bisa, pada akhirnya membuat kaisar tidak berdaya.

Ada kepentingan besar dipertaruhkan di sana. Bagaimana dia bisa menyatukan negeri dan dipatuhi semua orang jika gagal menyenangkan laksaan prajuritnya? Akhirnya laksaan anak panah melesat, sang pendekar sirna, teriakan orang banyak betapa pun 'absurdnya' berhasil diredam atau bahasa kasarnya dibungkam.

Kasidi lalu teringat pada peristiwa yang sama sekali berbeda berulang di tempat lain, ratusan tahun kemudian waktunya tetapi dengan teriakan yang nyaris sama 'bunuh Dia ... bunuh Dia ... salibkan Dia ... salibkan Dia ...' Mereka yang mempunyai kuasa untuk menyelamatkan orang yang tidak bersalah akhirnya harus mengalah pada keinginan orang banyak. Mengorbankan nyawa satu orang untuk menyenangkan banyak orang adalah pilihan rasional bagi yang sedang berkuasa.

Peristiwa berbeda di tempat yang berbeda tetapi berkonsep 'membunuh dengan teriakan' terus saja terjadi. Jumlah besar ternyata selalu menakutkan dan mengerikan karena mata hati nurani dapat menjadi buta karenanya. Kasidi no. 301 - -- tbs/sda -- 24112016

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun