Kalimatnya yang terakhir ditujukan pada Kapten Pilot tanpa sedikit pun mengubah arah pandangannya.
Letnan Aji sadar kalau posisinya tidak menguntungkan. Gadis ini bukan tipe orang yang dapat dibuat main-main. Dia tidak ingin mati konyol hanya karena pertanyaan sepele semacam ini.
"Baiklah, kalau anda mendesak terpaksa saya bicara juga." Letnan Aji berhenti sejenak. Pandangannya tidak lepas dari wajah gadis cantik itu. Seulas senyum mulai tersungging di bibirnya. "Saya Letnan Detektif Komang Aji dari Seksi Khusus. Saya mau ke Denpasar."
"Saya tidak tanya Anda mau ke mana, Letnan," potongnya tajam. Kemudian dia menoleh ke arah Kapten  Hermawan sambil berkata: "Kapten, saya beri waktu dua menit untuk menerangkan kepada teman kita ini situasinya. Setengah menit berikutnya saya berikan untuk Letnan ini agar ia bisa berpikir dengan tenang sebelum memutuskan apakah ia mau bekerja sama atau tidak."
Dua menit kemudian, selesailah Kapten menerangkan segala sesuatunya. Letnan Ajji tak sekalipun bergerak dari sikapnya ketika mendengarkan keterangan itu. Bergerak bukan sikap yang bijaksana kalau ada sepucuk senapan otomatis siap tembak sedang tertuju pada diri seseorang. Ini disadar benar oleh Letnan Aji.
"Sekarang ada waktu tiga puluh detik untuk menjawab ya atau tidak, Letnan!"
Suara itu menjadi sedikit lembut sekarang.
"Kali ini saya mau bekerja sama dengan anda, nona tetapi ingat, hanya kali ini saja. Untuk selanjutnya, sebaiknya nona berhati-hati kalau kebetulan berjumpa dengan saya."
Suara Letnan Aji juga keras. Dia sadar bahwa kali ini dia mau tidak mau harus bekerja sama dengan wanita ini. Di samping karena situasi memang memaksa, juga karena pembajakan ini sama sekali tidak membahayakan jiwa siapa pun kecuali sedikit menyinggung rasa harga dirinya tetapi dia yakin bahwa suatu ketika nanti  dia akan mempunyai kesempatan untuk membalas perlakuan ini.
"Terima kasih, Letnan. Anda cukup bijaksana. Sekarang saya kira anda boleh berbicara dengan markas anda untuk menerangkan bahwa secara tidak sengaja menekan tombol panggil."
Di bibir gadis itu mengembang secercah senyum. Senyum yang menawan, Letnan Aji masih sempat memberikan penilaiannya.