Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Puisi Kenangan Pura Besakih

12 Maret 2021   11:11 Diperbarui: 12 Maret 2021   11:28 1198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.baliganeshatours.com/full-day-tours/kintamani-besakih-temple/

Puisi Kenangan Pura Besakih
Tri Budhi Sastrio

Bak larik bianglala bertengger nun jauh di cakrawala,
Gundah dan bahagia datang dan tiba di kala senja,
Membawa harum mawar, menyebarkan wangi dupa!
Sementara di sana engkau pujaan, duduk menatap manja,
Dan aku pun berbisik lirih, engkau cinta aku juga cinta!

Susanto, yang mahasiswa semester VII Fakultas Sastra jurusan Sastra Inggris Univ. Udayana sedang gundah. Tidak mengherankan jika hiruk pikuk pedagang cindera mata atau pun pedagang salak, yang dengan penuh semangat merayu pembeli untuk membeli dagangan mereka, sama sekali tidak menarik perhatiannya.

 Padahal pemandangan apa lagi yang lebih dahsyat dibandingkan pemandangan penuh gairah semangat kerja para pedagang, yang berjejer rapi di anak-anak tangga Pura Besakih, yang konon dianggap sebagai pura tersuci di Bali ini? Tidak ada, bukan? Tetapi Susanto benar-benar gundah. Pikirannya kelam, sehingga kehadirannya di Pura Besakih yang hampir-hampir tanpa rencana sama sekali itu, tidak menampakkan suasana ceria.

Ada dua hal yang membuatnya gundah. Yang pertama, tiba-tiba saja foto Ni Komang Ratna Sari Dewi, gadis manis pujaan hatinya, lenyap begitu saja dari dompet. Dia tidak tahu siapa pelakunya. Dia memang bisa meminta foto yang lain dari kekasihnya tetapi foto mana yang bisa menggantikan foto yang lenyap tersebut, yang telah diciuminya ratusan kali hampir setiap malam itu? Foto mana yang bisa menggantikan senyum manis Ni Komang yang selama setahun terakhir ini selalu menemaninya ketika dia dipaksa menekuni buku-buku tentang Sastra Inggris?

 Lalu juga bagaimana dengan ratusan kali ciuman mesra yang dilakukan selama ini? Bagaimana mengganti ciuman yang hilang tersebut? Menggantinya dengan ciuman sesungguhnya? Sesuatu yang belum mungkin dilakukan. Selama setahun lebih berpacaran dengan Ni Komang tak sekali pun hidungnya pernah mendarat di pipi halus sang pujaan hati. Memang dulu pernah sekali tetapi itu terjadi secara tidak sengaja ketika mereka berdua terjatuh dari sepeda motor pinjaman. Pipi memang bersentuhan dengan pipi Ni Komang, meskipun sesaat. Susanto sering tersenyum seorang diri mana kala teringat peristiwa konyol tersebut.

Susanto tidak tahu jawabnya. Karena itu dia gundah. Sedangkan peristiwa yang kedua justru lebih dahsyat. Minggu yang lalu dosen Kajian Puisi Inggris memberi para mahasiswa tugas akhir. Menulis puisi, dalam bahasa Inggris tentu saja, dengan topik salah satu pura suci di Bali. Susanto memilih menulis puisi tentang Pura Besakih. Puisi tersebut diselesaikan tidak lebih dari dua jam. Topiknya kerinduan seorang jejaka pada kekasihnya. Lalu bagaimana dengan Pura Besakihnya sendiri? Kerinduan yang pada akhirnya berbuah kebahagiaan tersebut diakhiri dengan acara menghaturkan sembah bakti pada Sang Hyang Widhi Wasa di Pura Suci Besakih.

Topiknya memang terlalu sederhana dengan tema yang kurang menggigit tetapi Susanto cukup puas dengan hasil karyanya, Mungkin sulit mendapatkan nilai A, tetapi kalau nilai B tampaknya sudah pasti meskipun dosen Poetry di Unud dikenal sebagai dosen yang pelit memberi nilai. Hanya yang lebih penting lagi, puisi itu dikerjakan bersama-sama dengan Ni Komang. Nah, jika sekarang tiba-tiba saja puisi itu lenyap, sedangkan esok lusa harus dikumpulkan dan Ni Komang sendiri sedang pergi mebakti ke salah satu pura suci di Lumajang, lalu apa yang harus dilakukan?

Bagi yang berpikiran sederhana mungkin jawabannya muda. Coba diingat-ingat puisi yang hilang dan kemudian menuliskannya kembali. Kalau tidak ingat? Tulis yang ingat! Kalau tidak ingat sama sekali? Tulis saja puisi yang baru!  Penyelesaian masalahnya mudah bagi yang berpikiran sederhana tetapi Susanto tidak berpikiran sederhana. Baginya, akal sehat selalu tunduk pada perasaan. Logika harus menyerah pada kenangan dan kerinduan. Langkah penyelesaian yang sederhana bertekuk lutut ketika harus berhadapan dengan nuansa romantis. Bahkan aturan pun kalau perlu dilanggar ketika gejolak jiwa sentimentil menggelegak dalam dada.

Puisi tersebut dikerjakan bersama dengan Ni Komang Ratna Sari Dewi. Sekarang gadis pujaan hati itu sedang berada di kaki gunung Mahameru, sedangkan bayangan dosen Poetry yang tak kenal ampun menggelayut di depan mata. Apa yang harus dilakukan? Susanto berkali-kali menghela nafas panjang. Sulit memutuskan sesuatu tanpa kehadiran Ni Komang sebagai penasehat pribadinya. Tidak mengherankan hatinya gundah, bahkan ketika seberkas gagasan menyelinap dalam hatinya, kegundahan itu tidak juga sirna.

Dia harus pergi ke Pura Besakih dan menulis kembali puisi tersebut di sana sebagai kompensasi tidak hadirnya Ni Komang di sisinya ketika puisi tersebut ditulis. Memang itulah yang kemudian dilakukan sekarang ini! Memaksakan diri pergi ke Pura Besakih meskipun uang saku sangat pas-pasan dan tugas-tugas yang belum selesai masih menumpuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun