Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Essi Nomor 306: Purnama Gulita, Cahaya pun Sirna

5 Desember 2020   11:53 Diperbarui: 5 Desember 2020   12:00 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Essi 306 - Purnama Gulita, Cahaya pun Sirna

Sempat diolok-olok sedang merenda awan serta mega,
Pada akhirnya sang warganegara yang keturunan Cina
Dengan lenggang gemulai, lenggangnya ibukota Jakarta
Melangkah menjadi DKI-2 bersama sobatnya dari Sala.
Pria tampan yang menyandang nama Cahaya Purnama
Walau bagi teman panggilan Ahok lebih punya nuansa,
Tanpa canggung dan risih langsung saja benahi ibukota.
Bersama dengan sang DKI-1 yang memang seia-sekata
Waduk yang dulu penuh sampah dan gubuk kumuh nista
Diubahnya menjadi kawasan bersih, manis dan ria ceria.
Lalu bagaimana dengan korban penertiban sang cahaya?
Bukankah biasanya ribut, melawan, timbulkan bencana?
Inilah hebatnya pasangan nahkoda baru ibukota negara.
Semua yang rumah ilegalnya dirubuhkan tidak disia-sia.
Mereka masuk ke rumah susun milik pemda DKI Jakarta
Yang sejak semula dibangun guna topang rakyat jelata.
Kasur ada, lemari es tersedia, dapur tinggal dipakai saja,
Sedangkan sewa, selama setengah tahun bebas biaya.
Tentu ada yang kecewa tapi hampir semua bersukacita
Dapat tempati hunian layak dan tidak melanggar perda.
Dan ini rencana ternyata punya sisi manfaat serta guna
Tak hanya menolong mereka yang benar tidak berpunya
Tapi juga sukses membongkar kedok para pejabat pemda
Yang entah bagaimana, selama bertahun-tahun lamanya
Menguasai aset pemda yang jadi jatah rakyat menderita.
Kamar-kamar dikuasai begitu saja, dikantongi biaya sewa.
Yang sangat perlu terus menderita di luar sana, sementara
Pejabat bengkok culas dengan nurani buta asyik berdansa.

Kalau si Cina dan si kerempeng dari Sala tidak berkuasa,
Entah masih berapa lama praktek jahat nir tenggang rasa
Terus berlangsung di ibukota bahkan tepat di depan mata
Para penguasa yang konon sudah disumpah bela negara,
Ternyata malah menjadi penjahatnya, ya benar-benar gila.
Jumlahnya? Benar banyak pejabat negara yang buta rasa,
Buta nurani jiwa, buta sumpah janji setia, buta segalanya.
Tetapi untung saja, tentu atas kehendak sang mahakuasa,
Walau terus dihambat, ditentang, bahkan difitnah segala,
Seorang Cina dipilih rakyat jelata untuk membasmi kecoa.
Ha ... ha ... ha ... ini yang sering disabda para bijaksana,
Jika Langit telah punya rencana, para durjana tak berdaya.
Banyak rumah susun sudah kembali ke pangkuan pemda
Dan rakyat menderita bisa tersenyum ria di bawah atapnya.

Jika disimak lebih jauh sepak terjang si Cina duta pembela,
Yang bersih dari noda kotor perilaku korup pejabat negara,
Kadang terpaksa kepala berkali menggeleng tidak percaya.
Kawasan Tanah Abang yang sejak berlaksa hari-hari krida
Di bawah pimpinan banyak gubernur-gubernur sebelumnya
Selalu kusut tidak jelas juntrungan PKL serta lalulintasnya,
Eh, di tangan si Ahok yang Cina sontak berubah seketika.
PKL ada di kiosnya, lalu lintas lancar kurangi polusi udara.
Lho apa iya, perlu seorang Ahok yang Cina guna ini semua?
Mungkin saja tapi yang jelas itu karena dia lurus nurani jiwa.
Tak ada niatan mengeruk uang negara, semua bersahaja.
Tegakkan perda, rangkul dan fasilitasi semua korbannya,
Maka kawasan yang rasanya hampir mustahil untuk ditata
Akhirnya kini menjadi tempat yang nyaman buat berbelanja.
Wakil ketua DPRD yang konon 'godfather' preman di sana
Dihadapi gagah berani dan hasilnya dia tak berkutik jadinya.

Juga pernah si Cina yang satu ini membela lurah nan jelita
Yang tak hanya didemo warga, juga dibenci pejabat negara.
Dengan gagah berani semua dihadapi; Susan si melati jelita
Engkau tetap lurah saya, terus saja bekerja, itulah titahnya,
Warga dan bahkan menteri itu urusan saya ... ini luar biasa.
Dan faktanya sekarang si lurah diterima oleh semua warga,
Sementara si menteri, entah sudah sadar entah bagaimana,
Yang jelas semakin jarang terdengar merecoki si DKI dua.
Itu kasus menteri yang pertama, sedang kasus yang kedua
Dengan menteri yang jelas tidak hafal lagu Indonesia Raya
Tetapi lagak-lagunya bak seorang guru nyanyi hafal semua.
Dianggap hambat proyek MRT di Lebak Bulus milik pemda
Menteri yang tidak hafal lagu Indonesia Raya ditantangnya.
Hasil akhirnya? Proyek jalan lagi ... Ahok si Cina luar biasa.
Sementara pejabat bawahannya, terus dikoreksi kinerjanya.
Yang bandel dan tak becus segera dikandangkan di pemda.
Yang korup dan suka berdusta, dimaki dan ditindak segera.
Pendek kata, kerja keras serta lurus bersahaja tanpa dusta
Adalah motto semboyan si Cina untuk semua bawahannya.
Dan hasilnya jempol pun diacungkan tinggi-tinggi ke udara.
Maju terus Ahok, itu kata mereka yang persimpati padanya.
Gebuk serta hajar pejabat bengkok yang curi uang negara.

Yang paling anyar ketika si Cina menulis surat ke Gerindra.
Isinya sederhana, karena ini partai tidak lagi jalan di relnya,
Dia putuskan untuk berhenti jadi anggota partai; untuk apa,
Tanyanya penuh retorika, jika balik DPRD yang berkuasa,
Guna tentukan siapa yang jadi gubernur, bupati, walikota?
Tanpa rakyat bersatupadu mendukungnya bagaimana bisa
Dia yang Cina dapat membenahi DKI Jakarta yang ibukota?
Dulu dia bersedia maju walau partai pengusung hanya dua,
Jumlah anggota dewan dari partainya hanya segelintir saja,
Karena yakin jutaan warga Jakarta bebas untuk memilih dia.
Dan nyatanya benar dia, partai itu bukan empunya negara.
Negara ini dimiliki seluruh rakyat, entah di kota atau di desa,
Entah miskin atau kaya, entah cerdas atau bodoh luar biasa.
Negara milik mereka, jadi yang miskin dibantu biar sejahtera,
Yang bodoh didorong agar mau belajar, itulah tugas negara,
Bukan sebaliknya, ditentukan hanya oleh segelintir manusia,
Yang tidak jarang, jika statistik acuannya, ternyata bisanya
Merompak dan merampok uang negara, lalu asyik berdusta.
Tak diusung partai tak apa, asal rakyat sederhana percaya,
Dia pasti akan mampu tuntaskan semua sisa pekerjaannya
Ini jika negara tak perlukan ia dalam kabinet kerja rekannya.
Purnama telah gulita cahaya pun sirna tapi itu bagi Gerindra.
Bagi negara? Akan kembali purnama, akan terus bercahaya.
 
Tri Budhi Sastrio - Essi 306 -- SDA12092014 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun