Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Essi Nomor 305: Tak Tahu Harus Kugubah Apa

5 Desember 2020   08:55 Diperbarui: 5 Desember 2020   09:11 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.thecultureconcept.com

Essi 305 - Tak Tahu Harus Kugubah Apa

Begitu banyak kata tetapi tetap saja tak tahu harus kugubah apa.
Begitu banyak duka tapi mana yang harus kugurat dengan pena,
Tetap riuh dengan tanya ... walau pada langit, walau pada surga,
Telah kulabuh sonata serta doa, dan kucoba melontarkan tanya,
Tapi seperti biasa tak ada jawab dari sana karena konon katanya
Jawab itu sudah lama ada, tertulis abadi dalam hati sanubari jiwa.
Ayo buka dan baca, semua sudah lama ada serta digurat di sana.
Aku mengangguk dan tentu saja percaya, tetapi bagaimana bisa
Kubuka catatan tentang wanita yang amat menawan dan dicinta
Jika baris demi baris hanya tentang gagalnya seorang pria buta.
Pria yang selama ini buta jiwa, gagal mengubah janji jadi realita.
Sejak masih anak-anak engkau sudah merasa bagaimana derita
Lahir pada keluarga yang mungkin punya banyak kasih dan cinta
Tapi untukmu tak banyak kesempatan dibuka, hanya untung saja
Nenek tercinta mencurahkan semua yang ada besarkan hati jiwa.
Sekolah tak tuntas karena biaya, padahal engkau tekun luar biasa.
Kemudian engkau berjumpa dengan pemuda yang memang setia
Tapi tak cukup piawai dan pandai guna mewujudkan cita-cita lama.
Sebenarnya bisa saja jika kau keras memaksa tetapi seperti biasa
Untuk anak-anak selalu yang utama, sekali lagi kau pendam rasa.
Tidak apa tak menaikkan layar bahtera, asalkan tiga putri tercinta
Sampai juga merasakan manisnya bangku kuliah meraih cita-cita.
Itulah engkau Linda, kau korbankan semua yang seharusnya bisa.

Lalu seperti biasa kau dengan suara lirih, tidak pernah memaksa,
Memberi semangat pada pria yang mungkin terlalu lama buta jiwa,
Agar paling tidak, terus keras berusaha untuk anak-anak tercinta,
Ada atap berteduh di hari tua, karena pengalaman semasa muda
Tunjukkan betapa terlunta-lunta mereka yang atap saja tak punya.
Kami sepakat melakukan apa yang bisa agar mereka tidak dihina.
Memang masih bocor di mana-mana, tapi paling tidak sudah ada,
Dan kau selalu tersenyum membesarkan hati jiwa sambil berkata
Tidak apa kotor dan bocor, tetapi ini rumah untuk mereka bertiga.
Kemudian, mungkin yang paling tak ada duanya, nanti pasti ada
Masanya kalau bukan kita, mereka bertiga yang membenahinya.
Mendengar itu semua, apalagi yang bisa dibuat si pria buta jiwa
Kecuali ikut senyum tertawa gembira, inilah semangat nan prima.

Hanya pada penghujungnya, kala tinggal selangkah cita-cita lama
Akan seindah lembayung senja tepian pantai pasir merona jingga,
Tiba-tiba saja yang semula dikira biasa berubah jadi aum serigala.
Bahananya menakutkan dan mencemaskan kami semua keluarga.
Dokter mengatakan tidak berdaya dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Kami tentu saja tak terima, bagaimana bisa, katanya ini hal biasa,
Bagaimana tiba-tiba berubah jadi sesuatu yang tidak ada obatnya?
Kami tak percaya, kami tak akan menyerah, akan lakukan apa saja
Ya apa saja yang bisa, asal suratan takdir tidak katakan sebaliknya
Semua yang ada akan didedikasikan untuk menyembuhkan dianya.
Tiga putri tercinta berjuang bersama melakukan apa saja yang bisa
Hasilnya mungkin memang belum ada, masih gelap tak ada cahaya
Tapi mereka pasti tidak akan menyerah begitu aja, asa masih mega.
Saya juga akan berjuang tepat di sisinya, walau saat ini masih saja
Seperti terjebak tidak berdaya, tepat di jantung peradaban manusia.
Ada tugas kewajiban yang harus dipurna, ya Tuhan berkati semua.
Tanpa kasih dan karunia, bagaimana kami bisa lewati ini prahara?
Semoga para dokter di rumah sakit terbaik ini selamatkan nyawa,
Orang yang bukan saja amat tulus mencinta tetapi juga amat setia.

Iman dan percaya masih kokoh tahan gempuran ombak samudera.
Takut khawatir memang terus membara, tetapi seperti bunyi sabda
Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya, kami juga sama.
Kami percaya bahwa hanya sang mahapenentu yang empunya jiwa.
Jika beliaunya masih tetap percaya menitipkan dia yang kami cinta,
Maka semua yang ada dan bisa pasti dikerahkan guna menjaga dia.
Dan sambil terus mendaraskan tekad jiwa, larik-larik kenangan lama
Bergelayut mesra bersama suara merdu seorang wanita paruh baya
Yang dalam semalam, pernah mengubah tidak hanya wajah Britania
Tapi juga dunia, kala bermimpi mempunyai mimpi mengubah dunia.

Tengah malam, darasnya merdu, tak ada suara dari jalanan, lalu apa
Bulan sudah hilang ingatan, kok tersenyum sendiri di tengah cahaya
Lampu jalanan, sementara daun-daun kering kemersik di bawah kaki,
Dan angin pun mulai mendesah lirih walau tak jelas pada siapa diberi.
Kenangan, dia sendirian di bawah sinar rembulan, aku pun tersenyum
Pada masa-masa lalu, indah berseri dan sejauh aku tahu, yah kuntum
Akan kubiarkan kau mekar dan kembang kembali, indah berseri-seri.
Lalu lampu jalanan tiba-tiba memberi peringatan, pendar pun padam,
Fajar akan segera menyingsing ... jingga sudah di langit walau kelam.
Terang pagi, harus ditunggu sinar matahari, kehidupan baru di sana.

Lalu, lagu merdu itu terus saja menyertai mata yang berkaca-kaca,
Membayangkan kenangan akan selalu melongok mengajak bicara.
Tak peduli tuannya sedang gundah gulana, pokoknya ayo bersama.
Duh ... kereta kenangan mengapa tidak kau ajak dia larat ikut serta,
Jika memang mau mengajak bicara, agar kami semua ikut gembira?
Lalu, lagu merdu itu terus saja menyertai mata yang berkaca-kaca,
Dan ingatan kembali pada baris pertama awal mula kugurat jiwa.
Begitu banyak kata tetapi tetap saja tak tahu harus kugubah apa.
Begitu banyak duka tapi mana yang harus kugurat dengan pena,
Tetap riuh dengan tanya ... walau pada langit, walau pada surga,
Telah kulabuh sonata serta doa, dan kucoba melontarkan tanya,
Tapi seperti biasa tak ada jawab dari sana karena konon katanya
Jawab itu sudah lama ada, tertulis abadi dalam hati sanubari jiwa.

Tri Budhi Sastrio - Essi 305 - POZ28042014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun