Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kasidi Nomor 602: Ajaran tentang Bahagia

4 Desember 2020   14:54 Diperbarui: 4 Desember 2020   15:52 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.instagram.com/p/CHgwt_gF_xR/

Kasidi 602   Ajaran Tentang Bahagia

          Tentang bahagia sudah lama sekali diajarkan, begitu juga tentang empati dan berbagi bagi sesama, begitu juga tentang memberi termasuk memberi santuan bagi siapa saja yang membutuhkan. Ajaran yang mulia, abadi, pasti benar dan mengikat ini disampaikan sendiri oleh Tuhan pada semua manusia, baik yang percaya atau tidak percaya, dengan tujuan menyadarkan banyak orang betapa indah hidup di bumi ini jika ajaran tentang bahagia dipahami, diikuti, dan dijalankan sepenuh hati.

          Berikut adalah ajaran yang ditujukan pada siapa saja yang melakukan atau mengalami kondisi tertentu dan karenanya patut disebut bahagia: (1) Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga; (2) Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur; (3) Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi; (4) Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan; (5) Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan; (6)  Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah; (7) Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah; (8) Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga; dan (9) Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.

          Berlandaskan ajaran di atas, definisi bahagia yang dirasakan oleh Kasidi selalu terkait dengan sikap rendah hati, murah hati, sederhana, bersahaja, dan apa adanya. Hanya orang yang mempunyai sikap semacam ini yang dapat merasakan bahagia sejati, atau dengan kata lain bahagia sejati itu muncul jika seseorang mampu bersikap rendah hati, murah hati, sederhana, bersahaja, dan apa adanya.

          Jika sikap di atas ini tercapai maka konsep 'berbagi' atau 'memberi' atau 'menyantuni' menjadi tidak hanya sekedar konsep melainkan menjadi sesuatu yang dilakukan sehari-hari, bukan karena paksaan, bukan karena ingin pamer dan dipuji, bukan juga karena ingin merasa lega dan bahagia. Berbagi, memberi dan menyantuninya menjadi berbagi, memberi dan menyantuninya yang tulus dan semata-mata dilakukan karena memang diajarkan, senang melakukan dan memang banyak yang memerlukan.

          Tuhan memang pernah mengajarkan lebih mulia memberi dari pada menerima tetapi tidak berarti bahwa menerima itu sesuatu yang salah dan hina, malah menurut Kasidi sama mulianya. Memberi mulia, mau menerima juga mulia. Bagaimana seseorang dapat memberi jika tidak ada yang mau menerima? Kisah nyata berikut mungkin bisa memberi gambaran betapa erat kait kelindan 'memberi' dan 'menerima'.

Pisang goreng ini pisang goreng polos digoreng langsung dari pisang kepok tanpa diberi adonan. Kupas pisangnya, bagi dua, goreng, dan inilah jadinya. Pisang ini pemberian seorang ibu langganan tempat biasa membeli tape. Entah bagaimana ceritanya, setelah tape singkong dibayar, ibu ini tiba-tiba memberikan satu sisir pisang kepok. Tatkala Kasidi menanyakan harganya, dia menolak dibayar.

Entah ibu ini pernah mendengar Sabda Tuhan yang mengatakan '"Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima," entah tidak, yang jelas Sabda ini sempat terlintas sebelum akhirnya pemberian diterima, dibawa pulang, digoreng polos, dan foto ini jadinya.

Para rasul yang ingat pada Sabda Tuhan ini memberi contoh rajin bekerja agar dapat membantu orang lain yang menderita. Kasidi sendiri yang selalu sepakat dengan Sabda Tuhan, saat ini juga sama. Adalah lebih bahagia dapat memberi, sehingga setiap orang yang dengan sukarela mau memberi hendaknya diterima agar dia dapat merasakan kebahagiaan.

Coba bayangkan jika tidak ada orang mau menerima pemberian lalu bagaimana seseorang dapat memberi dan kemudian merasa berbahagia? Setiap kali ada yang berniat memberi pasti ada atau harus ada yang mau menerima.

Tuhan memang hebat dan tidak pernah 'ngawur'. Peran menerima yang seakan-akan lebih mudah ternyata pada titik tertentu menjadi tidak mudah, atau dengan kata lain, seperti yang dirasakan Kasidi pagi ini, menerima menjadi tidak mudah meskipun tetap sepakat dengan Sabda Tuhan bahwa adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun