Cincin Emas
Tri Budhi Sastrio
Masa kanak-kanak adalahÂ
Masa paling indah
Masa penuh dengan permainan
Masa paling dekat dengan alam!
Minggu pagi itu cerah sekali. Matahari bersinar hangat, burung-burung terbang kian kemari dengan riang. Kepak sayap mereka sesekali memantulkan sinar matahari, menciptakan bayangan indah tersendiri yang mampu membuat seorang seniman terpaku, terpesona oleh keindahan yang tercipta dari gabungan dua jenis ciptaan Tuhan yang berlainan.
Serombongan anak laki-laki tanggung tampak muncul di mulut jalan. Mereka riuh berseloroh. Yang satu mengejek yang lain. Yang diejek membalas. Teman-temannya yang lain tertawa lebar. Mereka yang tertawa lebar pun akhirnya mendapat giliran kena ejek. Begitulah sambil terus berseloroh, tertawa-tertawa, saling mengejek, mereka berjalan melintas jalan utama dan kemudian berbelok ke kiri ke arah tambak-tambak ikan.
"Kawan-kawan!" terdengar salah seorang dari mereka, yang mengenakan celana pendek berwarna biru dan baju kotak-kotak hitam, berkata pada teman-temannya. "Jangan sampai lupa ya! Kita tidak boleh dan dilarang menangkap ikan. Tujuan kita ke mari adalah menangkap ketam dan kepiting."
"Beres ... jangan khawatir ...," teman-temannya menjawab bergantian.
"Minggu lalu, kejadian yang dialami Rustam harus diingat terus!" kata anak yang berkata pertama tadi. "Bagaimana, Rus? Kau jera tidak?" tanyanya pada Rustam.
Yang ditanya mengangguk.
"Aku jera, deh! Habis kena marah pak Karman di tambak, di rumah aku masih kena marah lagi. Bapakku yang rupanya mendapat laporan dari pak Karman menggebukku dengan rotan!"
Teman-temannya tersenyum lebar.
"Rasain lu!" salah seorang memberi komentar sambil tertawa lebar. Rupanya hal itu membuat mereka senang.