Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi Nomor 399 - Berjuang untuk Imlek Lalu Pulang

23 Januari 2019   12:02 Diperbarui: 15 Januari 2022   15:57 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Essi no. 399 - Berjuang Untuk Imlek Lalu Pulang
Tri Budhi Sastrio

Seiring dengan ditabuhnya genderang sonata bintang,
Tua muda, pria wanita, jelek tampan, normal pincang,
Sudah pasangan ataupun masih lajang, tak terbilang,
Semua riang menyiapkan diri, untuk kemas berjuang,
Mengalahkan waktu dan jalan panjang, untuk pulang.
Ya pulang, pulang ke rumah orang tua sanak kadang,
Tidak hanya untuk sekedar rona masa silam dikenang
Tetapi juga untuk memberi warna masa kini sekarang,
Mengabarkan tidak hanya kesan riang di rantau orang
Juga cerita, juga kisah, tentang warna tanah seberang.
Dan semua laksana kisah perang, kalah atau menang.
Hanya bedanya, kalah menang di sini ya tetap pulang.
Karena memang pulang yang jadi tujuan, kalah pulang,
Menang pulang, bahkan tak berubah pun, tetap pulang.
Mengapa? Karena pulang mimpi dambaan setiap orang
Yang rindu mengadu nasib peruntungan di rantau orang.

Aku harus pulang, kami pasti pulang, dan kita pun bilang
Semuanya pulang; susah senang bukan urusan, sayang.
Yang penting pulang, harus pulang, dan harus sekarang.
Karenanya tidak heran, jika moda yang bisa ditunggang,
Entah yang terbang di atas awan, atau seberangi jurang;
Atau terjang kabut rintang jalan, atau arungi gelombang,
Guna sampai di tempat tujuan, semuanya diserbu orang.
Karcis angkutan semua moda tandas tanpa sisa, sayang.
Bahkan tidak jarang, ada yang pesan tahun silam jelang,
Tatkala kerja masih terus saja, siang malam jadi bayang.
Itu konsep pulang, menjadi mimpi dambaan setiap orang.

Sejak manusia berani siap menetap garap sawah ladang
Membina keluarga harapkan penerus guna ikut berjuang
Agar kelak tatkala diperlukan bisa dirawat sanak kadang
Maka bermukim jadi gaya peradaban dan konsep pulang
Mulai bersemi lalu tumbuh dalam-dalam kuat terpancang
Sebagai persiapan, tiga atau empat generasi mendatang
Yang pasti akan siap merantau, guna membuka peluang.
Lalu mimpi pulang, perlahan tumbuh tanpa perlu disiang.
Pulang itu mantra penuh ritual pesona bagi setiap orang
Yang berani keluar melenggang agar tak jadi pecundang.
Akhirnya sampai sekarang, pulang menjadi ritual panjang
Bagi semua orang, apapun budayanya dan latar belakang.
Tak jarang persiapan bergantang-gantang jauh menjelang
Dirajut perlahan karena kenangan guna pulang terbayang.

Nyepi Galungan, Natal Tahun Baru, Imlek serta Lebaran,
Menjadi pemicu pergerakan orang, dalam ritual tahunan,
Yang perbawa dan skalanya benar-benar masif gerakan.
Jika negara gagal menyediakan banyak moda angkutan,
Revolusi kecaman pasti nyaring dentangkan kemarahan,
Bahkan pemerintahan bisa saja kocar-kacir tidak karuan  
Mendapat hantaman bertubi puluhan juta orang tertahan
Yang tak bisa pulang angkutannya habis diborong orang.
Itu yang terjadi saat ini, tepat di depan hidung sekarang.
Setelah Natal dan Tahun Baru, Imlek datang menjelang.
Ingin tahu yang ingin pulang? Ratusan bahkan milyaran.
Ya, milyaran orang di seantero jagat sedang persiapkan
Oulang ke kota asal guna temui papa mama, bibi paman
Kerabat keponakan, teman sahabat, juga handai taulan.
Tentu banyak kisah serta cerita ingin segera dikabarkan,
Bisa susah bisa senang, entah sukses entah berantakan,
Pokoknya bisa pulang, bisa mengabarkan sang keadaan.
Itulah drama raya ritual kebudayaan penanda peradaban
Yang membedakan manusia jaman nomaden berkeliaran
Dengan orang milenial yang menetap dalam pemukiman.
Tubuh mungkin diam saja, tetapi yang namanya pikiran,
Berkelana tidak berkesudahan melintas tanpa halangan,
Walau pada akhirnya ya tetap pulang yang jadi dambaan.

Pulang, pulang, pulang, itulah tekad membaja ke depan.
Aku ingin pulang, aku harus pulang, tak boleh halangan
Menyirnakan ini keinginan, karena pulang itu kerinduan.
Sepetak sehalaman, sehati sepikiran, sejalan eka tujuan.
Pulang dan ingin pulang guna merajut benang kenangan
Yang ternyata tak bisa dibeli bahkan dengan kesuksesan.
Kenangan hanya dapat lunas terbayarkan lewat kegiatan,
Kegiatan tahunan yang labelnya pulang riang bersamaan.

Lalu semua kembali berulang dari pagi sampai petang,
Keras berjuang agar sebelum Imlek tiba bisalah pulang.
Seiring dengan ditabuhnya genderang sonata bintang,
Tua muda, pria wanita, jelek tampan, normal pincang,
Sudah pasangan ataupun masih lajang, tak terbilang,
Semua riang menyiapkan diri, untuk kemas berjuang,
Mengalahkan waktu dan jalan panjang, untuk pulang.
Ya pulang, pulang ke rumah orang tua sanak kadang,
Tidak hanya untuk sekedar rona masa silam dikenang
Tetapi juga untuk memberi warna masa kini sekarang,
Mengabarkan tidak hanya kesan riang di rantau orang
Juga cerita, juga kisah, tentang warna tanah seberang.
Dan semua laksana kisah perang, kalah atau menang.
Hanya bedanya, kalah menang di sini ya tetap pulang.
Karena memang pulang yang jadi tujuan, kalah pulang,
Menang pulang, bahkan tak berubah pun, tetap pulang.
Mengapa? Karena pulang mimpi dambaan setiap orang
Yang rindu mengadu nasib peruntungan di rantau orang.

Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com
087853451949 – SDA23012019 – Essi no. 399
 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun