Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kasidi Nomor 464 - Tampak Berkuasa tetapi Tidak Berdaya

11 Juni 2018   14:31 Diperbarui: 11 Juni 2018   17:46 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiga paparan dari tiga romo dan dua kesaksian dari dua awam mengisi acara seminar di Surabaya yang justru digagas oleh sebuah lembaga pendidikan tinggi ilmu filsafat di kota Malang. Begitulah jika jejaring yang menyatukan, batasan tidak lagi relevan. Semuanya dapat didekatkan sekaligus dapat dijauhkan. Semua paparan menarik, tetapi paparan dari Romo Antonius Benny Susetyo, biasa dipanggil Romo Benny, menjadi lebih menarik karena beberapa hal ternyata tidak pernah terpikirkan oleh Kasidi.

Kasidi memang orang desa tetapi yang disampaikan oleh romo yang sekarang harus banyak meluangkan waktunya di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) ini benar-benar tidak pernah terpikirkan secara gamblang dan terfokus sebelumnya. Memang sayup-sayup sudah mendengar sejak lama tetapi benar-benar tidak terpikirkan kalau keadaannya sebenarnya sudah begitu 'dalam dan parah'. Berikut adalah rangkuman singkatnya, versi Kasidi, bukan versi Romo Benny.

Pertama adalah fakta bahwa negara yang tampaknya mempunyai hampir segala macam otoritas itu ternyata rapuhnya bukan main. Mereka yang berada di luar inti terdalam pemerintahan, mungkin akan berpikir sebaliknya, tetapi yang benar-benar ada di dalamnya, dan ada di dalamnya benar-benar, pasti menyadari betapa lemahnya negara.

Kedua, negara biasanya selalu tunduk alias tidak berdaya terhadap apa yang disebut sebagai 'pasar'. Sampai pada titik tertentu negara sepertinya mempunyai kekuasaan yang besar, tetapi setiap orang yang jeli melihat dan merasakan sendiri dari dalam, betapa rapuh dan lemahnya otoritas negara terhadap pasar. Gejolak yang terjadi di Korea Utara dan bagian dunia lainnya, umpamanya, bisa dirasakan oleh pasar di Indonesia, dan negara pun akan 'kelimpungan' jika diminta mencegah agar dampak jelek pertikaian di sana tidak berdampak apa-apa di sini. Tidak bisa dan bahkan mustahil.

Ketiga, masyarakat luas. Dalam keadaan normal dan biasa-biasa saja, masyarakat diatur dan dikendalikan baik oleh dirinya sendiri maupun oleh negara melalui peraturan dan perundang-undangan. Tetapi ada sedikit saja pemantik dinyalakan, hal yang normal dapat diubah dengan cepat menjadi tidak normal. Nah, masyarakat yang sedang dalam keadaan tidak normal, dan jika mereka bisa bersatu, maka hampir dapat dipastikan negara tidak berdaya.

Keempat, partai politik. Adalah konstitusi negara yang mengatakan bahwa hanya partai politik yang dapat mengusulkan calon pimpinan negara yang nanti akan memimpin maupun calon legislatif sebagai pembuat undang-undang. Dalam hal ini tampak jelas betapa negara tidak bisa berbuat apa-apa dalam artian mengatur partai politik yang ada. Jika ada banyak calon yang dalam kepalanya ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara diusulkan oleh partai politik, maka negara tidak bisa berbuat apa-apa.

Kelima, dan ini yang paling mengejutkan, adalah adanya 'mafia' dengan segala bentuknya. Coba dibayangkan, negara dengan segala otoritas dan perangkat hukum serta aparatnya yang hebat itu, pada dasarnya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap kebaradaan mafia. Jika salah satu anggota mafia melakukan tindak kriminal dan ketahuan atau ada yang melapor, memang negara dapat bertindak. Tetapi bagaimana kalau mereka tidak melakukan kejahatan berterang? Mereka ada, mereka bertindak secara legal, padahal mereka mafia, bisakah negara menekuk dan membasmi mereka? Buktinya ya sampai sekarang mereka tetap ada, tetap berkuasa, tetap berjaya, tetap kaya raya, tetap kuat, dan tetap dapat mengatur banyak hal, langsung atau tidak langsung.

Coba bagaimana jika keadaan negara yang sebenarnya ternyata seperti ini? Siapa yang tidak miris? Kasidi yang tidak paham apa-apa saja gentar dan sedih, apalagi yang paham benar dan benar-benar paham? Negara yang diharapkan selalu hadir jika ada ketidak-adilan, negara yang diharapkan selalu memihak jika ada diskriminasi, negara yang diharapkan dapat menjaga konsitusi dan dasar negara untuk mempertahankan keberagaman, negara yang diharapkan menjadi pelindung di hari tua dari rongrongan niat jahat orang-orang picik dengan beragam dalih, eh ternyata lemahnya setengah mati? Siapa yang tidak gentar dan sedih?

Lalu apa yang harus dilakukan? Kita semua yang tidak picik dan tidak jahat, kita semua yang berpikiran terbuka dan cerdas, ya harus bersatu padu melakukan apa yang bisa dilakukan untuk mempertahankan negara tercinta ini. Jangan biarkan mereka yang picik itu mendapat kesempatan emas untuk meruntuhkan negara tercinta ini. Itulah inti paparan, versi Kasidi.

Kemudian, ini yang juga menarik, tatkala salah seorang penanya menegaskan bahwa 'hierarki' di Indonesia 'mandul' jika acuannya kaderisasi generasi muda untuk ikut serta berperan dan terlibat dalam bidang politik sehingga dapat ikut serta mengawal arah dan tujuan negara ini. Sebuah komentar muncul 'lho hierarki ya harus mandul, lha kalau tidak mandul kan malah berabe'. Dua teman yang mendengar komentar lirih ini, yang satu segera tertawa terpingkal-pingkal, sedangkan yang satunya mungkin karena agak 'telmi' ya tertawa terbahak-bahak juga akhirnya, walau agak kemudian. Kasidi no. 464 - 087853451949 -- SDA11062018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun