Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi Nomor 396 - Raih Tanganku, Sayang

25 Februari 2018   08:13 Diperbarui: 25 Februari 2018   08:52 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: jatim.tribunnews.com

Raih Tanganku, Sayang

Setinggi gunung, sedalam samudera, rona dosa.
Hampir mematahkan sukma membinasakan jiwa.
Bahkan setelah diakui, semua tetap saja meraja,
Karena tak tahu apakah masih ada ampunannya.
Kalau tidak ada, bagaimana bisa kembara dunia
Dilanjutkan dengan gembira karena hanyalah dia
Yang dua tahun terakhir dapat kobarkan api jiwa
Dengan perhatian hangat penuh rasa kasih cinta.
Sayang, rasanya dikau telah melakukan apa saja
Agar aku bahagia serta bisa ceria seperti semula.
Untuk ini apalagi yang bisa kukata selain bahagia.
Ampuni salah dosa yang menggunung samudera.

Jelas sekali diingat, kala kita berkenalan pertama.
Aku langsung saja kagum, terpikat dan terpesona
Pada semua yang ada, ya senyum ya cahaya mata,
Ya pribadi ya tutur kata, pendek kata, semua saja.
Kemudian seiring berjalannya waktu, surga tercipta
Karena semua tutur dan kata-kata untukku semata.
Aku jelas amat bahagia, ya bahagia dan jadi ceria.
Aku suka talas rebus, engkau ceria serta sukarela
Pergi ke pasar dan jika ada duaan makan bersama.
Duh sayang, bagaimana bisa ini tanda kasih cinta,
Berlalu begitu saja tanpa kecupan di kening setia?
Sungguh, ini sama sekali tidak romantis namanya.
Tetapi engkau tetap gembira, tidak ada rasa duka.

Aku yang suka sambal terasi pedas, engkau manja.
Sambal terasi pedas dengan jeruk, mentimun muda,
Tambah belimbing wuluh dan ikan goreng kaya rasa
Kita santap bersama, kita berdua amat sangat ceria.
Tetapi lagi-lagi dasar bebal rasa, cuma sedikit kata
Dilepas ke udara padahal dikau berhak atas semua
Pujian indah yang bisa lahir dari mulut seorang pria.
Tapi engkau tidak berubah, engkau manis dan setia.
Apalagi yang bisa diharapkan seorang pria tak kaya
Dalam menapaki kembara ziarah dunia selain cinta,
Cinta seluas samudera, seorang wanita luar biasa?

Juga masih teringat dengan jelas bagaimana si dia
Dengan rasa khawatir nan tulus tidak ada rekayasa
Bergegas ke rumah membelikan obat, roti, mentega.
Yah, padahal berkenalannya ya baru saja, dia Libra.
Itu wanita Libra, setia serta memanja suami tercinta.
Akupun hanya mengucapkan terima kasih seadanya.
Memang, kala ia harus operasi di rumah sakit Mitra,
Aku mencoba menjaganya siang malam, selagi bisa,
Tapi kan sudah seharusnya jika dilakukan itu semua?
Yah, sayang, begini biasa kupanggil dia, ia pun sama
Memanggil sebutan sayang, siang malam tanpa jeda.
Maafkan ya jika tak piawai merajut kata ungkap cinta.

Dua tiga kali kami pergi ke pesta perkawinan saudara.
Semua indah dan mesra, sebagai istri kukenalkan dia.
Hanya pada pesta lainnya, dikala sebutan adik diguna
Yang dimaksud gurauan belaka, eh ... tersinggung dia.
Mulanya memang tak disadari jika itu melukai hatinya,
Karena jelas tidak ada maksud ubah istri jadi adiknya.
Tetapi apa hendak dikata, semua sudah menjadi fakta,
Tetapi bukankan akan menjadi bencana jika satu kata
Menenggelamkan aku ke dalam dasar samudera derita?
Maafkan aku sayang, status engkau tetap istri tercinta,
Dari dulu sampai sekarang, sudah dua tahun lamanya.

Masih ratusan lagi peristiwa, meskipun banyak dilupa,
Tetapi tidak satu pun yang tidak terasa amat istimewa.
Semua istimewa, istimewa karena perhatian dan cinta.
Tak terbilang kami ini saling berpegang tangan mesra,
Sering sekali tanpa kata-kata tapi detak hati membara
Tak hanya saling menyapa dan mengabarkan asmara,
Tetapi juga seakan menyampaikan kita terus bersama.
Lalu jika tiba-tiba saja, seakan-akan ada orang ketiga
Menyelinap masuk guna merusak seluruh jalinan cinta
Tidakkah ini haruslah dihadapi secara bersama-sama?
Karena jika ia juga berpihak ke sana, bagaimana bisa
Jalinan sutera cinta terus dirajut sampai ke akhirnya?

Karenanya, ayo sayangku, raih tanganku lalu bersama
Kita hadapi penggoda; kita pasti bisa hadapi siapa saja
Asal selalu bersama; jangan biarkan larik rona bahagia
Pudar lalu perlahan tenggelam sirna di dasar samudera.
Tapi aku kembali lega gembira karena engkau akhirnya
Berani berkata ‘Ya kita menikah’, sambil kutatap mesra.

Dr. Tri Budhi Sastrio – tribudhis@yahoo.com
087853451949 – SDA25022018 – Essi no. 396

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun