Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi No. 042 - Khadafi yang Badawi

29 September 2017   11:47 Diperbarui: 29 September 2017   11:50 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kadhafi yang Badawi

Kematian seseorang betapa pun jahat dan kejamnya
Tetap saja ada riak terbuka, yang menimbulkan duka,
Terutama bagi yang tak pernah hanyut membabi buta
Serta merasakan jerat kejahatan serta kekejamannya.
Inilah memang satu adat dunia yang telah sejak lama
Jadi saksi betapa banyak nyawa tak berdosa, sia-sia
Dikorbankan begitu saja dan untuk kepentingan apa
Seringkali samar dan kadang kala, tak jelas arahnya.
Negara Libya jadi contoh betapa poranda manakala
Ribuan warga yang tidak berdosa meregang nyawa.
Yang membunuh mereka? Ya ampun Jagat Dewata
Ternyata sesama anak bangsa sesama warga Libya.
Inilah foto buram anak manusia dari masa ke masa,
Saling bantai saling bunuh saling binasa, luar biasa.
Apapun alasannya, jika ditilik seksama, eh ternyata
Masalah tidak hargai sesama serta tidak hargai jiwa.
Lalu bagaimana bisa peradaban dibangun sejahtera
Jika banyak jiwa sesama dapat dibantai begitu saja?

Libya negara pasir tapi kaya raya karena minyaknya,
Hanya saja manakala cuma segelintir yang sejahtera
Bibit ketidakpuasan riuh bermunculan di mana-mana
Lalu tatkala momentum revolusi dahsyat mekar rupa
Rakyat yang konon lama muak berselimutkan derita
Dahsyat membobol bendungan penahan gala murka
Hanya sayang mereka, entah lupa entah bagaimana
Kadang gerakannya jauh lebih brutal umbar angkara
Serta membabi-buta melebihi kejam sang penguasa.
Akibatnya banyak pemuda dan remaja tewas sia-sia,
Lalu jika sudah begini, siapa ya yang paling berdosa?
Ketika ditanya memang tidak bungkam seribu bahasa
Tapi telunjuk yang ditanya ternyata mengarah ke sana,
Ke orang lain, kelompok lain, dengan argumen logika,
Yang ya terasa ada benarnya, walau ngawur sejatinya.
Yang satu teriak tiba waktunya penguasa lalim neraka
Segera turun tahta dan menyerahkan itu semua kuasa
Yang lain berteriak, tidak akan pergi serahkan negara
Ke tangan pemberontak nista yang tak tahu tatakrama.
Mana yang benar mana bisa diputus mulus dan segera,
Manakala yang lantang berteriak eh sama-sama Libya.

Kolonel Kadhafi yang dari suku Badawi, ini pihak papa,
Serta bermama Yahudi, tentu saja punya banyak jasa,
Khususnya bagi sebagian rakyat Libya; program Kesra
Ini cara dia buat rakyat sejahtera, walau sisi gelapnya
Banyak sekali rakyat porak poranda, menderita binasa.
Tidak sedikit perbuatan tercela, yang entah mengapa
Dilakukan sang penguasa nan kaya dengan ringannya.
Lihat saja prakarsa rontokkan pesawat komersial USA
Nomer seratus tiga, dua ratus tujuh puluh mati sia-sia
Sebelum sang penguasa kaya raya ini, pada akhirnya
Mengakui kesalahan dan membayar jutaan dolar guna
Kompensasi nyawa manusia, tapi ini kan gila namanya.
Bagaimana bisa, jauh nalar logika, satu kepala negara
Memerintahkan pembunuhan, telan amat banyak jiwa,
Sementara tetap saja tidak jelas kompas tujuan utama.
Semua tidak karuan juntrungnya kecuali benci semata.
Yang lebih parah adalah ketika dia perintahkan tentara
Libya untuk membantai warga Libya, yang siapa saja,
Yang berani-beraninya, merongrong kekuasaannya,
Termasuk rakyat biasa, termasuk warga tak berdosa.
Lalu yang paling sulit dan tidak dapat diterima logika
Ketika milyaran uang negara dipakai untuk menyewa
Tentara bayaran untuk rajin membantai anak bangsa.
Yah bagaimana bisa, tapi inilah yang terjadi di Libya
Yang akhirnya memang memancing serangan udara.

Libya boleh kaya, penguasanya boleh berani perkasa
Agak nekad dan mungkin gila, tapi mana bisa mereka
Melawan serangan udara pesawat-pesawat luar biasa
Sehingga ya mudah ditebak bagaimana hasil akhirnya.
Sang penguasa lebur terbirit-birit dan menyerah juga.
Hanya saja tidak pernah disangka-sangka, si jumawa
Pada akhirnya di selokan terpojok bersembunyilah ia,
Sebelum akhirnya tewas, oleh peluru senapan warga.
Konfirmasi berita, mungkin saja waktunya agak lama
Sebelum apa yang benar-benar menjadi realita nyata
Terungkap diketahui dunia, yang jelas korban sia-sia
Ternyata hampir tidak terbilang jumlahnya, bencana.

Yang juga mengherankan, mengapa potensi serupa
Masih menggantang di mana-mana, cari korbannya?
Sepertinya banyak tak pernah belajar sejarah dunia
Betapa runyam dan salahnya pembunuhan manusia.
Apapun alasannya, apapun dalihnya, salah namanya
Bunuh manusia begitu saja, memangnya kita siapa?
Hanya saja harus apa jika gema teriakan tanda duka
Seperti yang disuarakan lantang lewat karya sonata
Pertanda keprihatinan pada nasib manusia nir daya,
Hanya lewat saja, itupun cuma gemanya, percuma.
Ya inilah dunia hanya saja harapan akan selalu ada
Jika bisa dihentikan semua pembunuhan yang sia-sia.

Dr. Tri Budhi Sastrio -- tribudhis@yahoo.com
HP. 087853451949 -- SDA21102011 -- Essi no. 042

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun