Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi no. 038 - Jejak Langkah Sang Pengabdi

26 September 2017   10:41 Diperbarui: 27 September 2017   09:28 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Hidup dan pengabdian kadang sulit dan penuh misteri
Sehingga tidak jarang sukar didalami apalagi diselami.
Simak perjalanan sejumlah orang besar yang disegani
Yang pengabdiannya luar biasa, tapi ya sulit dipahami.
Ada yang tekun mengabdi dalam bidang sosial nir jeda
Ada juga di dalam bidang pendidikan serta terus setia.
Ada yang berjuang mati-matian menemani siapa saja,
Yang sakit dan sekarat karena kelaparan tak berdaya,
Ada juga yang tidak gentar mendekati, temani mereka
Yang konon kabarnya sakit karena kutukan, menderita.
Pokoknya apa saja yang dijauhi manusia normal dunia
Didatangi dengan satu harapan mulia berbuat apa saja
Dapat memberikan apa yang dapat diberikan, pertama,
Dapat membaktikan apa yang dapat dibaktikan, kedua.
Mereka tekun mengabdi dan berjuang, karena mereka
Memang mau mengabdi dan berjuang, itu motif utama.
Mereka memberi sentuhan cinta kasih pada siapa saja
Tanpa berlama-lama menggantang via alasan perkara.

Mengapa berjuang, atau apa saja yang bakal didulang,
Menjadi tidak penting karena bukan yang bakal datang
Atau apa saja yang nanti dapat dan bisa dibawa pulang,
Melainkan apa yang bisa didulang bergantang-gantang
Oleh mereka yang memang ditantang derita dibentang,
Serta berharap bisa hidup lebih baik di dunia sekarang
Yang semakin lama, memang tampak semakin garang.
Pengabdian adalah kata yang seringkali dikumandang
Oleh pemberi teladan karena dasar ungkapan memang
Layak dijadikan landasan dan panutan atasi penantang
Di samping juga karena kata ini memang bak penerang
Yang gemanya salah satu tolok ukur dalam peradaban.
Tanpa rona pengabdian manusia ataupun kemanusiaan
Akan kehilangan larik warna makna dan landasan tujuan
Yang tersisa mungkin cuma kerakusan dan keserakahan
Terpilin dalam satu jalinan.saling mengunci menyakitkan.
Kemanusiaan serta peradaban, warisan jaman ke jaman
Harusnya terus menjadikan perjuangan dan pengabdian
Tak hanya landasan kuat guna menopang kemenangan
Tetapi juga sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan.

Dia yang saat ini di atas kaki teguh tegak gagah berdiri
Disertai senyum manis berseri-seri laksana embun pagi
Juga pribadi hebat, sarat ikat, tidak hanya rona bestari
Tetapi juga perjuangan, sarat penguat tekad mengabdi.
Setelah gantikan yang lain, sebagai pemimpin tertinggi
Di negeri tercinta ini, sebuah program etika berdedikasi
Digalakkan bagi anak negeri, agar harapan dramaturgi
Sikap pribadi serta profesi yang tangguh serta mandiri,
Menjadi lebih membumi, menjadi lebih mungkin terjadi.
Lalu ajak semua orang mulai berani tapaki masa nanti
Yang katanya selalu dipenuhi dengan harapan terjanji.
Ayo lakukan ini dengan lebih berani, agar lebih berarti;
Ayo berani dengan lebih mengabdi, agar lebih mandiri.

Kini ... ya kini setelah genap juga masa-masa menanti
Segera mengakhiri jabatan sebagai pemimpin tertinggi
Diyakini sekali kau tetap bergeming walau cuma seinci
Bahwa di masa depan nanti, negeri yang ria berseri ini
Tentu akan senantiasa teguh berjuang serta mengabdi
Menjadikan semua diri, manusia dewasa yang mandiri
Selalu siap berjuang dan mengabdi bangsa dan negeri.
Kemanusiaan dan perabadan, satu tolok ukur tertinggi,
Ditala nada keberhasilan dan kejayaan sebuah negeri.

Akhirnya karena kami semua yakin bahwa dalam hati
Tak pernah ada kata akhir bagi tekad guna mengabdi,
Dan walau pasti suatu ketika nanti, engkau tidak lagi
Menjadi pemimpin tertinggi penentu sinergi negeri ini,
Tetaplah diharap, dikau sudi berdiri di belakang kami
Agar jejak pengabdi, selalu abadi lestari di hati kami.
'Post aut propter - peracti labores jucundi', kata puisi
Sesudah itu betapa menyenangkan sekali, kala sunyi
Hati nurani dibisiki, karena pekerjaan telah purna isi.

Dr. Tri Budhi Sastrio -- tribudhis@yahoo.com
SDA17102011 -- Essi no. 038

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun