Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Essi no. 026 - Kala Mega Sampaikan Berita tentang Wanita

4 September 2017   15:17 Diperbarui: 4 September 2017   15:32 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kala Mega Sampaikan Berita tentang Wanita

Inilah kisah tentang berita yang dibawa mega-mega
Nun jauh dari angkasa, tempat para dewa bertahta.
Beritanya sebenarnya sederhana tapi perbawanya,
Pernah menggetarkan, tidak hanya tahta para raja,
Tetapi juga kharisma semua jiwa mahluk bernyawa
Yang masih hidup dan berziarah di alam mayapada.
Konon kabarnya, para dewa sempat sangat murka
Tatkala titah diturunkan, untuk menetapkan wanita
Kandidat tunggal penguasa eka bumi swarna dwipa
Dan juga jagat raya, beserta dengan segala isinya,
Ditentang habis-habisan tidak hanya oleh para raja
Di seantero jagat raya bumi nusantara, tetapi juga
Oleh para punggawa, kawula-kawula, rakyat jelata
Yang notabene mereka tidak punya kuasa apa-apa.
Ini semua membuat para dewa garuk-garuk kepala
Lalu tebah dada, sebelum mereka serentak murka.
Bagaimana ceritanya para punggawa serta kawula
Sepakat berani bersatu menentang titah para dewa?
Bukankah sebenarnya, para dewa penguasa dunia
Yang jadi penentu, hidup mati para raja penguasa
Apalagi jika hanya hidup dan matinya rakyat jelata,
Para punggawa maupun para kawula yang lainnya?
Bah ... bah ... bah ... begitu para dewa tiup murka
Menggebah-gebah angkasa menunjukkan perbawa
Bahwa mereka, yang sebenarnya paling berkuasa
Dalam tentukan segalanya-galanya di dalam dunia,
Tidak hanya di bumi, tidak hanya di angkasa mega
Tetapi juga di seantero sudut nirwana dan neraka.

Mengapa kalian menolak wanita jadi raja penguasa
Seperti yang sudah menjadi ketetapan para dewa?
Si juru bicara berbicara keras gelegar membahana,
Cetar suara tembus mega-mega, sebelum akhirnya
Menghunjam bumi, tempat para penentang berada
Sambil duduk bersimpuh, tenang menunggu murka.
Pria wanita sama saja bukankah begitu kriterianya?
Kali ini dewa-dewa memilih wanita, untuk jadi raja,
Untuk memerintah, guna mengurus dan mengelola
Dunia jagat raya serta semua pernak-pernik isinya.
Wanita juga punya sentuhan khas renda perbawa,
Serta memahami hampir semua tata kelola negara.
Jadi wanita pantas jadi raja, pantas jadi penguasa,
Bahkan mereka sebenarnya, pantas jadi apa saja,
Karena sejak dahulu kala sudah sama serta setara
Dengan kaum pria bahkan juga dengan para dewa.
Maka dari itu, sekarang siapa berani merajut nada
Lalu merangkai kata-kata, sampaikan nalar logika
Tolak titah dewa penguasa, agar wanita jadi raja?
Hanya saja itu kejadian yang sekarang jadi fakta
Tak peduli betapa besar kuasa mutlak para dewa
Dalam tentukan nasib takdir, mati hidup manusia,
Mereka terus maju tak gentar, amat berani bicara
Bahwa amat tak layak jika pada ini masa, wanita
Diangkat sebagai penguasa dan pengelola dunia.
Sang juru bicara walaupun suara gelegar bahana
Tapi tubuh ceking lurus sekering ranting angsoka
Berdiri angkat suara agak gemetar tetapi lidahnya
Berhasil dipaksa meluncur, mengeluarkan suara.
Kali ini kurang keras, tetapi gelegar membahana
Meretas mega, yang ikut heran tidak terkira-kira,
Melihat bagaimana punggawa dan hamba sahaya
Meskipun kepala tunduk tak berani menatap mata,
Tetap saja angkat bicara, melontarkan kata-kata,
Yang intinya penolakan depan junjungan mereka.
Jangan membiarkan para wanita jadi penguasa,
Sementara kita kaum pria, hanya menjadi hamba.
Bukankah telah sejak dahulu, dari kelompok pria
Yang dipilih kemudian ditunjuk menjadi penguasa,
Karena kaum pria memang rata-rata lebih perkasa,
Lebih wibawa, di antara semua mahluk bernyawa.

Tak benar itu, suara menggelegar dari para dewa
Tidak hanya deras membelah bumi serta angkasa
Tapi juga membelah sukma, menghancurkan jiwa.
Semua mahluk di alam mayapada; katanya murka,
Dengar dengan seksama catat baik-baik ini semua,
Sejak dulu kala sampai sekarang, wanita dan pria
Selalu setara; inilah garis ketentuan jaman purba,
Yang ditetapkan sejak lama oleh kami para dewa.
Jika keduanya tetap harus dibeda serta berbeda,
Itu semata karena yang satu pria yang lain wanita,
Bukan karena sebab lain , bukan karena apa-apa.
Tidakkah masih diingat bagaimana pada mulanya
Wanita diciptakan Allah dari tulang iga kaum pria,
Bukan dari kepalanya karena akan jadi penguasa
Dan juga bukan dari kakinya sehingga senantiasa
Diinjak-injak sebagai tanda wanita kurang berdaya,
Tetapi dari iga di sisinya, agar tetap selalu setara,
Dekat tangan kekar pria, agar dilindungi olehnya;
Serta amat sangat dekat dengan jantung hatinya
Agar wanita senantiasa dicintai sepanjang masa.
Itulah memang esensinya, ketika kami para dewa
Menetapkan bahwa pria dan wanita harus setara,
Setara di alam dunia setara juga nanti di nirwana.
Jadi kalau sekarang, wanita terpilih menjadi raja
Karena memang mereka setara dengan kaum pria,
Bukan karena lebih berjaya bukan lebih berkuasa,
Melainkan karena kalian berdua sama dan setara.
Lalu bagian mana yang ditolak dari titah dan sabda
Para dewa tentang siapa yang harus menjadi raja?
Karena senyap murka dewa berlanjut berlama-lama
Heran saja mengapa tetap ada diskriminasi di dunia?

Dr. Tri Budhi Sastrio -- tribudhis@yahoo.com
HP. 087853451949 -- SDA25092011 -- Essi no. 026

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun