Mohon tunggu...
Dewi Pika Lumban Stone
Dewi Pika Lumban Stone Mohon Tunggu... Associates Lawyer -

No mistake, no change...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eutanasia adalah HAM, Pemerintah Harus Segera Melegalkan

5 Mei 2017   19:23 Diperbarui: 5 Mei 2017   22:35 1613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak diundangkannya undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM, indonesia telah mengikrarkan diri sebagai salah satu negara yang menjunjung tinggi  HAM. Persoalan HAM merupakan persolaan yang sensitif yang tidak habis-habisnya untuk dibahas. Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang   39 tahun 1999 tentang HAM, HAM adalah seperangkat hak yang  melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat.

Salah satu HAM yang mendasar adalah HAK Hidup.  Sebagaimana  dituangkan dalam Pasal 28A UUD 1945 bahwa: Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hak hidup adalah hak yang paling mendasar yang tidak dapat dihilangkan, dirampas dan direnggut oleh siapapun juga, namun dikecualikan jika menurut Undang-undang hak hidup harus dirampas. Sebagaimana hak hidup yang yang dirampas secara legal adalah ketika seseorang dijatuhi hukum pidana mati.  Salah satu jenis  hukuman yang masih berlaku dan diatur dalam undang-undang adalah hukuman mati, meskipun hal ini menjadi kontrakdiktif dengan undang-undang yang menjungjung tinggi hak hidup. Namun, selama hukuman mati belum dihapuskan perampasan hak hidup secara paksa berdasarkan undang-undang adalah dibenarkan.

Persoalannya adalah undang-undang tentang HAM hanya mengatur tentang Hak Hidup tidak mengatur tentang Hak Mati. Jika ditafsirkan secara luas jika Hak Hidup ada maka  hak mati pun harusnya ada. Lawan kata Hak hidup adalah hak mati namun hak mati tidak diatur . jika negara melegalkan merampas nyawa secara paksa berdasarkan undang-undang sudah sepatutnya pemerintah melegalkan kematian atas keinginan sendiri berdasrkan undang-undang.

Seiring perkembangan jaman perdababan manusia, keinginan mati pun mulai berkembang yaitu mati dengan cara yang bermartabat, dimana sebagian manusia dipenjuru dunia mengingikan kematian dengan cara  yang tidak menyakitkan yaitu melalui suntik eutanasia. Dikuti dalam Wikipedia Eutanasia (dari bahasa Yunani: eu yang artinya "baik", dan thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.

Negara pertama yang melegalkan hak mati, mati dengan cara suntik eutanasia adalah negara Belanda disusul dengan negara Belgia. Eutanasia dapat dikabulkan  berdasarkan permintaan yang bersangkutan tanpa ada paksaan. Namun eutanasia tidak diberikan begitu saja meskipun berdasarkan permintaan sukarela, pertimbangan dikabulkannya eutanasia adalah akibat penyakit keras yang berkepanjangan yang sangat menyiksa dan tidak ada kemungkinan dapat disembuhkan.  Pertimbangan ini pun masuk akal jika dikaji lebih dalam dari sisi kemanusiaan, medis, kebudayaan, agama dan sisi ekonomi.

Munculnya pemberitaan melalui media online, adanya permohonan suntik eutanasia yang diajukan ke pengadilan negeri  Banda Aceh dengan pemohon Berlin Silalahi yang menderita sakit parah radang tulang hingga mengalami kelumpuhan total kedua kakinya. Penyakit tersebut sudah lama diderita dan tak kunjung sembuh ditambah dengan biaya yang tidak ada membuat pemohon putus asa dan juga tidak sanggup lagi menahan sakit yang diderita. Persoalan serupa juga pernah terjadi dikalimantan selatan, pihak keluarga sempat memohon eutanasia akibat frustasi sang istri tidak juga sembuh dari koma selama 5 tahun setelah melahirkan.

Pergeseran makna kematian pun mulai mengarah kearah yang lebih postif dan mengubah sudut pandang seseorang tentang hidup dan mati. Persoalan ini harusnya menjadi perhatian dan pertimbangan  pemerintah dan pembuat undang untuk segera merevisi undang-undang HAM dengan mencantumkan Hak Mati dengan cara yang bermartabat.  Jika ditafsirkan dari penjelasan umum undang-undang HAM bahwasanya manusia dianuhgrahkan kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk dalam menjalani kehidupannya dengan akal budi dan nuraninya maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Dengan dasar ini hak mati seharusnya juga hak yang melekat dalam diri manusia sepanjang dilakukan dengan sukarela tanpa paksaan tentu dengan pertimbangan yaitu penyakit yang berkepanjangan yang kecil kemungkinan dapat disembuhkan secara medis, yang tentunya tidak lepas dari peran para medis yang mana yang layak dikabulkan permohonan eutanasianya oleh pengadilan.

Berdasarkan  undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang HAM secara eksplisit jika ditafsirkan luas undang-undang tersebut telah  memberikan legalisasi hak mati atas keinginan sendiri dan menjadi dasar hukum melegalkan eutanasia. Mati dengan cara yang bermartabat dapat dilakukan melalui suntik eutanasia yang tidak merusak sendi peradaban manusia tentang hak hidup dan hukuman mati melalui tembak mati  yang selama ini dilegalkan oleh undang-undang harus segera dihapuskan sudah saatnya bergeser menjadi hukuman mati melalui suntik eutanasia . Hak mati harus dilakukan dengan cara yang bermartabat.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun