Mohon tunggu...
Trias Aji Mulyana
Trias Aji Mulyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Belum Kawin

(sementara) hanya menulis yang diketahui dan disukainya saja

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dari Warkop ke Coffee Shop, Naik Kelas Ala Tumbas Coffee & Space

19 Mei 2022   15:34 Diperbarui: 19 Mei 2022   18:26 2171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumbas Coffee & Space yang buka pukul 16.00 sudah mulai didatangi oleh pembeli (Dokpri)

Tidak dapat dipungkiri jejaring pertemanan memiliki pengaruh yang cukup besar bahkan terbilang signifikan untuk langkah awal membangun usaha. Dari lingkaran kecil ke lingkaran yang lebih besar, dari konsep warung kopi rumahan ke konsep industrial.

Hasyim (24) selaku head bar menceritakan awal mula berdirinya Tumbas Coffee. & Space. Setelah malang melintang selama 4 tahun sebagai barista di salah satu kedai kopi kenamaan di daerah Jakarta Selatan, Ia memberanikan diri membawa pengalaman dan pengetahuannya ke daerah Priok. "Awalnya karena melihat perkembangan kopi di daerah Priok, makin banyak yang melek sama kopi, kenapa ga coba buka di sini," ungkap Hasyim pada Jumat, 13 Mei 2022.

Coffee shop yang berlokasi di Jl. Swadaya Raya Gang 3 No. 111 Tanjung Priok ini merupakan tempat kedua setelah pindah dari lokasi lamanya yaitu di Jl. Swasembada Timur No. 45 Tanjung Priok. Berdiri pada bulan Mei tahun 2021, Tumbas mengawali konsepnya dengan warung kopi biasa, dengan promosi dari teman ke teman. "Awal promosi ya dari teman ke teman, walaupun tetep menggunakna sosial media, tapi saat itu ajakan teman satu ke teman lainnya lebih berpengaruh untuk dateng ke sini" tutur Hasyim. Banyaknya masukan dan saran dari teman-teman, pada akhir tahun 2021, Tumbas membangun tempat kopi yang lebih terkonsep dan lebih nyaman.

Tempat pertama Tumbas Coffee (sumber: Instagram/coffeetumbas)
Tempat pertama Tumbas Coffee (sumber: Instagram/coffeetumbas)

Konsep industrial yang saat ini digunakan oleh Tumbas Coffee & Space bukan tanpa alasan, selain konsep tersebut sedang ramai dan dapat menarik antusias pelanggan, mengaplikasikan konsep industrial adalah siasat dalam menghemat biaya. Hasyim dengan sedikit becanda mengungkapkan, "kami pake konsep ini ya karena ga perlu tambahan biaya buat ngecat tembok, ngasih keramik di lantai, atau ngalusin jalanan, yaudah gini aja, jadi hemat." Baginya, anak-anak muda yang menjadi terget pasar Tumbas tidak perlu tempat yang bagus, asal ada tempat untuk nongkrong dan ngumpul, itu udah cukup.

Layaknya orang tua yang memiliki harapan baik ke anaknya melalui sebuah nama, tumbas yang berarti beli dalam bahasa Jawa dimaksudkan agar banyak pembeli di tempat ini. "Awalnya mau dinamain beli kopi, soalnya kan kalo orang ke warung bilangnya belii.. belii.. tapi ko biasa banget ya, kebetulan partner gua orang Jawa dia nyaranin namanya tumbas aja. Unik juga, dan kayanya jarang coffee shop di sini yang namanya kedaerahan gitu," Hasyim menjelaskan.

Latte art sebagai sentuhan akhir yang mempercantik secangkir kopi (Dokpri)
Latte art sebagai sentuhan akhir yang mempercantik secangkir kopi (Dokpri)

Tumbas Coffee & Space menawarkan beberapa varian menu, mulai dari kopi, non kopi, hingga mocktail. Yang menjadi andalan atau best seller di tempat ini adalah Tumbas Signature yaitu kopi susu gula aren.

Dalam menjaga ekosistem kedai kopinya tetap lestari, Hasyim mementingkan kualitas. Baginya kualitas itu yang nomor satu. Hasyim menjelaskan, "kalau kualitas tetap terjaga pelanggan seneng dan akan ke sini lagi, kalau terus ada beli kan ada pemasukan, yang kerja di sini tetep bisa kerja, sampai akhirnya kita tetep bisa beli kopi dari para petani." Dengan harapan ke depannya petani kopi semakin eksis dan semakin dilihat menjadi satu kesatuan dari kedai kopi itu sendiri.

Baginya membicarakan kopi tidak cukup sehari semalam. Membicarakan kopi tidak hanya tentang seduhan kopi yang ada di gelas, lebih jauh dari itu, proses bagaimana awal mula tumbuhnya tanaman kopi, tanaman di sekitarnya, tanah yang digunakan, sampai pada kesejahteraan petani kopi itu sendiri. Karena kopi tidak melulu soal apa yang dirasa lidah, namun apa yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dirawat oleh tangan, dan dimaknai oleh hati.

support by Weorganizer.id

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun