Mohon tunggu...
Trianto ibnuBadar
Trianto ibnuBadar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku; Seniman; Pengamat, Praktisi, Birokrasi, Pemerhati Pendidikan, Seni dan Budaya

Olahraga, penikmat seni

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Surat Cinta untuk PSSI

14 Agustus 2022   20:30 Diperbarui: 14 Agustus 2022   20:37 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memang belumlah cukup kita berbangga dengan kemenangan sebagai juara AFF U-16 2022 tersebut. Karena masih ada "PR besar", yaitu bagaimana "para pahlawan muda" ini tetap eksis ketika mereka berada pada level selanjutnya yaitu U-19, U-23, terlebih saat menjadi timnas senior. 

Hal demikian cukup dipahami, bagaimana timnas yunior ini mampu menghipnotis dunia dengan prestasi-prestasi mengejutnya dan membanggakan sebagai juara internasional, tetapi setelah mereka semakin dewasa prestasi itu justru semakin surut dan mengendor, bahkan pupus. 

Sebut saja bagaimana U-16 era Bagas-Bagus Kahfi, dkk., mereka mampu memberikan surprise menjadi juara AFF U-16 tahun 2018, tetapi seiring perjalanan waktu prestasi itu justru semakin surut, dan pada akhirnya hilang. 

Apa sebenarnya dengan mereka? Berikut Surat Cinta untuk PSSI yang patut menjadi renungan dalam membangun Timnas Sepak Bola Indonesia.

Pertama, membangun solidaritas dan soliditas tim sejak dini. PSSI seharusnya tetap membangun soliditas dan solidaritas timnas sejak dini, artinya timnas yang sudah solid sejak usia awal. Sebut aja U-12, U=14, dan U-16 tetap dijaga kekompakan mereka secara baik. Mereka jangan dipisah-pisahkan saat mereka harus kembali menjadi timnas pada usia selanjutnya (U-19 atau U-23, bahkan timnas senior). 

Misalnya, ketika personil Timnas U-16 yang saat ini telah meraih juara AFF U-16 2022, meskipun mereka akan kembali dan memperkuat klub masing-masing setelahnya, tetapi saat timnas pada usia di atasnya dibentuk (dari U-16 ke U-19) mereka seharusnya dikumpulkan lagi. 

Bukan bongkar-pasang personil lain. Seandainya toh perlu ada pemain baru yang memiliki talenta lebih, ia tinggal di-add-kan saja pada tim tersebut. Bukan membentuk tim baru dengan personel baru. Mengapa demikian, karena timnas yang sudah pernah menjadi juara -- personilnya tentu anak-anak yang terpilih dan mereka sudah terjalin chamestry satu dengan yang lain dalam membangun soliditas dan solidaritas. 

Sehingga seandainya mereka harus terkumpul dengan personil baru, akan kembali penyesuain, dan hal ini tetunya perlu waktu yang tidak sebentar, bahkan tidak menutup kemungkinan sulit terbentuk kekompakkan.

Kedua, menjaga performa. Penulis terkadang bertanya mengapa para pemain luar negeri tetap mampu berprestasi meski usia mereka tidak lagi terbilang muda (usia 40-an). Tetapi pemain-pemain kita, hanya cukup mampu eksis rerata pada usia kisaran 30-an. 

Hal demikianm tentunya tidak lepas dari bagiamana mereka mampu menjaga performa (stamina). Misalnya Cristiano Ronaldo striker asal Portugal masih tetap eksis di usia 35 tahun, bahkan di usia tersebut ia masih mampu menunjukkan ketajamannya bersama Juventus. 

Begitupun dengan Fabio Quagliarella sudah berusia 37 tahun. Meski begitu, performa mantan pemain Torino itu masih menjanjikan bersama Sampdoria. Pemain lainnya adalah Roberto Soldado (35 tahun), Rodrigo Palacio (38 tahun), dan Zlatan Ibrahimovic (39 tahun). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun