Mohon tunggu...
Trianto ibnuBadar
Trianto ibnuBadar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku; Seniman; Pengamat, Praktisi, Birokrasi, Pemerhati Pendidikan, Seni dan Budaya

Olahraga, penikmat seni

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sri Huning Mustika Putri dari Tuban: Laboh Tresna Saboya Pati [Bagian 5 Selesai]

19 Juli 2022   07:11 Diperbarui: 21 Juli 2022   06:23 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gugurnya Sri Huning dalam membela tanah air menjadikan kesedihan yang amat sangat keluarga kadipaten Tuban dan Bojonegoro, lebih lagi Raden Wiro Admodjo. Entah sudah berapa badanya mendekap erat tubuh Sri Huning yang terkulai dan mulai pucat membiru. Dari sela-sela kerumunan para kerabat kadipaten dan para prajurit, datang seorang wanita masih lengap dengan pakain temanten. Dialah putri kedathon Kadipaten Bojonegoro Dewi Retno Kumolo. Dengan suara lantang sang putri itu berujar:

"Kakang Wiro Atmojo, kamu adalah seorang pengecut. Kamu tidak berani berangkat ke medan perang. Kamu hanya sembunyi dibalik gaun wanita. Apalah gunanya aku jadi menjadi istrimu lebih baik aku menjadi seorang janda!."

Suara itu amat keras memukul hati Wira Atmojo dan juga para kerabat kadipaten. Suara itu menyakitkan hati Wira Atmojo tetapi lebih sakit lagi melihat kematian Sri Huning adik dan sekaligus kekasih hatinya. Di dalam benaknya terbayang wajah Adipati Lamongan Indro Djojo. Dialah yang sudah membuat Sri Huning tewas di medan perang.

"Baik ... baik. Ayahanda dan Pamanda ijinkan aku Wiro Atmojo, pergi ke medan laga."

"Jangan. Anakku, masih banyak senopati yang bisa membela kadipaten Tuban dan Bojonegoro."

"Benar. Ananda. Ananda adalah temanten, jadi tidak seharusnya ananda pergi ke medan laga. Biarlah kami dan para prajurit yang akan menghadapi Adipati Lamongan itu."

"Maaf. Ayanda dan Pamanda Adipati."

Kemauan Wiro Atmojo untuk maju ke medan laga tidak dapat ditahan lagi. Dengan gigi yang terdengar gemeluthuk karena menahan dendam, diapun berangkat menuju medan perang dengan dikawal oleh beberapa prajurit meski malam semakin larut dan hujanpun terus mengguyur.

Sesampai di perkemahan prajurit Lamongan, dengan suara lantang Wiro Atmojo menantang Adipati Indro Joyo.

"Hai. Indro Joyo jangan kamu sembunyi seperti seorang wanita. Hadapilah inilah Wiro Atmojo putra bupati Tuban."

Tantangan Wiro Atmojo tidak mendapat sambutan. Hal itu semakin membuat dirinya kalap. Dengan menderapkan kuda hitamnya Kyai Cemeng, Wiro Atmojo menerjang perkemahan perajurit Lamongan yang sedang tertidur. Mereka tidak mengira di malam yang larut begini akan diserbu oleh pasukan musuh. Karena mereka hanya mempersiapkan perang untuk siang hari. Maka tak ayal para prajurit-prajurit itupun menjadi sasaran amukan Wiro Atnojo dan pasukannya. Ada keinjak kaki kuda Kyai Cemeng ataupun terkena sabetan tombak dan pedang. Beberapa pasyukan panah apipun mulai beraksi. Karuan saja perkemahan prajurit Kadipaten Lamongan itupun bumi hangus. Beberapa prajurit berheniat hendak melarikan diri tetapi ujung panah, tombak dan pedang pasukan yang dipimpin oleh Wiro Atmojo telah lebih dahulu menusuk dada dan punggung mereka. Malam itu benar-benar prajurit Lamongan telah di bikin geger.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun