Mohon tunggu...
Triani Retno
Triani Retno Mohon Tunggu... profesional -

Penulis dan editor lepas. Sejak tahun 2006 telah menghasilkan lebih dari 25 buku solo. takhanyanovel.blogspot.com | Twitter: @retnoteera.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kerja di Rumah, Mengapa Tidak?

5 Oktober 2011   21:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:17 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kerja di rumah? Hm... melihat track record dan  catatan-catatan lama di buku harian jadul saya, opsi itu tak pernah ada dalam keinginan saya. Yang tercatat adalah saya ingin: 1. Jadi detektif Ini waktu SMP. Tapi saya kubur dalam-dalam mengingat mata saya yang selalu sudah lowbat pada jam 8-9 malam, takut gelap, punya kecerdasan spasial yang parah (alias sering nyasar), nggak berani nyetir, dll. 2. Jadi sosiolog Ini waktu SMA. Seru aja rasanya. Tapi keinginan itu cuma sesaat. Setelah obrol2 dgn guru kelas saya yang gaul abis, saya berpaling ke Library Science dan Komunikasi. Kata si Ibu sih cocok untuk saya yang suka baca, suka nulis, dan bawel. Jadi, setelah lulus SMA saya pun kuliah di Jurusan Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad. Dan saya cinta abis pada bidang ilmu saya ini. 3. Jadi librarian Ini sangat logis melihat basic ilmu saya. Posisi yang yang incar adalah librarian di media massa nasional, di perguruan tinggi, atau di sebuah boarding school (yang terakhir ini sangat dipengaruhi oleh banyaknya buku Enid Blyton yang saya baca semasa kecil, yang semua tokohnya bersekolah di boarding school). Alhamdulillah. Saya dapatkan keinginan saya. Kecuali yang di media massa itu. Sekalinya saya melamar untuk jadi librarian and researcher di sebuah tabloid di Jakarta, Pak Pemred berpikiran lain ketika melihat track record saya dalam menulis. "Posisi researcher sudah terisi. Lagipula kamu lebih cocok jadi wartawan. Desk kriminal masih kosong. Kamu mau?"  Tapi saya gagal di psikotes. 4. Jadi dosen Keinginan ini pun terpenuhi, walaupun kemudian saya menyadari tempat saya bukan di depan kelas. Setidaknya tidak ketika jam terbang saya di lapangan masih minim. Saya pun resign. Nah, tidak ada cita-cita menjadi ibu rumah tangga murni, kan? Tidak ada cita-cita bekerja di rumah, kan? Tapi jalan hidup berkata lain. Sekarang saya bekerja di rumah. Hm...saya lebih senang mengatakan bekerja dari rumah. Meskipun terlambat menjadikan hobi menulis saya sebagai pekerjaan, ternyata saya sangat menikmati pekerjaan ini. Enak lho kerja dari rumah. Enaknya? 1.Tidak perlu terkena macet setiap kali mau berangkat kerja. 2. Tidak perlu repot-repot dandan kalo mau kerja. 3. Tidak repot mix and match pakaian kerja. Saya selalu kebingungan soal ini. 4. Bisa menekan social cost alias biaya gaul. 5. Bisa mengatur waktu kerja sendiri. 6. Bebas dari kewajiban meeting bulanan. Saya nggak suka meeting. 7. Bebas dari bos yang menyebalkan. 8. Bisa tidur siang atau jalan-jalan ketika orang-orang sedang bekerja di kantor.... 9. Bebas dari sirik-sirikan di kantor. 10. Tetap bisa mengaktualisasikan diri, menggunakan ilmu yang saya punya, dan menunjukkan eksistensi saya. 11. Tidak perlu sering-sering ninggalin anak-anak.Artinya: kerjaan jalan, penghasilan dapat, anak-anak pun terurus. Paling-paling saya tinggalkan mereka kalau ada undangan talkshow, bedah buku, atau sejenisnya. Kalau ketemu rekanan di dalam kota atau cuma mengambil stok buku,  biasanya mereka saya ajak. Jadi mereka juga tahu, Maminya nggak cuma jalan-jalan, tapi sekalian kerja. Tidak enaknya: 1. Sering dapat pertanyaan, "Kerja di mana? Di rumah? Oh...cuma jadi ibu rumah tangga, ya? Memangnya nggak sayang udah kuliah tinggi-tinggi trus nggak kerja kantoran?" 2. Penghasilan jadi nggak tetap. Kadang berlebih (kalau pas bulan turunnya royalti), kadang pas-pasan banget. Ini menuntut saya untuk pandai-pandai mengatur keuangan supaya saya dan kedua anak saya tetap bisa sejahtera sepanjang tahun dan tetap bisa menabung. Ini juga menuntut saya untuk  rajin mencari peluang, menyambar kesempatan yang ada, dan mengejar setoran di  mana-mana. 3. Kadang-kadang bosan juga di rumah terus. Kalau sudah begini, biasanya saya titipkan anak-anak pada ibu saya dan saya jalan sendirian. 4. Kalau kedua anak saya rewel atau malah perang bintang ketika saya sedang butuh konsentrasi tinggi. 5. Kalau sakit, tidak ada kantor yang menanggung biaya berobat. Artinya: saya harus preparing sendiri. 6. Nantinya nggak dapat pensiun. Artinya: saya harus preparing dari sekarang. Tantangan ada untuk dihadapi, kan? Nah, kata siapa perempuan yang sudah menjadi ibu tak dapat bekerja?

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun