Mohon tunggu...
Trian Ferianto
Trian Ferianto Mohon Tunggu... Auditor - Blogger

Menulis untuk Bahagia. Penikmat buku, kopi, dan kehidupan. Senang hidup nomaden: saat ini sudah tinggal di 7 kota, merapah di 5 negara. Biasanya lari dan bersepeda. Running my blog at pinterim.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Telaah Kritis Suara yang Muncul dari Kaki Borobudur

11 Mei 2021   22:26 Diperbarui: 11 Mei 2021   22:35 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar backdrop acara seminar online sound of borobudur | Dok. Sound of Borobudur

Sound of Borobudur Movement adalah sebuah gerakan untuk menggali kembali, menemukan, dan melakukan penafsiran ulang terhadap salah satu fragmen relief candi Borobudur yang berisi beragam gambar alat musik. Trie Utami, inisiator gerakan ini, berkeyakinan bahwa pada masanya bisa jadi Borobudur merupakan pusat musik dunia. 

Hal ini bukan tanpa dasar, hasil inventarisasi sementara, setidaknya terdapat alat musik yang memiliki kemiripan dengan alat musik khas di 34 provinsi Indonesia dan 40 negara-negara lain di dunia.

Pada perkembangannya, Trie Utami kemudian mengajak Dewa Budjana untuk bersama-sama membantu mewujudkan impian ini. Dibantu tim yang terdiri dari beragam ahli, dengan teliti dan tekun mereka kemudian meneliti satu persatu relief Karmawibhangga dan berfokus pada adegan-adegan yang menyertakan alat musik sebagai adegan di dalamnya.

Dewa Budjana dan tim kemudian menghidupkan kembali alat musik yang terabadi di relief tersebut dengan menciptakan ulang kepada para pengrajin alat-alat musik yang ada di Indonesia. Mereka menafsirkan ulang sebagaimana yang mereka yakini dan disesuaikan dengan standar bunyi alat musik yang ada saat ini. Impian besarnya, semua alat musik ini hidup kembali dan dapat dimainkan dalam satu orkestra besar.

Impian ambisius ini juga mengajak serta Purwatjaraka sebagai pihak yang 'memiliki pasukan' pemain musik terlatih. Mereka perlahan-lahan membuka kotak pandora Borobudur pusat musik dunia.

Gerakan ini setidaknya telah berjalan slow but sure selama lima tahun. Hasilnya? Pementasan yang terbaru Sound of Borobudur dapat dilaksanakan meski di tengah pandemi. Meski secara online.


Sebagaimana upaya-upaya pelestarian budaya pada umumnya, tentu banyak pihak pemerintah dilibatkan dan dimintai dukungan. Setidaknya pihak-pihak dari Kementerian Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Provinsi Jawa Tengah telah mendukung upaya yang bisa dijadikan salah satu sajian unik pariwisata Wonderful Indonesia.

Hasil dari saya menyimak seminar online yang menjadi pembuka sebelum helatan live perform Sound of Borobudur, tampak dukungan itu cukup memberikan semangat bagi para penggerak utama di dalamnya.

Saya menyadari, upaya besar ini memang tidak mudah untuk sampai pada wujud paripurnanya. Terbukti dari kilas perjalanan selama lima tahun yang tampaknya tidak terlalu gesit pergerakannya. Entah mengapa, gerakan Sound of Borobudur ini masih tampak terpusat pergerakannya di kalangan para penggerak utama, belum sampai menjadi isu utama kebudayaan. Padahal gagasan yg dibawa pun bukanlah gagasan picisan.

Ada satu hal yang belum terlalu tampak saya saksikan berkaitan dengan gerakan ini: diikutsertakannya darah-darah muda dengan aneka kreativitas dan alat-alat berbasis teknologi kekinian yang biasa mereka bawa. Dari rangkaian perkenalan perjalanan gerakan, dan tokoh-tokoh yang memberikan pernyataan dan cerita, masihlah tokoh-tokoh senior dalam permusikan di Indonesia. Apalagi ditambah dukungan-dukungan pernyataan para tokoh birokrat, semakin menambah kesan bahwa ini adalah 'gerakan orang tua'.

Hal ini sebenarnya patut disayangkan dan barangkali dapat menjadi perhatian lebih para penggerak utamanya.

Dengan kekuatan teknologi yang ada saat ini, proses 'menghidupkan' kembali alat-alat musik di relief Borobudur ini tak harus mewujud pada sebuah alat musik kasat mata yang bisa kita pegang. Langkah itu memang ideal dan menjadi sebuah capaian besar jika terwujud. Namun melihat tidak mudahnya mewujudkan hal tersebut terkendala keterbatasan ahli alat musik dan biaya yang pasti tidak sedikit, mengapa tidak mencoba alternatif 'segera' mewujudkan bunyi-bunyian alat musik itu dalam bentuk digital.

Melihat bagaimana Dewa Budjana menafsir ulang alat klasik ini menggunakan standar nada dan permusikan internasional saat ini, artinya 'prioritas' utama yang ingin dikejar para penggeraknya adalah 'membunyikan kembali' alat-alat tersebut dan segera menjadikan orkestra yang dapat dimainkan bersama untuk siap didengarkan telinga para pendengar saat ini. Alih-alih 'mempertahankan' dan menelusuri secara radikal setiap alat musik yang ingin dihidupkan dengan kekhasan dan asal usulnya masing-masing.

Sebab bisa jadi, alat-alat musik yang terfragmen dalam adegan di relief Borobudur ini memang alat musik solo dan tidak untuk diorkestrasikan. Bisa jadi alat-alat musik bukan sebagai instrumen musik pertunjukan sebagaimana dugaan utama para penggagasnya, melainkan instrumen peribadatan meditatif ala Buddha yang memang sering membutuhkan alunan-alunan musik ritmis nan sederhana dari alat musik solo.

Saya tidak sedang menggugat arah Sound of Borobudur yang sudah menampakkan hasil, yang tentu saja, layak untuk diapresiasi. Namun saya hanya ingin mengusulkan jikalau tujuannya adalah menghidupkan kembali alat musik tersebut dengan perwujudan ala musik kontemporer yang dapat dinikmati telinga sekarang, mengapa tidak melibatkan anak-anak muda dengan beragam alat musik digital mereka sehingga penafsiran Sound of Borobudur ini bisa lebih gesit geraknya, dan segar warnanya? Beragam alat musik yang sudah terinventarisir itu dapat segera 'keluar bunyinya' tanpa harus menunggu pengrajin mewujudkan dalam bentuk alat jadi.

Sebab, komposisi musik hasil penafsiran dari alat yang sudah mewujud itu, menurut hemat saya, berbentuk musik pertunjukan yang siap dipamerkan dan dijadikan objek pariwisata.

Saya sendiri, sebagai orang yang lebih gandrung terhadap sisi spiritualitas, lebih berharap 'bunyi' yang keluar dari Sound of Borobudur adalah instrumen musik pelengkap olah spiritual sebagaimana semangat utama pendirian Borobudur sebagai tempat beribadah. Alih-alih menjadi tempat orang mencari hiburan pertunjukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun